Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Iman

Tanda-Tanda Hari Kiamat (Bag. 2)

Tanda-Tanda Hari Kiamat (Bag. 2)

Dajjal

Tidak ada makhluk yang lebih besar dari Dajjal sejak Nabi Adam diciptakan hingga Hari Kiamat. Dan tidak ada seorang nabi pun yang tidak memperingatkan umatnya dari fitnah Dajjal. Dalam setiap shalat, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—selalu berdoa meminta perlindungan Allah dari fitnah Dajjal. Beliau juga sering mengingatkan para shahabat tentangnya. An-Nawwâs ibnu Sam`ân—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Suatu pagi, RasulullahShallallâhu `alaihi wasallammengingatkan kami tentang Dajjal. Beliau terkadang merendahkan suara dan terkadang pula meninggikannya, hingga kami mengira Dajjal ada di sisi pohon-pohon kurma. Lalu ketika kami mendatangi beliau, beliau pun menangkap pancaran rasa takut pada diri kami. Lantas beliau bertanya kepada kami, 'Ada apa dengan kalian?' Kami menjawab, 'Wahai Rasulullah, engkau telah bercerita tentang Dajjal pada waktu pagi. Saat bercerita, terkadang engkau merendahkan suara dan terkadang pula meninggikannya, hingga kami mengira Dajjal ada di sisi pohon-pohon kurma.' Lalu beliau bersabda, 'Bukanlah Dajjal yang paling aku takutkan atas kalian. Jika ia muncul saat aku berada di tengah-tengah kalian, maka aku akan menjadi pembela kalian. Namun jika ia muncul dan aku tidak berada di tengah-tengah kalian, maka kalianlah yang menjadi pembela bagi diri kalian sendiri. Dan Allah adalah pembela bagi setiap muslim." [HR. Muslim]

Seiring dengan dijauhinya ilmu dan Agama, keluarlah Dajjal dari arah Timur. Manusia pun berlarian menghindarinya dan bersembunyi di gunung-gunung. Dajjal menjangkau seluruh negeri, dan akan memasukinya kecuali Mekah dan Madinah. Allah—Subhânahu wata`âlâ—telah mengharamkan baginya memasuki dua kota suci itu. Setiap kali ia mencoba untuk memasukinya, ia selalu dihadang oleh Malaikat dengan pedang terhunus menghalaunya. Seluruh jalan-jalan di Mekah dan Madinah telah dijaga oleh para Malaikat. Lalu Madinah digoyang gempa tiga kali, sehingga orang-orang kafir dan munafik keluar darinya. Dajjal pun kemudian singgah di sebuah tempat gersang bernama Al-Juruf, setelah ia gagal memasuki Madinah. Orang-orang yang mengikuti Dajjal kebanyakan adalah kaum wanita, sampai-sampai kaum laki-laki bergegas menemui istri, ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan bibi mereka, lalu mengikat mereka, karena dikhawatirkan akan keluar mengikuti Dajjal.

Dajjal memiliki fitnah yang begitu besar. Ia mempunyai dua sungai yang mengalir. Sungai yang satu terlihat mengalirkan air putih, sementara yang kedua terlihat mengalirkan api yang menyala-nyala. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—pernah bersabda, "Jika salah seorang dari kalian mendapati masa itu, maka datangilah sungai yang tampak sebagai api, lalu pejamkanlah mata dan tundukkan kepala, kemudian minumlah darinya, karena sesungguhnya ia adalah air yang sejuk." [HR. Muslim]. Sedangkan apa yang dilihat mata sebagai air sebenarnya adalah api yang membakar.

Allah—Subhânahu wata`âlâ—ingin menguji para hamba-Nya dengan Dajjal yang dibekali kemampuan-kemampaun luar biasa pada zamannya. Allah—Subhânahu wata`âlâ—memberinya sebagian dari kemampuan-kemampuan yang menjadi kuasa-Nya, seperti mengidupkan orang mati yang dibunuhnya, mendatangkan kesenangan-kesenangan dunia, mendatangkan kesuburan, membawa surga, neraka, dan dua sungai, membuat semua kekayaan yang ada di bumi mengikutinya, serta mampu memerintahkan langit untuk menurunkan hujan, dan bumi untuk menumbuhkan tanaman. Orang-orang yang tidak memenuhi ajakannya akan mengalami kemalangan. Mereka akan mengalami paceklik, kemarau panjang, kekurangan, hewan-hewan ternak mereka mati, serta harta benda, jiwa, dan buah-buahan mereka semakin berkurang. Itu semua dapat terjadi atas kuasa dan kehendak Allah—Subhânahu wata`âlâ. Kemudian setelah itu, Allah—Subhânahu wata`âlâ—melemahkan kemampuannya. Ia tidak lagi mampu membunuh lelaki yang telah dihidupkannya kembali setelah ia bunuh itu, atau pun membunuh yang lain.

Pada akhir zaman itu, Allah—Subhânahu wata`âlâ—benar-benar menguji para hamba-Nya dengan makhluk yang satu ini. Banyak di antara mereka yang tersesat karenanya, namun banyak juga yang mendapatkan petunjuk. Orang-orang yang ragu akan berbalik haluan menjadi kafir, sementara orang-orang yang beriman akan semakin bertambah iman mereka. Dajjal akan bertahan di bumi selama 40 hari; sehari pertama seperti setahun, sehari kedua seperti sebulan, sehari ketiga seperti seminggu, dan sisanya seperti hari-hari kalian biasa. Gerak Dajjal di bumi sangatlah cepat laksana hujan tertiup angin.

Adapun ciri-ciri Dajjal adalah: bertubuh besar, berkulit merah, berdahi lebar, berdada bidang, tubuhnya bungkuk, berambut keriting, matanya buta seperti anggur yang menonjol, dan ia tidak mempunyai keturunan. Tamîm Ad-Dâri—Semoga Allah meridhainya—pernah berkata tentang Dajjal, "Manusia terbesar dan kekar yang pernah kami lihat. Di antara kedua matanya tertulis: 'kafir'." Dalam redaksi Imam Muslim disebutkan: "Kemudian ia mengejanya dengan huruf: kaf, fa', Semoga Allah meridhainya'. setiap orang mukmin, baik yang bisa membaca maupun yang buta huruf dapat membacanya."

Imam As-Saffârîni—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Hendaknya setiap ulama menyebarkan hadits-hadits tentang Dajjal kepada anak-anak, para wanita, dan juga orang-orang dewasa, lebih-lebih di zaman kita sekarang yang penuh fitnah dan bencana."

Cara berlindung dari Dajjal adalah dengan berpegang teguh pada ajaran Islam, mempersenjatai diri dengan keimanan, serta mengetahui nama-nama dan sifat-sifat Allah—Subhânahu wata`âlâ—sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran dan Sunnah. Dajjal adalah manusia biasa yang makan dan minum, sementara Allah tersucikan dari semua itu. Mata Dajjal cacat sebelah, sedangkan Allah tidak demikian. Tidak seorang pun dapat melihat Allah sebelum meninggal dunia, sedangkan Dajjal dilihat oleh semua manusia, baik yang beriman maupun yang kafir.

Jadi, kita harus sering berdoa, meminta perlindungan kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ—dari fitnah makhluk jahat ini. Barang siapa yang mendapati masa itu, dan bertemu dengan Dajjal, hendaknya membaca awal surat Al-Kahfi. Dalam sebuah hadits shahîh disebutkan: "Barang siapa yang hafal 10 ayat awal dari surat Al-Kahfi", dalam redaksi lain: "10 ayat terakhir darinya, maka ia akan terjaga dari fitnah Dajjal." [HR. Muslim]. Jika Anda mendengar kabar tentang munculnya Dajjal, hindarilah ia, jangan mendatanginya. Sebab orang yang mendatanginya dan merasa bahwa dirinya beriman, bisa berbalik menjadi pengikutnya, karena terpengaruh oleh syubhat-syubhat yang dibawanya.

Di saat Dajjal muncul pada akhir zaman, ia mempunyai banyak pengikut, dan fitnahnya menyebar luas. Tidak ada yang selamat, kecuali segelintir orang yang beriman. Pada saat itulah datang Nabi Isa ibnu Maryam—`Alaihis salâm—dari arah timur Damaskus, dekat menara putih. Ia datang dengan dikelilingi oleh para hamba Allah yang masih beriman. Kemudian ia bersama mereka bergerak menuju ke tempat Dajjal. Ketika itu, Dajjal sedang menuju Baitul Maqdis. Dan akhirnya, di pintu Lud, Palestina, ia pun bertemu dengan Dajjal. Ketika melihat Nabi Isa—`Alaihis salâm, Dajjal langsung meleleh seperti mencairnya garam di air. Nabi Isa—`Alaihis salâm—lalu berkata, "Sesungguhnya aku akan memukulmu dengan satu pukulan, dan engkau tidak akan bisa menghindar dariku."

Nabi Isa—`Alaihis salâm—kemudian berhasil menyusul Dajjal, lalu membunuhnya dengan tombak. Para pengikut Dajjal pun kalah dan melarikan diri, lalu dikejar dan dibunuh oleh orang-orang mukmin. Dengan terbunuhnya Dajjal, maka fitnah dahsyat itu berakhir. Sebelum dan sesudahnya, semua perkara adalah di tangan Allah—Subhânahu wata`âlâ.

Zaman Nabi Isa—`Alaihis salâm, setelah Dajjal terbunuh, adalah zaman yang makmur, aman, dan sejahtera. Allah—Subhânahu wata`âlâ—menurunkan hujan yang mengguyur seluruh permukaan bumi. Dan dikatakan kepada bumi: "Tumbuhkanlah buah-buahan dan kembalilah menjadi bumi yang berkah." Maka orang-orang pun ketika itu memakan buah delima dan bernaung di bawah kulit-kulitnya. Keberkahan diturunkan kepada susu, sehingga susu seekor unta perah dapat mencukupi kebutuhan sekelompok besar manusia, susu seekor sapi perah dapat mencukupi kebutuhan satu kabilah, dan susu seekor kambing perah dapat mencukupi kebutuhan satu keluarga.

Pada zaman itu, bumi dalam keadaan aman dan damai. Hingga singa pun turut menggembala unta, harimau menggembala sapi, dan serigala menggembala kambing. Sementara anak-anak kecil bermain dengan leluasa bersama ular.

Nabi Isa—`Alaihis salâm—tinggal di bumi selama tujuh tahun. Setelah itu, Allah—Subhânahu wata`âlâ—meniupkan angin dingin dari arah Syâm, sehingga tidak ada seorang pun yang terdapat iman di hatinya meskipun hanya sebesar biji sawi kecuali akan mati karena angin itu. Kemudian saat tidak ada lagi penduduk bumi yang berucap, "Allah, Allah", Hari Kiamat pun terjadi. Matahari terbit dari sebelah barat. Saat manusia melihat itu, mereka semua beriman. Akan tetapi, pada hari itu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, atau belum mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Hati-hati telah ditutup dengan apa yang ada di dalamya, dan manusia pun tidak lagi diberi kesempatan untuk beramal. Tanda besar Hari Kiamat yang terakhir dan merupakan awal tanda dimulainya Hari Kiamat adalah munculnya api besar dari arah Yaman. Api tersebut menggiring manusia ke Padang Mahsyar. Ia mengiringi manusia di seluruh waktu, di siang hari, malam hari, pagi hari, dan juga di sore hari.

Kami ingatkan kepada seluruh kaum muslimin, bahwa janji Allah—Subhânahu wata`âlâ—adalah benar, dan Hari Kiamat pasti terjadi. Tidak ada keraguan sedikit pun tentang hal itu. Dunia pasti akan berlalu. Kiamat semakin dekat. Barang siapa yang lalai, maka waktu akan menggilasnya, dan akhirnya tinggal penyesalan yang begitu dalam. Semua angan-angan akan sirna seiring dengan musnahnya umur. Barang siapa yang hanya berangan-angan akan lupa beramal dan lalai akan datangnya ajal. Setiap pagi menjelang, sinar mentari seolah berbela sungkawa kepadanya. Orang yang bahagia adalah orang yang mempersiapkan bekal dan siap untuk melakukan perjalanan ke Akhirat.

Seorang ahli hikmah pernah berkata, "Aku heran dengan orang yang bersedih karena hartanya berkurang, sementara ia tidak bersedih atas berkurangnya umurnya."

Karena itu, bersungguh-sungguhlah dalam beribadah. Menangislah atas kesalahan yang pernah dilakukan, dan 'larilah' dari siksa Allah. Orang yang mendapatkan taufik adalah orang yang mencurahkan harapan-harapannya pada keabadian dan memalingkannya dari kefanaan. Muhammad ibnu Sirîn, menjelang wafatnya, menangis tersedu-sedu. Orang-orang pun lalu bertanya kepadanya, "Apa yang membuat Anda menangis?" Ia menjawab, "Aku menangis mengingat kealpaan-kealpaanku pada waktu-waktu yang telah berlalu, dan sedikitnya amalku untuk menggapai Surga yang agung."

Artikel Terkait