Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. ADAB ISLAM
  4. Adab Kepada Orang Lain

Ketika Syaikh 'Utsaimin Dicela

Ketika Syaikh

Suadaraku…

Masih banyak pemuda yang memiliki nilai kebaikan di dalam hati mereka, dan selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah semampu mereka. Namun sayang, mereka melupakan salah satu pintu agung untuk mendapatkan kebaikan dan pahala.

Di samping itu, banyak juga pemuda yang taat beragama, serta mampu melepaskan diri dari belenggu syahwat, syubhat, dan maksiat, tetapi mereka meyakini bahwa tugas memasuki pintu ini hanyalah berlaku bagi para ulama dan dai saja. Itulah yang menyebabkan mereka masuk ke pintu itu dengan malu-malu.

Tahukah Anda, pintu apa yang dimaksud?

Pintu itu adalah pintu dakwah menyerukan agama Allah.

Pintu mulia ini merupakan satu di antara sekian banyak pintu kebaikan dan sarana mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam. Ia adalah pintu yang menjanjikan kebaikan yang melimpah-limpah bagi orang yang memasukinya. Ia adalah pintu para nabi dan orang-orang yang mengikuti manhaj mereka sampai hari Kiamat. Dakwah mengajak kepada agama Allah merupakan tugas utama para nabi di dunia. Oleh karena itu, sebagian orang menyangka bahwa mereka tidak pantas untuk berkecimpung di dalamnya, sehingga mereka lebih memilih untuk tidak ikut serta membangun Agama ini.

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda, "Barang siapa mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala seperti pahala yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun."

Coba Anda bayangkan, jika ada seorang hamba Allah yang mendapat hidayah di tangan Anda, lalu ia menjadi hamba yang taat kepada Allah, maka anda juga akan mendapatkan pahala seperti yang ia dapatkan dari semua amalan yang dilakukannya. Misalnya, apabila ia shalat zhuhur, maka seakan-akan Anda telah melaksanakan shalat zhuhur dua kali. Apabila ia menginfakkan hartanya, maka seolah-olah Anda juga telah berinfak. Apabila ia melaksanakan puasa Arafah, maka dosa-dosa Anda juga ikut diampuni karenanya. Begitu juga dengan amalan-amalannya yang lain.

Oleh karena itulah Ibnul Qayyim—Semoga Allah merahmatinya—berkata di dalam kitabnya "Miftâhud Dâris Sa'âdah", "Dakwah kepada agama Allah merupakan sebaik-baik aktivitas seorang hamba."

Bagaimana tidak, sedangkan Anda mendapatkan semua pahala itu karenanya. Bagaimana tidak, sedangkan Anda menjalankan tugas para nabi dan rasul. Bagaimana tidak, sedangkan Anda berusaha menyelamatkan manusia dari tipu daya Syetan yang terkutuk.

Bagaimana tidak, sedangkan Anda berusaha memerangi musuh-musuh Alah, para pembantu Syetan di dunia, serta orang-orang yang orientasinya hanya merusak semua orang.

Ketahuilah saudaraku, bahwa dakwah kepada agama Allah tidak bisa dijalani kecuali oleh orang-orang yang telah dipilih Allah untuk menjadi tentara-tentara-Nya yang ikhlas. Oleh karena itu, tidak semua orang diperbolehkan untuk masuk ke dalam pintu ini, sebab tugas para nabi bukanlah tugas yang mudah dan ringan.

Dan ketahuilah juga wahai saudaraku, bahwa bagaimana pun tingginya kedudukan dan ilmu yang dicapai oleh seorang muslim, ia tetap tidak pantas untuk menghindar dari aktivitas dakwah kepada agama Allah. Sebaliknya, ia harus semakin merasa kasih dan sayang kepada para hamba Allah, serta selalu berusaha mengajak mereka kepada hidayah Allah.

Dalam tulisan ini, penulis akan memaparkan sebuah contoh luar biasa yang diperlihatkan oleh seorang ulama besar, Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-'Utsaimin, dalam hal antusiasme beliau berdakwah di jalan Allah:

Dalam sebuah ibadah Umrah, Syaikh 'Utsaimin berangkat bersama beberapa orang sahabat beliau. Mereka semua tinggal di dalam satu rumah. Ketika mereka kembali dari Masjidil Haram, Syaikh bersama rombongan melewati sekelompok pemuda yang sedang bermain bola. Lalu beliau berdiri di hadapan mereka untuk menasihati dan mengajak mereka melaksanakan shalat. Namun para pemuda itu malah merespon dengan ketidakpedulian dan olok-olok. Kemudian Syaikh meminta para sahabat beliau untuk pulang ke rumah, dan beliau sendiri tetap menasihati para pemuda itu sendirian.

Syaikh tetap ingin mewujudkan apa yang beliau inginkan. Tatkala para pemuda itu melihat Syaikh bersikeras untuk tetap di sana agar mereka pergi shalat bersamanya, salah seorang di antara mereka mencaci beliau dengan cacian yang sangat tajam. Ia melakukan itu agar Syaikh ini pergi meninggalkan mereka, sementara mereka—tentunya—tidak mengetahui bahwa beliau adalah Syaikh 'Utsaimin.

Lantas Syaikh 'Utsaimin tersenyum. Beliau tetap bersikukuh untuk tetap di sana sampai mereka shalat, dan pemuda yang mencaci beliau itu ikut bersama beliau. Kemudian beliau duduk di atas batu di dekat mereka, bersikeras mempertahankan sikap beliau.

Para pemuda itu akhirnya merasa kasihan melihat Syaikh yang sudah beruban ini dicela oleh teman mereka. Lalu mereka meminta si pencela—karena melihat Syaikh ini masih tetap di sana—untuk menemani beliau. Maksud mereka adalah untuk menyenangkan hati orang tua ini dengan menuruti keinginannya.

Akhirnya, pemuda yang mencela itu pergi bersama Syaikh. Ketika mereka masuk rumah, Syaikh meminta izin sejenak. Salah seorang yang ada di sana bertanya kepada pemuda itu, "Apakah engkau sudah lama kenal dengan Syaikh 'Utsaimin?" Mendengar itu, si pemuda hampir saja pingsan, laksana dikejutkan oleh suara petir.

"Apa katamu? Siapa Syaikh itu?", ujarnya keheranan. "Beliau adalah Syaikh Utsaimin. Tidakkah engkau mengenal beliau??", jawab orang itu.

Si pemuda itu akhirnya merasa sangat tersentuh oleh kejadian yang dialaminya, dan ia pun menangis. Ketika Syaikh 'Utsaimin menghampirinya, ia langsung mencium kening sang Syaikh, dan meminta maaf kepada beliau.

Tentu saja Syaikh memaafkannya, karena sebelum itu pun beliau telah bersabar menghadapinya, walaupun ia mencaci dan memaki beliau. Kemudian Syaikh mengajarkannya berwudhuk dan shalat. Akhirnya, pemuda ini menjadi orang yang taat beragama di tangan beliau.

Lihatlah semangat dan antusiasme yang ditunjukkan oleh Syaikh 'Utsaimin ini dalam berdakwah. Itulah bentuk kesabaran dari seorang imam—Semoga Allah merahmatinya.

Sekarang, tanyakanlah kepada diri Anda, "Sudah seberapa yang saya perbuat untuk dakwah menyerukan ajaran Allah???"

[Sumber: www.islammemo.cc]

Artikel Terkait