Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Sejarah Islam
  5. Tokoh Islam
  6. Ulama

Abû Dâwûd

 Abû Dâwûd

Abû Dâwûd Sulaimân Ibnul Asy`ats ibnu Bisyr ibnu Syadâd ibnu Ishâq As-Sijistâni dilahirkan di sebuah kampung kecil bernama Sijistan, berdekatan dengan daerah Sindh, pada tahun 202 H. Sejak kecil, ia sudah menyukai hadits. Ia bertualang ke berbagai negeri untuk mendengar (baca: mempelajari) hadits dari syaikh-syaikh besar di Syâm, Mesir, Jazirah Arab, Iraq, Khurasan, dan banyak negeri lainnya. Ia berguru kepada tokoh-tokoh besar seperti Ahmad ibnu Hambal, Yahya ibnu Ma`în, Musaddad ibnu Musarhad, Qutaibah ibnu Sa`îd, dan yang lainnya.

Bintang Abû Dâwûd bersinar terang dalam bidang hadits, dan ia pun terkenal dengan ilmu dan amalnya. Bahkan ia sampai menjadi salah satu imam kaum muslimin pada zamannya. Di antara yang meriwayatkan hadits darinya adalah Imam At-Tirmidzi, An-Nasâ'i, dan imam-imam besar lainnya. Abû Dâwûd pergi ke Baghdad, lalu berpindah ke Basrah. Tentang alasan ia pergi ke sana, terdapat sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa pada suatu hari, seseorang mengetuk pintu rumah Abû Dâwûd. Pembantunya kemudian membuka pintu. Ternyata Pangeran Abu Ahmad Al-Muwaffaq, Putra Mahkota khalifah Dinasti Abbasiyah, meminta izin untuk masuk. Abû Dâwûd pun mengizinkannya, lalu Pangeran Abu Ahmad masuk, dan Abû Dâwûd menyambutnya. Abû Dâwûd kemudian bertanya, "Apa gerangan yang membawa Pangeran datang ke sini?" Sang Pangeran menjawab, "Tiga hal:

Pertama, untuk memintamu pindah ke Basrah dan tinggal di sana, agar negeri itu dikunjungi oleh para penuntut ilmu dan kembali makmur setelah hancur dan ditinggalkan orang karena pemberontakan orang-orang Zanji.

Kedua, memintamu untuk meriwayatkan kitab As-Sunan kepada anakku.

Ketiga, memintamu untuk membuat pertemuan khusus untuk anak-anakku. Karena anak-anak khalifah tidak bisa duduk bersandingan dengan anak-anak lain.

Abû Dâwûd berkata, "Untuk yang ketiga tidak bisa, karena semua orang, baik terpandang ataupun tidak, mempunyai derajat yang sama di hadapan ilmu."

Kitab As-Sunan karya Abû Dâwûd yang dikenal dengan Sunan Abî Dâwûd merupakan kitab yang mendapat pujian dari para ulama. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa pada suatu ketika, kitab ini dibacakan di hadapan Ibnul A`râbi. Ia kemudian menunjuk kitab ini yang ketika itu ada di hadapannya, seraya berkata, "Kalau seandainya seseorang tidak mempunyai ilmu kecuali tentang isi Al-Quran dan kitab ini, maka ia tidak butuh lagi kepada ilmu yang lain." Kitab ini memuat sekitar 4.800 hadits yang dipilih oleh Abû Dâwûd dari lebih kurang 500.000 hadits Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam.

Abû Dâwûd berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, sangat antusias mengamalkannya, dan rajin menjelaskan urgensinya kepada orang lain agar mereka juga termotivasi untuk mengamalkannya. Abû Dâwûd meniti jalan yang serupa dengan jalan para shahabat dalam mengamalkan dan mengikuti sunnah Nabi, serta meninggalkan semua perkara yang menimbulkan perpecahan di tengah kaum muslimin.

Abû Dâwûd meninggal dalam usia 73 tahun. Usianya ia persembahkan untuk mendedikasikan diri terhadap sunnah Nabi yang suci. Ia meninggalkan untuk kaum muslimin seorang anak yang mirip dengannya dalam banyak sifat, yaitu Al-Hâfizh Abû Bakar Abdullah ibnu Abî Dâwûd, seorang murid yang cerdas bagi orang tuanya itu. Ia ikut bersama bapaknya belajar kepada guru-gurunya yang ada di Mesir dan Syam. Ia juga mempelajari hadits dari ulama-ulama besar Baghdad, Khurasan, Isfahan, Sijistan, dan Syairaz, sehingga ia pun menjadi seorang ulama dan faqih. Ia mengarang kitab yang bernama Al-Mashâbîh.

Semoga Allah merahmati Abû Dâwûd dan membalasnya dengan kebaikan atas upaya yang telah ia lakukan terhadap Islam. Ia benar-benar telah menjadi sebuah benteng kokoh bagi sunnah Nabi.

[Sumber: Ensiklopedia Keluarga Muslim]

Artikel Terkait