Keutamaan-keutamaan Al-Quran dan Beberapa Hal yang Terkait Dengannya

28/03/2019| IslamWeb

Segala puji bagi Allah dan shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya (yaitu kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya), sekaligus penjaga (muhaimin) untuk kitab-kitab yang lain itu." [QS. Al-Mâ'idah: 48]

Imam Al-Bukhâri mengatakan bahwa Abdullah ibnu Abbas pernah berkata, "Makna kata 'muhaiman' adalah penjaga. Al-Quran adalah penjaga semua kitab yang diturunkan sebelumnya (agar diketahui mana yang benar dan mana yang salah di dalamnya)."

Berikut beberapa hadits yang mengambarkan keutamaan Al-Quran:

·         Diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Tidak boleh iri kecuali dalam dua perkara: (Pertama), seorang yang Allah ajarkan Al-Quran dan ia membacanya ketika siang dan malam. Tetangganya pun mendengar bacaan itu, lalu berkata, 'Aduhai, seandainya aku diberikan seperti apa yang diberikan kepada si fulan, sehingga aku bisa beramal seperti yang ia amalkan'. (Kedua), seorang yang Allah berikan harta dan ia menginfakkannya di jalan kebenaran. Orang lain berkata, 'Aduhai, seandainya aku diberi seperti yang diberikan kepada si fulan, sehingga aku bisa berbuat seperti yang ia lakukan." [HR. Al-Bukhâri]

·         Diriwayatkan dari Utsman—Semoga Allah meridhainya, bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya." [HR. Al-Bukhâri]. Dalam versi riwayat lain dari Utsman—Semoga Allah meridhainya—disebutkan bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya."

·         Diriwayatkan dari 'Asiyah—Semoga Allah meridhainya—bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Orang yang mahir membaca Al-Quran akan diposisikan bersama para Malaikat yang mulia. Sedangkan orang yang membaca Al-Quran dengan terbata-bata dan kesulitan, akan mendapatkan dua ganjaran pahala." [HR. Muslim]

Di antara keutamaan Al-Quran juga adalah bahwa Malaikat turun ke bumi dan mendengarkan bacaan orang yang membacanya. Dalilnya adalah sebuah hadits shahîh yang diriwayatkan dari Usaid ibnu Hudhair—Semoga Allah meridhainya—bahwa ia bercerita, ketika ia sedang membaca surat Al-Baqarah pada suatu malam, tiba-tiba kudanya yang diikat di dekatnya bergerak berputar-putar. Ia pun menghentikan bacaaannya, dan kudanya ikut diam. Ketika ia membaca lagi, kudanya kembali berputar-putar, sehingga ia putuskan untuk berhenti. Pada saat itu, anaknya yang bernama Yahya berada di dekat kuda tersebut. Ia khawatir kuda tersebut menyakiti anaknya. Saat menarik anaknya, Usaid mengangkat kepala ke langit, ternyata di sana ia melihat seperti ada sebuah bayangan yang berhias benda-benda seperti lampu. (Setelah ia ceritakan peristiwa itu), Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda kepadanya, "Tahukah engkau apa itu?" Usaid berkata, "Tidak." Beliau bersabda, "Itu adalah Malaikat, turun karena suaramu (bacaanmu). Kalau seandainya engkau terus membaca, niscaya ketika pagi manusia akan dapat melihatnya dengan jelas dan tidak tersembunyi dari mereka." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Sebuah hadits juga diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy`ari—Semoga Allah meridhainya, bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda: "Seorang mukmin yang membaca Al-Quran dan mengamalkannya bagaikan buah utruj (buah lezat dari jenis jeruk), rasanya enak dan baunya juga harum. Sedangkan seorang mukmin yang tidak membaca Al-Quran tapi mengamalkannya ibarat kurma; rasanya enak tapi tidak memiliki aroma. Sedangkan orang munafik yang membaca Al-Quran seperti kemangi; baunya harum tapi rasanya pahit. Adapun seorang munafik yang tidak membaca Al-Quran seperti hanzhalah (sejenis labu), rasanya pahit dan menjijikkan, baunya juga busuk." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Disunnahkan bagi kita mendengarkan bacaan Al-Quran, meminta dibacakan kepada orang yang hafal, serta menangis dan mentadaburi maknanya. Dalilnya adalah sebuah hadits shahîh yang diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mas`ûd—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda kepadanya, 'Bacakanlah Al-Quran untukku." Ia jawab, "Wahai Rasulullah, apakah aku pantas membacakannya untuk Anda, padahal ia diturunkan kepada Anda?" Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Aku suka mendengarnya dari orang lain." Lalu Abdullah ibnu Mas'ûd pun membaca surat An-Nisâ', sehingga ketika sampai pada ayat (yang artinya): "Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka." [QS. An-Nisâ': 41], Abdullah mengangkat kepala—dalam suatu riwayat, seseorang menegurnya, lalu ia mengangkat kepala—dan ia melihat air mata Rasulullah bercucuran. [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Ada beberapa surat Al-Quran yang memiliki keistimewaan yang lebih daripada yang lain. Di antaranya adalah surat Al-Fâtihah. Sebuah hadits diriwayatkan dari Abû Sa`îd Ibnul Ma`lâ, bahwa ia berkata, "Pada suatu ketika, aku shalat di mesjid. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—kemudian memanggilku, dan aku tidak menyahut panggilan beliau. Kemudian aku berkata kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, tadi aku sedang shalat'. Beliau bersabda: 'Bukankah Allah berfirman (yang artinya): 'Penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila ia menyeru kalian?' Kemudian beliau bersabda kepadaku, 'Aku akan mengajarkanmu suatu surat yang merupakan surat paling agung di dalam Al-Quran, sebelum engkau keluar dari mesjid ini'. Kemudian beliau menarik tanganku. Ketika kemudian beliau hendak keluar, aku berkata kepada beliau, 'Bukankah Anda mengatakan bahwa Anda akan mengajarkanku sebuah surat yang paling agung di dalam Al-Quran?' Beliau bersabda, '(Surat itu adalah) """ 'Alhamdulillâhirabbil `âlamîn (surat Al-Fâtihah). Ia adalah surat tujuh ayat yang berulang-ulang dan Al-Quran yang agung yang diberikan kepadaku'." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Tentang keutamaan membaca Al-Quran, terutama surat Al-Baqarah dan Âli `Imrân, terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Umâmah Al-Bâhili—Semoga Allah meridhainya—bahwa ia mendengar Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Bacalah Al-Quran, sesungguhnya ia akan datang pada hari Kiamat sebagai penolong bagi pembacanya. Bacalah dua surat yang laksana bintang gemerlap, yaitu Al-Baqarah dan Âli `Imrân. Sesungguhnya kedua surat itu akan datang pada hari Kiamat bagaikan dua gumpalan awan, atau seperti dua kawanan burung yang mengembangkan sayapnya, untuk membela (menaungi) pembacanya. Bacalah surat Al-Baqarah, karena mengambilnya adalah keberkatan, meninggalkannya adalah kerugian, dan ia tidak bisa dikuasai oleh 'bathalah' (tukang sihir)." Mu`âwiyah ibnu Salâm berkata, "Aku diberitahu bahwa yang dimaksud dengan 'bathalah' adalah tukang sihir." [HR. Muslim]

Ayat Kursi adalah ayat yang paling agung dalam Al-Quran. Hal itu sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ubay ibnu Ka`ab, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Wahai Abul Mundzir, tahukah engkau ayat apa yang paling agung di dalam kitab Allah yang ada padamu?" Ubay menjawab, "Allâhu lâ ilâha illâ huwal hayyul qayyûm (Ayat Kursi)." Mendengar itu, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—menepuk dada Ubay, seraya bersabda, "Demi Allah, ilmu membahagiakanmu, wahai Abul Mundzir." [HR. Muslim]

Tentang keutamaan dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Mas`ûd Al-Anshâri, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Barang siapa yang membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah ini pada malam hari, maka cukuplah baginya." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Tentang keutamaan surat Al-Kahf juga terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Abud Dardâ' bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Barang siapa yang hafal sepuluh ayat dari awal surat Al-Kahf, maka ia akan terjaga dari Dajjal." [HR. Muslim]

Tentang keutamaan membaca surat Qul huwallâhu ahad (Al-Ikhlâsh), sebuah hadits diriwayatkan dari Abu Sa`îd Al-Khudri, bahwa seseorang mendengar seorang laki-laki membaca Qul huwallâhu ahad secara berulang-ulang. Pada keesokan harinya, lelaki yang mendengar itu menceritakan perihal tersebut kepada Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam, dengan menganggap remeh surat tersebut. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya ia (surat Qul huwallâhu ahad) menyamai sepertiga Al-Quran." [HR. Al-Bukhâri]

Dalam Shahîh Muslim juga terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abud Dardâ' bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Apakah seseorang dari kalian merasa tidak mampu membaca sepertiga Al-Quran setiap malam?" Para shahabat bertanya, "Bagaimana cara membaca sepertiga Al-Quran setiap malam, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Qul huwallâhu ahad sama dengan sepertiga Al-Quran." [HR. Muslim]

Tentang keutamaan surat Al-Mu`awwidzat (Al-Falaq dan An-Nâs), terdapat sebuah hadits shahîh yang diriwayatkan dari 'Aisyah—Semoga Allah meridhainya—bahwa setiap kali sudah berada tempat tidur di setiap malam (hendak istirahat), Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallamselalu menggabungkan kedua telapat tangan beliau, lalu meniupnya sembari membaca Qul huwallâhu ahad, Qul a`ûdzu bi Rabbil falaq, dan Qul a'ûdzu bi Rabbin Nâs. Kemudian beliau menyapukan tangan beliau ke badan beliau yang bisa beliau jangkau. Beliau memulai dengan mengusap kepala dan wajah beliau, serta bagian depan badan beliau. Beliau melakukannya sebanyak tiga kali. [HR. Al-Bukhâri]

Wallâhu a`lam.

[Penulis: Umar ibnu Abdillah ibnu 'Âtiq Al-Harbi]

 

www.islamweb.net