Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Iman
  5. Takdir dan Ilmu Allah

Fase Janin

Fase Janin

Fase janin merupakan umur pertama manusia di dalam rahim ibunya. Fase yang membentang selama lebih kurang 280 hari ini merupakan saat-saat paling rentan dalam hidup manusia. Masa-masa ini dimulai semenjak formulasi nol, yaitu saat pembuahan. Bersamaan dengan permulaan fase ini, berpindahlah manusia yang awalnya sekedar makhluk bersel satu di tubuh ayah dan ibunya menjadi makhluk sempurna dalam bentuk terbaik.

Pertumbuhan janin pada fase ini sangat cepat, sehingga fase ini disebut sebagai fase pertumbuhan tercepat dan paling urgen. Titik urgensinya terletak pada hal-hal berikut:

1. Fase janin adalah saat-saat mengidentifikasi karakter genetik manusia, yaitu sel-sel pembentuk yang akan menjadi formula pertumbuhan berikutnya;

2. Kondisi yang kondusif di dalam tubuh ibu dapat membantu pertumbuhan karakter genetik itu, sementara kondisi yang tidak kondusif akan menghambat pertumbuhannya, dan bisa jadi juga menghambat pertumbuhan fase berikutnya;

3. Pada fase ini, terjadi proses pertumbuhan relatif paling besar dalam kehidupan manusia, tidak tertandingi oleh fase yang lain. Rata-rata kecepatannya juga sangat tinggi dan tidak kita temukan pada fase pertumbuhan yang lain.

Fase janin dalam pandangan Islam terbagi menjadi lima tahap: tahap nuthfah (mani), tahap 'alaqah (embrio), tahap mudhgah, tahap pembentukan tulang dan otot, dan tahap penyempurnaan ciptaan. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air nuthfah (air mani) yang disimpan pada tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan 'alaqah (segumpal darah), lalu segumpal darah itu Kami jadikan mudhghah (segumpal daging), dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta yang paling baik." [QS. Al-Mu'minûn: 12-14]

Nuthfah: adalah sel jantan atau sel betina yang memiliki karakteristik khusus, berbeda dengan sel-sel badan manusia lainnya. Ia adalah sel pertama yang darinya dimulai kehidupan individu manusia.

Nuthfah Amsyâj (sperma gamet): Setelah proses pembuahan, air mani disebut dengan nama ini (Nuthfah Amsyâj). Sel ini terdiri dari 46 kromosom, panjangnya tidak kebih dari 1/10 mm., beratnya tidak lebih dari 1 mg., dan dikelilingi oleh cairan.

Kemudian Nuthfah Amsyâj ini membelah diri menjadi dua sel, kemudian empat sel, kemudian delapan sel, dan seterusnya. Tiga hari pertama dari proses pembuahan, Nuthfah Amsyâj ini membelah diri sampai menjadi 16 sel, dan bentuknya mirip seperti buah Murbei atau Strawbery. Nuthfah Amsyâj ini berpindah menuju rahim melalui saluran tuba falopi, lalu melekat di dindingnya dan mendapatkan makanannya dari sana. Di dalam rahim, ia berubah bentuk menjadi bulatan embrio.

Tahap 'Alaqah (embrio): adalah tahap di mana bakal janin menggantung di dinding rahim. Plasenta mulai membentuk diri, kemudian mulailah proses suplai makanan kepada embrio. Janin hidup dalam tahap ini di dalam ruang cairan, menggantung di rahim ibu dengan tali pusar. Tahap 'alaqah ini berlangsung selama satu minggu. Pada masa-masa ini lahirlah hormon yang mencegah terjadinya siklus haid pada ibu, kemudian hormon itu didistribusikan ke seluruh badan, dan akan tampak pada urin.

Tahap Mudhgah: Perubahan menjadi mudhgah (gumpalan daging) terjadi setelah dua minggu masa kehamilan. Saat itu, terbentuk sekumpulan rongga sel-sel, akibat aktivitas internal pertama. Kemudian tampaklah apa yang disebut sebagai rongga-rongga badan yang mulai muncul setelah tiga minggu kehamilan.

Dengan berakhirnya bulan pertama kehamilan (usia janin), rongga-rongga ini akan membentuk tiga lapisan:

- Lapisan luar: darinya akan tumbuh kulit, organ-organ indrawi, dan sistem saraf;

- Lapisan dalam: darinya akan tumbuh organ tubuh bagian dalam (organ pencernaan dan organ pernafasan);

- Lapisan tengah: darinya akan tumbuh organ-organ pembuangan dan otot-otot;

Tahap mudhgah ini berakhir pada akhir minggu keenam kehamilan. Pada akhir minggu ini, bentuk janin mirip seperti daging yang dikunyah (Mudhgah secara bahasa berarti daging kunyahan).

Tahap Mudhgah Mukhallaqah (embrio sintetik): Pertumbuhan terjadi dengan sangat cepat, di mana kepala, otak, dan saraf tulang belakang mulai terbentuk. Setelah itu, terbentuklah jantung dan pembuluh darah. Pada minggu keempat, jantung mulai berdenyut untuk memompa darah melalui arteri dan pembulu-pembuluh kecil di dalam embrio. Kemudian terbentuklah dua mata, dua telinga, hidung, dan mulut.

Pada minggu kelima, terbentuklah anggota tubuh bagian atas dan bawah. Pada bulan kedua ini, janin mulai berubah menjadi bentuk manusia, di mana dua mata dan otak terus tumbuh. Pada akhir fase ini, panjang embrio mencapai 2,5 cm., dan beratnya 14 g.

Tahap Pembentukan Tulang dan Otot: Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging." [QS. Al-Mu'minûn: 14]. Pada fase perkembangan ini, lapisan tengah semakin memadat dalam bentuk rongga-rongga badan, dan terbagi menjadi dua bagian: Pertama,

bagian tengah-dalam yang nantinya akan berubah menjadi kerangka badan. Kedua,

bagian sisi-luar yang tersusun dari otot-otot rangka.

Tahap Penyempurnaan Ciptaan: Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain." [QS. Al-Mu'minûn: 14]. Para ulama Tafsir sepakat bahwa yang dimaksud oleh ayat di atas adalah fase peniupan ruh ke dalam janin. Tahap ini dimulai pada permulaan bulan keempat kehamilan, dan memanjang sampai waktu kelahiran.

Pada akhir bulan ketiga, jenis kelamin janin akan muncul. Janin pun mulai bergerak di dalam rahim. Fase ini bagi kehidupan janin merupakan bagian kedua dari umurnya.

Pada waktu berumur 16 minggu, panjang janin berkisar antara 20-25 inci, dan beratnya 200 gram. Ia memiliki aktivitas gerak sampai pada kemampuan menghisap jarinya, bahkan gerakan-gerakan yang lebih agresif, seperti menendang. Dokter sudah bisa mendengar detakan jantungnya.

Pada akhir bulan keempat, janin sudah memiliki bentuk manusia yang sempurna, akan tetapi ia belum bisa hidup di luar rahim. Pada minggu keduapuluh, kelenjar-kelenjar teroid janin semakin aktif, detak jantungnya semakin kuat, panjang janin dapat mencapai 30 cm., dan beratnya sekitar 400-500 gram. Saat itu, janin sudah mampu membuka dan menutup kelopak matanya. Ia juga sudah bisa mendengar. Pada bulan keenam, panjangnya mencapai 37 cm., dan beratnya 750 gram. Dan pada akhir bulan kesembilan, panjangnya mencapai 50 cm., dan beratnya kurang lebih 3 kg. Pada saat itu, janin telah siap untuk keluar dari rahim menuju alam luar.

Itulah iafase mukjizat yang disebutkan oleh Al-Quran sejak 14 abad silam. Ilmu pengetahuan modern belum dapat menemukan sebagian rahasia itu kecuali baru-baru ini. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Hai manusia, jika kalian dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kalian dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, untuk Kami jelaskan kepada kalian, dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan." [QS. Al-Hajj: 5]

Laki-laki atau Perempuan?

Allah—Subhânahu wata`âlâ—memberikan nikmat-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Allah memberikan anak laki-laki kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan memberikan anak perempuan kepada orang yang dikehendaki-Nya pula. Allah juga mentakdirkan kemandulan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Semua itu tentunya mengandung hikmah yang tidak diketahui kecuali oleh-Nya.

Tidak diragukan lagi, bahwa jenis kelamin bayi, laki-laki atau perempuan, kembali kepada kehendak Allah—Subhânahu wata`âlâ. Sesuai dengan firman-Nya (yang artinya): "Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Mahakuasa." [QS. Asy-Syûrâ: 49-50]

Allah—Subhânahu wata`âlâ—lah yang maha memberi. Karena itu, seorang mukmin sejati harus selalu ridha dan merasa puas menerima takdir Allah, karena Allah—Subhânahu wata`âlâ—akan memilihkan yang baik untuk menusia. Sebagaimana firman-Nya (yang artinya): "Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian, dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian; Allah mengetahui, sedang kalian tidak mengetahui." [QS. Al-Baqarah: 216]

Allah—Subhânahu wata`âlâ—juga mencela orang-orang yang tidak ridha terhadap takdir-Nya, sebagaimana tercantum dalam firman-Nya (yang artinya): "Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan ia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan (merasa) buruknya berita yang disampaikan kepadanya. (Ia berpikir) apakah iaakan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, betapa buruknya apa yang mereka tetapkan itu." [QS. An-Nahl: 58-59]

Ada sebuah kisah unik tentang hal ini. Dahulu, ada seorang gubernur Arab yang bernama Abu Hamzah menikahi seorang perempuan, dan ia sangat ingin istrinya melahirkan anak laki-laki. Namun ternyata istrinya melahirkan anak perempuan. Ia pun meninggalkan rumahnya dan tinggal di rumah yang lain. Setahun kemudian, ia lewat di depan rumah istrinya itu dan mendengar sang istri sedang menghibur anaknya dengan melantunkan sebuah syair:

Mengapa Abu Hamzah tak pernah mendatangi kita

Dan selalu berada di rumah yang berada dekat kita

Marahkah ia karena aku tidak melahirkan anak laki-laki untuknya

Demi Allah hal itu bukanlah terletak di tangan kita

Kita hanya mengambil apa yang diberikan kepada kita

Akhirnya, laki-laki itu kembali kepada istrinya, setelah sang istri memberinya sebuah pelajaran tentang keimanan, keridhaan (atas takdir Allah), dan keyakinan yang kokoh. Ia pun mengecup kepala istri dan anaknya, serta merasa ridha menerima pemberian dan takdir Allah—Subhânahu wata`âlâ.

Ahmad Syauqi pernah menjelaskan keutamaan anak perempuan dalam perkataannya: "Sesungguhnya anak perempuan adalah gudang berisi rahmat, cinta yang tulus, dan kesetiaan."

Kedokteran modern telah membuktikan bahwa seorang istri sama sekali tidak memiliki andil dalam menentukan jenis kelamin anak. Sebagaimana diketahui, bahwa seluruh sel telur (ovum) yang dipancarkan oleh perempuan hanya memiliki satu jenis kromosom saja yang ditandai dengan huruf (X). Sementara sperma yang ada pada laki-laki memiliki dua jenis kromosom; pertama jantan yang ditandai dengan huruf (Y), dan kedua betina yang ditandai dengan huruf (X). Apabila terjadi proses pembuahan antara sperma yang membawa gen jantan (Y) dan ovum perempuan (X) maka jenis kelamin janin adalah laki-laki yang ditandai dengan (YX). Dan apabila terjadi pembuahan antara sperma yang membawa gen betina (X) dan ovum perempuan (X), maka janin akan berjenis kelamin perempuan, yang ditandai dengan (XX).

Dari sini jelaslah bahwa penentu jenis kelamin janin adalah sperma yang dimiliki oleh laki-laki. Artinya, Allah—Subhânahu wata`âlâ—menjadikan kaum laki-laki sebagai perantara dalam menentukan jenis kelamin janin, karena ia bisa melahirkan gen jantan, atau betina, atau kedua-duanya sekaligus. Namun ini tidak berarti bahwa laki-laki memiliki campur tangan menentukan, karena semuanya dari awal hingga akhir adalah kuasa Allah semata. Al-Quran telah mengisyaratkan tentang hal ini dalam sebuah ayat (yang artinya): "Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita. Yaitu dari air mani apabila ia dipancarkan." [QS. An-Najm: 45-46]

Oleh karena ini semua, kita harus memperhatikan perasaan ibu kepada bayinya yang baru lahir, terutama berkaitan dengan jenis kelaminnya. Karena pandangan masyarakat umum terhadap bayi perempuan atau laki-laki memiliki pengaruh penting yang tidak mungkin dipungkiri terhadap psikologis ibu. Di sebagian masyarakat, kebahagiaan terlihat nyata ketika mendengar kelahiran anak laki-laki, sementara hal sebaliknya terjadi ketika lahir anak perempuan. Tradisi ini, selain merupakan bentuk ketidakridhaan terhadap takdir Allah, ia juga memiliki pengaruh negatif terhadap psikologis ibu, juga terhadap proses pengembalian vitalitas dan gairah hidupnya setelah melahirkan. Selain juga berefek kepada kemampuannya dalam berinteraksi dan membangun hubungan yang baik dengan si bayi.

[Sumber: Ensiklopedia Keluarga Muslim]

Artikel Terkait