Tergesa-gesa

30/04/2019| IslamWeb

Dari segi bahasa, tergesa-gesa adalah lawan dari lambat. Pengertiannya secara terminologis adalah meminta atau mengerjakan sesuatu sebelum waktunya yang tepat. Sikap seperti ini termasuk salah satu tuntutan nafsu. Bahkan ia termasuk salah satu watak manusia, sebagaimana firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—(yang artinya): "Dan manusia itu bersifat tergesa-gesa.” [QS. Al-Isrâ': 11]. Artinya, tabiat manusia adalah tergesa-gesa, Sehingga ia buru-buru meminta kejelekan sebagaimana ia juga tergesa-gesa meminta kebaikan.

Ungkapan bijak mengatakan bahwa "Tergesa-gesa berasal dari Syetan”, karena saat tergesa-gesa, Syetan menyebarkan kejahatannya kepada manusia tanpa disadarinya. Berbeda dengan orang yang pelan-pelan, tenang, dan berpikir saat hendak melakukan suatu perbuatan yang ia inginkan.

Tergesa-gesa adalah Sifat Tercela

Karena ketergesa-gesaan merupakan salah satu tuntutan nafsu syahwat, ia pun tercela di dalam Al-Quran. Hal itu diungkapkan antara lain dalam firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya):

·      "Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka.” [QS. Yûnus: 11];

·      "Katakanlah (hai Muhammad): 'Terangkan kepadaku, jika datang kepada kalian siksaan-Nya di waktu malam atau di siang hari, apakah orang-orang yang berdosa itu minta disegerakan juga?’ Kemudian apakah setelah terjadinya (azab itu) kalian baru mempercayainya? Apakah sekarang (baru kalian mempercayai), padahal sebelumnya kalian selalu meminta supaya ia disegerakan?” [QS. Yûnus: 50-51].

Bahkan Allah—Subhânahu wata`âlâ—melarang Rsulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—tergesa-gesa membaca Al-Quran, sebagaimana  termaktub dalam firman Allah (yang artinya):

·      "Dan janganlah engkau tergesa-gesa membaca Al-Quran sebelum disempurnakan pewahyuannya kepadamu.” [QS. Thâhâ: 114];

·      "Janganlah engkau gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)-nya.” [QS. Al-Qiyâmah: 16].

Jika seseorang telah memenuhi panggilan tabiatnya yang satu ini, serta tunduk-patuh kepada nafsu syahwatnya, ia pun akan menjadi sosok yang tergesa-gesa. Akibatnya ia nyaris tidak akan dapat memperoleh kebaikan. Bahkan ketergesa-gesaannya itu dapat saja membawanya kepada kecelakaan dan akhir kehidupan yang buruk. Seperti halnya keadaan seorang laki-laki yang diceritakan oleh Sahal bin Sa`ad—Semoga Allah meridhainya, "Ada seorang laki-laki yang berjihad sangat heroik bersama kaum muslimin pada suatu peperangan bersama Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam. Tapi Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—melihat ke arahnya seraya bersabda, "Siapa yang ingin melihat seorang laki-laki yang termasuk penghuni Neraka hendaklah ia melihat kepada orang itu.” Lalu seseorang mengikuti gerak-gerik laki-laki itu, sementara ia terus dalam kondisi tersebut, sangat keras menghadapi kaum musyrikin. Sampai kemudian ia terluka, dan saat itu, ia ingin segera mati. Ia pun kemudian menikamkan ujung pedangnya ke bagian dadanya sampai tembus keluar di antara kedua bahunya. Kemudian laki-laki yang mengikutinya itu bergegas menghadap Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—seraya berkata, "Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.” Nabi berkata, "Ada apa?” Ia menjawab, "Engkau mengatakan kepada si fulan bahwa siapa yang ingin melihat seorang laki-laki yang termasuk penghuni Neraka hendaklah ia melihat orang itu.” Padahal ia di antara kami termasuk orang yang paling hebat berjihad. Aku tahu bahwa ia ternyata tidak mati dalam kondisi tersebut. Ketika terluka, ia ingin segera mati, lalu ia pun bunuh diri. Baginda Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Sesungguhnya ada hamba yang benar-benar melakukan amalan penghuni Neraka, tapi ia sebenarnya termasuk penduduk Surga. Dan ada hamba yang melakukan amalan penduduk Surga tapi ia sesungguhnya termasuk penghuni Neraka. Sesungguhnya amalan itu tergantung kepada penutup (akhir)-nya.” [HR. Al-Bukhâri dan Muslim].

Di Antara Bentuk Ketergesa-gesaan Dalam Berdoa

Sebuah hadits diriwayatkan dari Anas—Semoga Allah meridhainya—bahwa suatu ketika, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—menjenguk seorang laki-laki muslim yang sedang sakit parah sehingga kondisinya sangat memilukan. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—berkata kepadanya, "Apakah engkau pernah berdoa atau meminta sesuatu kepada Allah?" Lelaki itu menjawab, "Ya, aku pernah berucap: 'Ya Allah, bila ada azab yang akan Engkau timpakan kepadaku di Akhirat kelak, percepatlah ia menimpaku di dunia’." Mendengar itu, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Subhânallâh! Engkau tidak akan kuat menahannya. Mengapa engkau tidak mengucapkan: 'Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di Akhirat, dan peliharalah kami dari siksa Neraka'?" Beliau lalu mendoakan laki-laki itu, sehingga Allah menyembuhkannya. [HR. Muslim].

Hadits lain diriwayatkan dari Fudhâlah bin `Ubaid—Semoga Allah meridhainya—bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—pernah mendengar seorang laki-laki berdoa dalam shalatnya tanpa memuji Allah dan tanpa membaca shalawat untuk beliau. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—ketika itu bersabda, "Engkau terburu-buru, wahai orang yang shalat." Kemudian beliau mengajari para shahabat. Di lain waktu, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—mendengar seorang laki-laki berdoa dengan memuji Allah serta membaca shalawat. Beliau pun saat itu bersabda, "Berdoalah, niscaya doamu akan dikabulkan. Mintalah, niscaya permintaanmu akan diberi." [HR. An-Nasâ'i. Menurut Al-Albâni: hasan. Diriwayatkan juga oleh Abû Dâwûd dan At-Tirmidzi. Menurut At-Tirmidzi: shahîh. Redaksi ini adalah milik An-Nasâ’i].

Sebuah hadits diriwayatkan pula dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Akan dikabulkan (doa) seseorang dari kalian selama ia tidak tergesa-gesa. (Maksud tergesa-gesa adalah) ia mengatakan: 'Aku sudah berdoa, tapi tidak dikabulkan'." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim. Redaksi milik Al-Bukhâri].

Termasuk Kebaikan Bersegera untuk Urusan Akhirat

Sebuah hadits diriwayatkan dari Sa`ad bin Abi Waqqâsh—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Pelan-pelan itu (dituntut) dalam segala sesuatu, kecuali dalam amalan Akhirat." [HR. Abû Dâwûd. Menurut Al-Albâni: shahîh].

Hadits lain diriwayatkan dari ‘Aisyah—Semoga Allah meridhainya—bahwa ia berkata, "Suatu ketika, ada sebelas orang wanita duduk bersama. Mereka berjanji dan sepakat untuk tidak menyembunyikan informasi apa pun tentang suami mereka. Wanita pertama berkata, 'Suamiku laksana daging unta jantan yang kurus di atas puncak gunung yang terjal. Tidak mudah dilalui sehingga dapat didaki dan tidak pula berdaging sehingga dipindahkan'. Wanita kedua berkata, 'Suamiku, aku tidak ingin menyebarkan informasi tentangnya, karena aku khawatir akan menghabiskan semuanya. Jika aku menyebutkannya, aku hanya bisa menyebutkan aib dan kekurangan (tidak ada yang baik)'. Wanita ketiga berkata, 'Suamiku orang yang berakhlak buruk; jika aku berbicara, aku akan ditalak; dan jika aku diam, aku akan dibiarkan terkatung-katung.'" [HR. Al-Bukhâri dan Muslim].

 

 

 

www.islamweb.net