Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Ringkasan Ajaran Islam

Di atas Puncak Gunung

Di atas Puncak Gunung

Oleh: Dr. Muhammad Al-'Arîfi

Bismillâhirrahmânirrahîm.

Ini adalah perjalanan bersama sekelompok orang-orang shalih…

Orang-orang yang berlomba melakukan amal ketaatan dan berpacu dalam kebaikan…

Ya, bersama orang-orang yang bersegera untuk menggapai ampunan dan Surga dari Tuhan mereka…

Ini adalah berita tentang suatu komunitas yang tidak pernah takut mendaki gunung-gunung kesulitan. Mereka lepaskan belenggu dari leher mereka, dan mereka rindu bertemu dengan Dzat Yang Mahamulia…

Komunitas ini berisi kaum lelaki dan kaum wanita. Mereka mendaki tinggi hingga ke puncak gunung kemuliaan…

Tidak ada satu godaan kenikmatan pun yang mampu menghalangi mereka untuk mendekat kepada Tuhan mereka. Mereka tidak pernah dilalaikan oleh syahwat dalam menjalankan ajaran Agama…

Allah pun mencintai mereka, menuntun mereka untuk dekat kepada-Nya, meninggikan derajat mereka, dan memberikan semua yang mereka inginkan…

Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. Maka apakah orang yang beriman sama seperti orang yang fasik (kafir)? Mereka tidaklah sama." [QS. As-Sajdah: 17-18]

Ya, demi Allah, mereka tidaklah sama…

Tidaklah sama orang-orang yang menjadikan malam untuk qiyâmullail dan siang untuk berpuasa dengan orang-orang yang menjadikan malamnya dipenuhi dengan musik-musik dan di siang hari laksana binatang ternak. Mereka tidaklah sama…

Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, maka bagi mereka Surga-surga tempat kediaman, sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir), maka tempat mereka adalah Neraka. Setiap kali mereka hendak ke luar darinya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: 'Rasakanlah siksa Neraka yang dahulu kalian dustakan'." [QS. As-Sajdah: 19-20]

Apabila Anda ingin melihat bagaimana keadaan orang-orang yang bertakwa, mari ikut bersama saya, jika Anda mau. Mari melihat kota Madinah, empat belas abad silam.

Lihatlah kondisi orang-orang miskin di kota itu. Lihatlah kondisi Abu Hurairah dan Salman. Lihatlah Abu Dzar dan Bilal. Mereka datang menemui Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—untuk mengadukan keadaan orang-orang kaya.

Aneh, orang-orang miskin itu mengadukan kondisi orang-orang kaya!!! Kenapa mereka mengadu? Apakah karena makanan orang-orang kaya lebih enak daripada makanan mereka? Atau apakah karena pakaian orang-orang kaya lebih halus daripada pakaian mereka? Atau apakah karena rumah orang-orang kaya lebih bagus daripada rumah mereka?

Tidak, tidak itu yang mereka kadukan. Mereka tidak pernah berlomba-lomba untuk hal seperti itu.

Mereka datang menemui Rasulullah, lalu duduk di hadapan beliau, seraya berkata, "Wahai Rasulullah, kami datang untuk mengadukan kondisi orang-orang kaya…" Rasulullah menjawab, "Kenapa?" Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, orang-orang kaya bisa mendapatkan pahala yang banyak dan meraih kedudukan yang tinggi. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, dan berpuasa sebagaimana kami puasa, namun mereka mempunyai kelebihan harta untuk bersedekah, sementara kami tidak ada yang bisa kami sedekahkan."

Mendengar itu, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Maukah aku tunjukkan kepada kalian suatu hal yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan mendahului orang-orang yang di depan kalian, dan kalian tidak akan bisa dikejar oleh orang-orang yang di belakang kalian?" Mereka pun menjawab, "Iya, mau." Rasulullah bersabda, "Setelah shalat, bacalah tasbih sebanyak 33 kali, tahmid sebanyak 33 kali, dan takbir sebanyak 33 kali. Jika kalian mengerjakan itu, kalian akan mendahului orang-orang yang di depan kalian, dan tidak akan bisa dikejar oleh orang-orang di belakang kalian?"

Orang-orang miskin itu pun begitu bahagia dengan berita tersebut. Setelah shalat selesai, suara tasbih, tahmid, dan takbir pun menggema di udara. Orang-orang kaya menoleh, ternyata suara itu bersumber dari mulut orang-orang miskin itu. Mereka pun bertanya tentang penyebab mengapa mereka melakukan itu. Orang-orang miskin itu lalu mengabarkan tentang amalan yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Mendengar itu, orang-orang kaya pun tidak mau ketinggalan, segera berlomba melakukan hal yang sama! Iya, Abu Bakar langsung bertasbih, Abdurrahman ibnu `Auf juga bertasbih, dan Zubair juga ikut bertasbih.

Orang-orang miskin kembali menemui Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam, lalu berkata, "Orang-orang kaya telah mendengarkan apa yang telah engkau ajarkan, lalu mereka juga ikut mengamalkannya. Karena itu, ajarkanlah kepada kami amalan yang lain." Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—pun bersabda, "Itu adalah keutamaan dari Allah yang Dia berikan kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya." [HR. Ibnu Hibbân dan Ibnu Khuzaimah]

Ya, Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—telah berfirman (yang artinya): "Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan baik dan berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami." [QS. Al-Anbiyâ': 90]

Inilah salah satu puncak gunung kemuliaan itu. Semua orang yang telah mencapai puncak itu berhak mendapatkan berita gembira akan menempati "Surga dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi, di sisi Tuhan Yang Maha Berkuasa." [QS. Al-Qamar: 54-55]

Oleh: DR. Muhammad Al-`Arîfi

[Dikutip dari ceramahnya yang berjudul "Puncak-Puncak Gunung"]

Artikel Terkait