Hukum Orang Tua yang Tidak Berpuasa, Lalu Membayar Fidyah, Tapi Kemudian Mampu Berpuasa

27-3-2019 | IslamWeb

Pertanyaan:

Ayah saya pernah menderita kanker Kolon (usus besar), kemudian kankernya itu berhasil diangkat melalui operasi, empat hari sebelum Ramadhân. Sekarang, alhamdulillâh, kondisi kesehatannya lebih baik, dan berusaha untuk mulai berpuasa, tetapi belum mampu, apalagi ia juga menderita diabetes, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi. Usianya sekarang sudah melebihi 70 tahun. Apa yang wajib ia lakukan, apakah mengqadha atau membayar fidyah? Terutama karena ia berniat untuk berpuasa pada Ramadhân yang akan datang insyâallâh, tetapi pada saat yang sama, ia tidak mampu mengqadha puasa Ramadhân tahun ini. Apakah boleh ia membayar fidyah saja untuk mengganti puasa tahun ini, tapi kemudian kembali berpuasa pada tahun depan?

Jawaban:

Segala puji bagi Allah. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, beserta keluarga dan para shahabat beliau. Ammâ ba`d.

Kami turut berdoa semoga ayah Anda segera diberikan kesembuhan. Mengenai pertanyaan Anda tentang hukum puasanya, kelihatannya sebab ia tidak mampu berpuasa adalah karena usia ia yang sudah tua dan penyakit-penyakit yang ia derita. Berdasarkan asumsi itu, maka ia tidak wajib mengqadha puas yang ia tinggalkan dan tidak pula wajib untuk berpuasa di masa yang akan datang. ia hanya harus membayar fidyah, yaitu memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari puasa yang ia tinggalkan pada Ramadhân yang lalu dan Ramadhân-Ramadhân yang akan datang. Hal itu hukumnya adalah wajib menurut jumhur ulama, dan sunnah menurut sebagian ulama seperti Madzhab Mâliki.

Ad-Dardîr, seorang ulama Madzhab Mâliki berkata, "Disunnahkan membayar fidyah yang merupakan kafarat kecil, seukuran satu mud untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan, bagi seseorang, yaitu (seperti orang yang sudah tua dan orang yang selalu kehausan), sehingga keduanya tidak pernah mampu berpuasa satu hari pun." Satu mud setara dengan ukuran lebih kurang 750 gram. Dan bentuk makanan yang dibayarkan adalah makanan pokok yang paling dominan di daerah itu.

Jika kemudian Allah menyembuhkan ayah Anda, sehingga kemudian mampu berpuasa, maka ia wajib mengqadha puasa yang telah ia tinggalkan di masa yang telah lalu, menurut pendapat Madzhab Hanafi. Al-Hashkafi, salah seorang ulama Madzhab Hanafi, berkata, "Dan ketika ia mampu (berpuasa), ia wajib mengqadha."

Sedangkan menurut jumhur ulama, ia tidak wajib mengqadha, tetapi wajib berpuasa di masa yang akan datang. Asy-Syirbîni, salah seorang ulama Madzhab Syâfi`i berkata, "Jika orang yang disebutkan itu kemudian mampu berpuasa setelah sebelumnya tidak mampu, maka ia tidak diharuskan mengqadha puasa yang ia tinggalkan tersebut."

Al-Mardâwi, seorang ulama Madzhab Hanbali berkata, "Apabila orang yang tidak sanggup berpuasa membayar fidyah disebabkan ia telah tua atau menderita penyakit yang tidak diharapkan lagi bisa sembuh, lalu setelah itu, ia mampu mengqadha, maka pendapat yang benar adalah bahwa ia sama dengan orang lumpuh yang dihajikan lalu sembuh dari lumpuhnya."

Hukum orang lumpuh dalam Madzhab mereka adalah tidak dibebani kewajiban haji lagi ketika kembali sehat, apabila sebelumnya telah dihajikan oleh orang lain.

Wallâhu a`lam.

www.islamweb.net