Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Islam
  5. Shalat

Keutamaan Berjalan ke Masjid dan Memakmurkannya 1

Keutamaan Berjalan ke Masjid dan Memakmurkannya 1

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Masjid adalah rumah Allah di muka bumi, tanah terbaik dan tersuci, tempat paling agung dan paling mulia, tempat yang selalu dirindukan oleh hati orang-orang shalih, kepadanya hati orang-orang mukmin terpaut, dan di depan pintunya segala fitnah terhenti. Muslim yang cerdas selalu berusaha mendirikan masjid jika ia mampu, berusaha memakmurkannya, membersihkannya, dan mengharumkannya, karena baginya, masjid lebih mulia daripada rumahnya sendiri. Syariat Islam juga menyediakan pahala yang besar untuk setiap usaha tersebut.

Mengingat banyaknya orang yang mulai meninggalkan masjid dan memilih duduk di depan layar kaca menikmati pertandingan-pertandingan olahraga, atau tenggelam dalam lautan drama-drama; mengingat begitu banyak orang, baik penuntut ilmu maupun umat Islam secara umum, yang berpaling dari masjid, meninggalkan majelis-majelis zikir, enggan bergaul dengan para ulama, dan tidak memiliki waktu untuk memakmurkan masjid; bahkan kebiasaan mengangkat suara di dalam masjid sudah menggejala, dan sebagian orang berusaha mengeluarkan masjid dari fungsi pokoknya; oleh karena itu semua, tulisan ini disampaikan, demi mengingatkan penulis dan saudara-saudara sesama muslim. Penulis berdoa semoga Allah berkenan membimbing para pembaca dan penulis sendiri menuju jalan yang Allah cintai dan ridhai.

Keutamaan Terpautnya Hati dengan Masjid

Sebuah hadits diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang ketika itu tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: Pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam kebiasaan beribadah kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ, orang yang berzikir mengingat Allah dalam kesendirian hingga kedua matanya basah oleh air mata, orang yang hatinya terpaut dengan masjid apabila keluar darinya, hingga ia kembali kepadanya." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Hamba seperti itu, ketika ia sudah mendahulukan ketaatan kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ, dan rasa cintanya kepada Allah telah menguasai dirinya, hatinya pun selalu terpaut dengan masjid, selalu memberikan perhatian kepadanya, mencintainya, dan merasa betah berada di dalamnya, karena ia merasakan manisnya saat-saat mendekatkan diri kepada Allah, lezatnya ibadah, serta nikmatnya melakukan amal ketaatan. Hatinya menjadi lapang, jiwanya tenang, dan matanya sejuk, sehingga terasa berat baginya meninggalkan masjid. Apabila ia keluar, hatinya selalu terpaut dengan rumah Allah itu hingga kembali lagi ke sana.

Hal ini hanya didapatkan oleh orang yang mampu menguasai jiwanya dan mengarahkannya kepada ketaatan kepada Allah—`Azza wajalla—sehingga tunduk kepada-Nya. Tidaklah ada yang mampu menundukkan jiwanya untuk mencintai tempat-tempat ibadah kecuali orang yang mampu melawan hawa nafsunya dan mendahulukan cinta kepada Tuhannya—`Azza wajalla. Adapun orang yang dikuasai oleh nafsu yang selalu menyuruh kepada keburukan, sudah tentu hatinya akan selalu terpaut dengan keinginan untuk duduk-duduk di tepi jalan, berjalan-jalan di pasar, menyenangi tempat-tempat hiburan dan permainan, tempat-tempat perdagangan dan mengumpulkan harta.

Sebuah hadits diriwayatkan dari Abu Umâmah—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam— bersabda, "Barang siapa yang keluar dari rumahnya (menuju masjid) dalam keadaan telah bersuci untuk melaksanakan shalat wajib maka pahalanya sama seperti pahala orang yang melaksanakan haji dan umrah. Barang siapa yang keluar untuk mengerjakan shalat sunnah Dhuha, dan ia tidak berdiri kecuali karena itu, maka pahalanya sqama seperti pahala orang yang melakukan umrah. Dan (melakukan) shalat setelah shalat (yang sebelumnya) tanpa melakukan perkara yang sia-sia di antara keduanya, akan ditulis (diterima) di kitab 'illiyyin (alam tertinggi)." [HR. Abû Dâwûd; Menurut Al-Albâni: hasan]

Hendaklah seorang hamba melihat betapa besarnya pahala yang disiapkan baginya ketika keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk melaksanakan salah satu kewajibannya kepada Allah dengan ikhlas, tidak disertai dengan riya (ingin dilihat orang lain) dan tidak pula sum`ah (ingin didengar orang lain). Jika ia melakukan itu semua dengan ikhlas dari hatinya, hanya menghadapkan jiwa kepada Tuhannya, dan mengharap pahala dari-Nya, maka pahalanya disamakan dengan pahala orang yang melaksanakan haji dan umrah. Orang yang menunaikan shalat sunnah Dhuha juga akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang menunaikan umrah. Lalu mengapa banyak dari kita yang tidak tertarik mendapat semua pahala ini?

Pahala ini semakin besar pada hari Jumat. Sebuah hadits diriwayatkan dari Aus ibnu Aus Ats-Tsaqafi—Semoga Allah meridhainya, bahwa ia mendengar Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Barang siapa yang (menggauli istrinya) lalu ia mandi (janabah), lalu bersegera (berangkat mengerjakan shalat Jumat) dengan berjalan tanpa berkendaraan, lalu ia duduk di dekat imam, kemudian mendengarkan (khutbah) dan tidak mengucapkan kata-kata yang sia-sia, niscaya setiap satu langkah (yang ia langkahkan) diganjar pahala seperti beramal ibadah puasa dan shalat malamnya selama satu tahun penuh". [HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu Mâjah; Menurut Al-Albâni: shahîh]

Pahala besar ini, pahala ibadah selama satu tahun penuh ini akan menjadi milik Anda. Anda akan mandapatkan pahala puasa siang hari dan shalat pada malam hari, dengan apa? Dengan mandi sebelum berangkat ke masjid, menyegerakan diri berangkat, mendengarkan (khutbah), (duduk) dengan tenang, dan melaksanakan shalat yang Allah wajibkan kepada Anda. Mengapa seorang hamba tidak mau bersegera melakukan amal shalih, padahal keberuntungan itu barangkali dapat diperoleh dengan satu langkah ke masjid. Barangkali timbangan kebaikan menjadi berat dengan satu kebaikan lagi. Tidak seorang pun di antara kita tahu amalan mana yang memasukkan kita ke Surga setelah ampunan dan rahmat Allah. Jadi, tidak ada cara lagi selain bersegera menjalankan amal shalih, karena pintu-pintu kebaikan begitu banyak dan mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah.

Artikel Terkait