Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. MENSUCIKAN JIWA
  4. Muslim Idial

Bagaimana Mendapatkan Penampilan yang Menarik?

Bagaimana Mendapatkan Penampilan yang Menarik?

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Pada makalah sebelumnya, kita telah berbicara tentang penampilan yang menarik dan keutamaannya. Pada makalah ini, kita akan membahas faktor-faktor terpenting yang dapat membantu terwujudnya penampilan yang menarik tersebut. Di antaranya adalah:

Pertama: Menghias hati dengan keikhlasan karena Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ, serta membersihkannya dari hal-hal yang dibenci oleh Allah.

Ini sebenarnya adalah dasar dari usaha mewujudkan penampilan yang menarik secara zahir. Mau tidak mau, apa yang tersimpan di dalam batin seorang hamba akan tercermin dalam penampilan lahiriahnya. Sebuah ungkapan mengatakan: "Tidaklah seorang hamba menyembunyikan sesuatu melainkan Allah akan memperlihatkan hal itu dalam pakaian zahirnya. Jika baik, maka baik pula yang terlihat, dan jika jelek, akan jelek pula ia terlihat."

Jadi, tidak ada jalan untuk dapat memperbaiki penampilan fisik tanpa memperbaiki hati. Boleh jadi inilah makna perkataan sebagian ulama: "Perlihatkanlah tampilan kepribadian di malam hari, karena itu lebih mulia daripada menampilkannya di siang hari, karena memperlihatkan penampilan di siang hari lebih dominan disebabkan oleh keinginan dilihat oleh manusia. Sedangkan di malam hari, biasanya dilakukan karena Allah."

Salah satu perhiasan yang paling indah serta potensial melahirkan penampilan yang menarik adalah takwa kepada Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ. Karena pada dasarnya, takwa adalah amalan hati yang akan tercermin pada anggota tubuh. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—telah menjelaskan kepada para hamba-Nya makna pakaian yang paling indah dalam firman-Nya (yang artinya): "Wahai anak cucu Adam, sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi aurat kalian dan sebagai perhiasan bagi kalian. Tetapi pakain takwa itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat." [QS. Al-A`râf: 26]

Kedua: Konsisten melakukan amal shalih dan menjaga anggota tubuh dari melakukan hal-hal yang dilarang Agama.

Di antara perhiasan yang paling indah bagi seorang hamba adalah menjalankan kewajiban-kewajiban yang Allah berikan dan mengiringinya dengan amalan-amalan sunnah, serta menjaga anggota badan agar tidak melakukan perbuatan maksiat dan hal-hal yang dilarang oleh AllahSubhânahu wa Ta`âlâ. Dan sedapat mungkin membatasi diri dari hal-hal yang bersifat fudhûl (tidak asasi), yaitu yang berlebih dari kebutuhan.

Di antara anggota tubuh yang paling penting untuk diperhatikan adalah lidah. Oleh karena itu, RasulullahShallallâhu `alaihi wasallambersabda, "Siapa yang beriman pada Allah dan hari Akhir hendaklah ia berbicara yang baik-baik atau diam."

Orang-orang shalih berpendapat bahwa banyak berbicara akan mengikis wibawa seseorang. Yahya ibnu Abi Katsir—Semoga Allah merahmatinya—pernah berkata, "Dua hal yang jika Anda temukan pada diri seseorang, ketahuilah bahwa di baliknya pasti tersimpan hal-hal yang baik, yaitu kemampuannya menahan lidahnya dan menjaga shalatnya."

Selain itu, seorang mukmin harus senantiasa menjaga pandangannya agar terhindar dari apa yang diharamkan oleh AllahSubhânahu wa Ta`âlâ. Singkatnya, ia akan selalu menjaga seluruh anggota tubuhnya dari melakukan hal-hal yang dilarang Agama. Karena ia yakin bahwa di Akhirat kelak, anggota tubuhnya akan menjadi saksi atas apa yang telah ia perbuat. Mereka akan bersaksi di hadapan Allah yang maha mengetahui segala yang tersembunyi.

Ketiga: Menghiasi penampilan fisik dengan mengikuti sunnah Nabi. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk RasulullahShallallâhu `alaihi wasallam. Dan salah satu bentuk usaha meneladani beliau adalah mengikuti petunjuk dan Sunnah beliau dalam penampilan fisik, seperti memelihara jenggot, mencukur kumis, memakai pakaian putih, serta memperhatikan kebersihan pakaian tanpa berlebih-lebihan, sombong, dan angkuh.

Dalam konteks ini, mari kita dengarkan wasiat dari Al-`Allâmah Bakar ibnu Abdullah Abu Zaid—Semoga Allah merahmatinya—ketika ia berkata:

"Janganlah terus menenggelamkan diri dalam kesenangan dan kemewahan, karena kesederhanaan adalah sebagian dari iman. Dan ambilah wasiat Amirul Mukminin Umar ibnul Khaththâb—Semoga Allah meridhainya: 'Hindarilah kesenangan hidup dan pakaian mewah. Dan biasakanlah hidup keras dan susah!' Karena itu, hindarilah tipuan zaman, karena itu akan melemahkan jiwa, mengendurkan kerja syaraf, dan membelenggumu ke dalam keraguan. Ketika orang-orang yang bersungguh-sungguh telah mencapai tujuannya, engkau masih berada di tempatmu dan tidak beranjak sedikit pun. Engkau disibukkan dengan memperlicin pakaianmu, walaupun itu tidak diharamkan atau makruh, namun bukanlah merupakan kebiasaan yang baik. Perhiasan fisik seperti pakaian merupakan bukti dari kecenderungan seseorang pada, bahkan menjadi bukti siapa dirinya sebenarnya. Bukankah pakaian tidak lebih merupakan ungkapan dari pribadi seseorang?

Hati-hatilah dalam berpakaian. Karena ia menggambarkan siapa dirimu, kecenderunganmu, dan minatmu. Oleh karena itu, dikatakan: 'Perhiasan fisik menunjukkan kecenderungan batin seseorang'. Dan orang-orang akan menggolongkanmu sesuai dengan apa yang engkau pakai. Bahkan bagaimana cara memakai pakaian bisa memberikan nilai apakah engkau termasuk orang yang tegas dan bijaksana, atau berlagak tua dan apa adanya, ataukah suka bersenang-senang dan suka dipuji?

Pakailah pakaian yang menghiasimu, bukan pakaian yang mempermalukanmu. Jangan membuat orang berbicara buruk tentangmu atau mengejekmu. Jika bentuk pakaianmu dan cara engkau memakainya sejalan dengan kemuliaan ilmu Syariat yang engkau bawa, maka itu akan lebih membuatmu dihormati, membuat ilmumu lebih bermanfaat, bahkan jika niatmu baik, itu akan menjadi ibadah untuk mendekatkan diri pada Allah, karena ia bisa menjadi perantara sampainya hidayah Allah kepada makhluknya.

Dalam sebuah atsar disebutkan bahwa Amirul Mukminin, Umar ibnul Kaththâb berkata 'Aku lebih senang melihat seorang qari' yang berpakaian putih'. Maksudnya adalah agar orang-orang memandang hormat kepadanya, sehingga akhirnya juga mengagungkan kebenaran yang ia bawa.

Manusia ibarat sekelompok merpati, seperti yang disebutkan oleh Syaikhul Islâm, Ibnu Taimiyah. Mereka suka saling meniru antar sesamanya. Karena itu, jauhilah pakaian yang penuh gaya. Adapun pakaian ala barat, tentu engkau tidak ragu lagi tentang hukumnya. Tapi bukan maksudnya menyuruhmu untuk berpakaian lusuh penuh tambalan. Yang diinginkan adalah kesederhanaan dalam berbusana sesuai dengan tuntunan Syariat, sehingga mencirikan kepribadian yang shalih dan berakhlak."

Berhati-hatilah, jangan sampai Anda ikut-ikutan dengan model pakaian orang-orang kafir, karena itu bukan merupakan ciri orang yang shalih dan bukan pula sikap orang muslim. Dalam sebuah hadits disebutkan: "Siapa yang menyerupai sebuah kaum berarti ia termasuk golongan mereka."

Keempat: Bergaul dengan orang yang memilki kepribadian yang baik. Bergaul dengan para ulama dan orang-orang shalih akan membuat kita dapat mencontoh penampilan, cara hidup, dan akhlak mereka. Para shahabat bergaul dengan NabiShallallâhu `alaihi wasallam—sambil mengambil faedah dari gerak-gerik dan ucapan beliau. Mereka berusaha meniru cara hidup dan penampilan beliau. Begitu juga orang-orang sesudah mereka, biasa bertanya tentang siapakah yang paling mirip cara hidup dan penampilannya dengan Rasulullah, agar mereka bisa pula menirunya.

Hal itu misalnya dapat dilihat dalam sebuah riwayat, bahwa Abdurrahman ibnu Zaid—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Aku pernah bertanya kepada Hudzaifah, 'Siapakah shahabat yang mirip kepribadian, penampilan, dan gerak-geriknya dengan Rasulullah sehingga kami bisa menirunya?' Ia menjawab, 'Kami tidak mengetahui ada orang yang lebih menyerupai kepribadian dan gerak-gerik Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—melebihi Ibnu Ummi 'Abd (Ibnu Mas`ud), sampai-sampai ia pun akhirnya bersembunyi di balik dinding rumahnya. Dan semua shahabat Nabi—Semoga Allah meridhai mereka—mengetahui bahwa Ibnu Ummi 'Abd-lah yang paling dekat dengan Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—di antara mereka'."

Dan boleh jadi karena faktor inilah 'Alqamah—Semoga Allah merahmatinya—begitu antusias bersahabat dengan Ibnu Mas`ud Semoga Allah meridhainya. Adz-Dzahabi menyebutkan dalam kitab Siyar bahwa `Alqamah terus bergaul dekat dengan Ibnu Mas`ud sehingga ia menjadi tokoh besar dalam hal ilmu dan amal. Para ulama belajar darinya, dan namanya pun menjadi demikian terkenal. Cara hidup dan gerak-geriknya menyerupai Ibnu Mas`ud—Semoga Allah meridhainya.

Kita berdoa semoga Allah memberi kita penampilan yang menarik dan menghiasi kita dengan iman. Semoga Allah menjadikan apa yang tersembunyi di hati kita lebih baik daripada apa yang terlihat dari diri kita. Semoga Allah menutupi aib-aib kita di dunia dan Akhirat. Walhamdulillâhi Rabbil `âlamîn.

Artikel Terkait