Islam Web

  1. Fatwa
  2. PUASA
  3. Fidyah dan kafarat Puasa
Cari Fatwa

Menjimak Istri di Dubur pada Siang Ramadhân Mengharuskan Pelakunya Membayar Kafarat yang Berat

Pertanyaan

Ada seorang laki-laki menjimak istrinya di bagian dubur pada siang hari Ramadhân. Apa hukumnya?

Jawaban

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Tentu tidak diragukan lagi bahwa menjimak istri di bagian dubur hukumnya haram, berdasarkan Al-Quran dan Sunnah. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bahkan telah melaknat pelakunya, yaitu melalui sabda beliau: "Terlaknatlah orang yang menjimak istrinya di duburnya." [HR. Abû Dâwûd dan An-Nasâi; Menurut As-Suyûthi dan Al-Albâni: shahîh]

Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Khuzaimah ibnu Tsâbit disebutkan bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak malu dari (mengungkap) kebenaran (beliau mengulanginya tiga kali), janganlah kalian menjimak istri kalian di dubur mereka." [HR. Ibnu Mâjah.]

Dalam hadits berbeda, Nabi—Shallallâhu `alaihi wa sallam—juga bersabda, "Barang siapa yang mendatangi tukang tenung lalu membenarkannya, atau menjimak istrinya di duburnya, atau menjimak istrinya yang sedang haid, berarti ia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad." [HR. Ahmad, Abû Dâwûd, At-Tirmidzi, An-Nasâi, dan Ibnu Mâjah dengan redaksi yang mirip satu sama lain; Menurut Al-Albâni: shahîh]

Dan tidak diragukan pula bahwa menjimak istri di duburnya pada siang hari bulan Ramadhân merupakan kemungkaran besar sekaligus menodai kehormatan ibadah puasa. Barang siapa yang melakukannya maka puasanya menjadi batal, dan ia wajib meng-qadha'-nya serta membayar kafarat. Mayoritas fuqahâ' (ulama fikih) menegaskan bahwa tidak ada perbedaan dalam kewajiban membayar kafarat apakah si laki-laki menjimak istrinya di bagian faraj ataukah di duburnya. Lihat Al-Mughni karya Ibnu Qudâmah (3/57), Hâsyiyah Ad-Dasûqiy (1/523), dan Al-Majmû` karya Imam An-Nawawi (6/376).

Adapun teknis pembayarannya, kafarat wajib ditunaikan secara berurutan: Pertama, membebaskan budak; kemudian jika tidak mampu atau tidak menemukannya, diganti dengan berpuasa 2 bulan berturut-turut; lalu jika tidak mampu, diganti dengan memberi makan 60 orang miskin, setiap orang miskin satu mud gandum atau kismis atau kurma, dan seterusnya. Di samping itu, pelakunya wajib bertobat dan meminta ampun kepada Allah. Wallâhu a`lam

Fatwa Terkait

Cari Fatwa

Anda dapat mencari fatwa melalui banyak pilihan

Today's most read