Pengaruh Kemerosotan Akhlak Terhadap Kemunduran Peradaban

14/03/2019| IslamWeb

Penyakit-penyakit sosial dan kemerosotan moral memainkan peran penting dalam meruntuhkan berbagai peradaban manusia. Bangsa-bangsa terdahulu telah membangun banyak keajaiban dari segi materi. Mereka sukses membangun produk-produk peradaban yang luar biasa. Namun semua itu kemudian cepat sekali lenyap dan runtuh, karena beredar hanya pada poros materialisme, serta melupakan nilai-nilai ruhiyah dan akhlak mulia yang memiliki peranan besar dalam membangun peradaban.

Sejarah tidak pernah menyaksikan kehancuran peradaban yang menjunjung tinggi nilai-nilai idealisme, berakhlak tinggi, serta bebas dari penyakit sosial dan akhlak. Namun sejarah seringkali menjadi saksi atas kehancuran banyak peradaban umat manusia dan bangsa yang bangkrut secara akhlak, sosial, dan agama, sehingga harus menerima takdir kehancuran. Berbagai keunggulan materil terbukti sama sekali tidak mampu melindungi mereka.

Kekuatan materi, meskipun merupakan salah satu unsur kemajuan, tetapi juga bisa menjadi faktor kemunduran dan kesengsaraan, apabila umat manusia dan bangsa menjadikannya sebagai ajang untuk berbusung dada, menyombongkan diri, menguasai dan menzalimi bangsa lain di sekelilingnya, serta meminggirkan segala hal yang berada di luar medan materi itu.

Kerusakan dan kehancuran pasti akan menghadiahkan kehancuran, ketenggelaman, dan kemunduran peradaban kepada sebuah bangsa. Itulah Sunnatullah (hukum Allah), "Dan Anda tidak akan pernah menemukan perubahan pada Sunnatullah itu."

Kemerosotan moral adalah salah satu faktor paling dominan yang menyebabkan hilangnya nikmat dan datangnya kemurkaan Allah. Nikmat tidak akan hilang dari seorang hamba melainkan karena dosanya. Murka Allah tidak akan menimpanya kecuali juga karena dosanya. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan apa saja musibah yang menimpa kalian maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian)." [QS. Asy-Syûrâ: 30]

Maksiat dan Kemerosotan Adalah Moral Sebab Kehancuran

Perubahan kondisi sebuah bangsa dan peradaban dari yang semula tinggi menjadi mundur dan terbelakang tidak akan terjadi melainkan karena kecenderungan mereka melakukan maksiat, merosotnya akhlak mereka, serta jauhnya mereka dari ajaran Allah—Subhânahu wata`âlâ—dan fitrah yang telah ditanamkan-Nya. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri." [QS. Al-Anfâl: 53]

Allah—Subhânahu wata`âlâ—memberitakan bahwa Dia tidak akan mengubah nikmat yang telah Dia berikan kepada suatu kaum (menjadi azab), sampai mereka sendiri yang mengubah apa yang ada pada diri mereka. Apabila mereka mengubah ketaatan kepada Allah menjadi maksiat, mengganti kesyukuran kepada-Nya dengan kekufuran, dan menukar sebab-sebab keridhaan-Nya dengan sebab-sebab kemurkaan-Nya, niscaya kejatuhan dan kehancuran adalah balasan yang setimpal untuk itu semua. Allah—Subhânahu wata`âlâ—juga berfirman (yang artinya): "Sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib sesuatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia." [QS. Ar-Semoga Allah meridhainya`d: 11]

Kemerosotan Akhlak Adalah Penghalang Kebangkitan

Kemerosotan moral dapat memutus jalan menuju kebangkitan. Karena nikmat Allah tidak akan didapat kecuali dengan taat kepada-Nya, sebagaimana murka Allah turun lantaran maksiat kepada-Nya. Allah—Subhânahu wata`âlâ—telah menggariskan jalan menuju kebangkitan dan kejayaan setiap umat, sebagaimana juga Allah menetapkan jalan menuju kemunduran dan kehancuran. Apabila sebuah umat menggunakan nikmat kemajuan dan kecanggihan dalam segala lini kehidupan mereka untuk mendurhakai Allah, niscaya nikmat itu akan berbalik menjadi bencana yang menghapus semua jerih payah mereka dan menghancurkan semua prestasi mereka. Nikmat tersebut akan menggiring mereka menuju ketenggelaman dan kebinasaan.

Jadi, menggunakan nikmat untuk mendurhakai Allah—Subhânahu wata`âlâ—merupakan salah satu sebab utama hilang dan berubahnya nikmat menjadi azab. Ibnul Qayyim—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Apabila Allah ingin menjaga nikmat-Nya pada seorang hamba, Dia mengilhamkan kepada hamba itu supaya menjaga nikmat tersebut dengan taat kepada-Nya. Dan apabila Allah ingin menghilangkan nikmat itu darinya, Allah akan membiarkannya sehingga ia gunakan nikmat itu untuk mendurhakai Allah. Yang sangat aneh adalah ketika seorang hamba mengetahui hal itu dan langsung menyaksikannya terjadi pada dirinya dan pada diri orang lain, atau dengan mendengar berita-berita tentang orang yang dilenyapkan nikmat Allah dari mereka lantaran kedurhakaan kepada Allah, namun walau demikian, ia tetap bermaksiat mendurhakai Allah. Seolah-olah ia dikecualikan dari apa yang menimpa orang-orang tersebut, atau dikhususkan dari keumuman hukum yang terjadi pada orang-orang itu."

Hilangnya Kesadaran

Hilangnya kesadaran terhadap sunnatullah pada manusia dan peradaban, serta tenggelam dan ambruknya peradaban akibat kemerosotan moral, hanya akan menggiring pada ketergelinciran yang menjadi pembuka jalan menuju kehancuran total. Kebangkitan sebuah bangsa tidak akan mengalami perubahan atau keruntuhan sampai bangsa itu sendiri berusaha untuk terjerumus ke dalam perubahan/keruntuhan itu melalui penyelewengannya dari fitrah manusia serta ketersungkurannya pada jalan kesesatan.

Benarlah yang dikatakan oleh seorang penyair:

Jika engkau berada dalam nikmat maka jagalah

Karena maksiat dapat melenyapkan nikmat

Apakah manusia pada zaman sekarang menyadari sunnatullah yang tidak pernah berubah ini?!! (Kita berharap demikian).

 

 

www.islamweb.net