Islam Web

Haji & Umrah

  1. Haji & Umrah
  2. Adab Kepada Orang Lain

Mudahkanlah Orang yang Kesusahan, Niscaya Allah Akan Memudahkan Anda

Mudahkanlah Orang yang Kesusahan, Niscaya Allah Akan Memudahkan Anda

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—senang jika para hamba-Nya memiliki sifat-sifat yang baik, bahkan Allah memberi mereka pahala atas sifat tersebut. Sebuah hadits diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Dahulu, ada seorang pedagang yang memberikan pinjaman kepada orang-orang yang membutuhkan. Ketika ia melihat ada yang kesusahan, ia mengatakan kepada suruhannya: 'Mudahkanlah ia. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita'. Kemudian Allah pun memudahkannya." Dalam riwayat Muslim disebutkan dengan redaksi: "Allah pun berkata (kepada para Malaikat): 'Kami lebih berhak melakukan itu daripadanya, maka mudahkanlah ia'." [HR. Al-Bukhâri dan muslim]

Di hadits ini, Rasulullah menceritakan kepada kita tentang kisah seorang pedagang yang hidup pada zaman sebelum kita. Ia tidak melakukan perbuatan baik sedikit pun kecuali memberikan pinjaman pada orang-orang yang membutuhkan. Jika ada di antara mereka yang kesulitan membayar hutang, ia menyuruh pembantunya untuk memudahkan urusan mereka. Memudahkan di sini bisa bermakna merelakan hutang itu secara keseluruhan, atau sebagian, atau meminta dengan cara yang baik. Ketiga-tiganya termasuk dalam makna mempermudah. Ketika laki-laki ini meninggal, Allah memanggilnya dan bertanya: "Wahai hambaKu, adakah engkau berbuat kebaikan?" Ia pun menjawab, "Tidak. Namun aku adalah pedagang yang biasa memberikan pinjaman kepada orang lain. Dan aku memiliki pesuruh yang aku kirim untuk meminta piutang-piutangku. Sebelum aku menyuruh mereka memintanya, aku perintahkan agar mereka memungut yang bisa dipungut dan memudahkan bagi yang kesulitan membayar. Aku berharap Allah melihat amalanku ini dan Dia pun memudahkanku sebagaimana aku memudahkan orang-orang yang kesusahan itu'. Kemudian Allah berkata dan Dialah yang paling tahu dengan apa yang dilakukan oleh laki-laki itu: "Kami lebih berhak daripadanya untuk itu (memudahkan)'. Dan Allah pun menyuruh para Malaikat agar memudahkan laki-laki itu sebagai bentuk rahmat dan karunia-Nya.

Menghutangi, meminjamkan, membantu, serta memudahkan orang yang sedang berada dalam kesempitan merupakan akhlak yang mulia dan sifat yang terpuji. Dan akhlak ini sangat sedikit kita temukan di kalangan pedagang muslim pada zaman sekarang. Sebagian mereka ketika menghutangi orang lain, kemudian mendatanginya pada waktu pembayaran, akan marah jika yang berhutang tidak memenuhi kewajibannya, bahkan tidak segan membentak dengan suara keras sehingga orang-orang di sekitarnya mendengar. Ia pun kemudian menyebarkan berita jelek kepada orang ramai bahwa si fulan suka menunda-nunda hutang, serta menyuruh mereka waspada agar tidak memberikan pinjaman kepadanya. Dan terkadang ia mengadukan kasus ini ke pengadilan dan meminta agar orang tersebut mendapat hukuman penjara. Dan bahkan ada juga yang sampai memukul, menghina, dan mencaci maki di depan umum. Inilah akhlak yang berkembang di kalangan pedagang muslim dan orang-orang yang diberikan kelebihan harta di zaman sekarang. Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji`un. Lalu di manakah posisi mereka dari akhlak yang Rasulullah sebutkan dalam hadits beliau, "Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya Allah akan memudahkannya di dunia dan di Akhirat." Begitu juga yang beliau ingatkan di hadits lain, "Siapa yang ingin Allah menyelamatkannya dari kesulitan di hari Kiamat hendaklah ia memudahkan orang yang kesusahan (dalam membayar hutang) atau merelakannya." [HR. Muslim]. Tidakkah mereka ingin Allah memudahkan mereka di Akhirat kelak?

Siapa yang memudahkan orang lain di dunia, Allah pasti akan memberikan kepadanya kemudahan di Akhirat nanti. Dan "Memberikan kemudahan dalam hutang bisa dengan memberikan tangguh pembayaraan sejak awal atau setelah jatuh tempo, dan bisa juga dengan merelakannya atau dengan menyedekahkan hutang tersebut." [Hasyiah As-Sanady]

Betapa para pedagang pada zaman sekarang demikian membutuhkan akhlak yang Rasulullah ajarkan ini. Khususnya di saat kondisi serba sulit yang dialami oleh umat Islam, seperti bencana kelaparan dan kemiskinan yang merajalela. Bahkan di sebagian negara, ada yang tidak memiliki makanan untuk dirinya dan keluarganya sehari-hari. Dalam keadaan seperti ini, bagaimana ia dapat melunasi hutangnya?! Jika para pedagang tidak bemiliki sifat pemurah dan toleransi terhadap orang yang kesulitan, sudah tentu orang yang berhutang ini harus menanggung ujian dan cobaan yang begitu besar dalam hidupnya.

Ibnu Hajar—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Yang termasuk dalam makna tajâwuz (memudahkan orang yang berhutang) adalah memberi tangguhan waktu, merelakan, dan meminta hutang dengan cara yang baik." [Fathul Bari]. Beliau juga berkata, "Tidak diragukan lagi bahwa ketika kita membahas permasalahan ini, bukan bermaksud memberi jalan untuk menjadikan orang memakan hak sesama mereka, atau mencari-cari alasan bagi orang-orang yang menunda pembayaran hutang sedangkan mereka mampu. Perbicaraan ini hanya terkait orang-orang yang berhutang atau membeli barang dengan menangguhkan pembayaran, namun mereka tidak mampu membayarnya karena kefakiran dan kesusahan hidup mereka." [Fathul Bari]

Berikut contoh konkrit dari sikap toleransi dan memudahkan orang lain pada masa sekarang. Syekh Ali ibnu Abdul Khaliq Al-Qarni—Semoga Allah Menjaganya—menyebutkan dalam kaset ceramah berjudul "Kedermawanan Rasulullah", bahwa Al-`Allâmah Abdul Aziz Ibnu Abdullah ibnu Bâz memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan, kemudian beliau mengirimkan kepada mereka surat yang menyatakan bahwa beliau telah merelakan utang itu untuk mereka. Pada suatu hari, beliau meminjamkan uang sebanyak tujuh ratus ribu Riyal Saudi kepada seseorang. Setelah beberapa waktu, beliau menulis surat kepada orang tersebut bahwa ia telah merelakan semua hutangnya. Inilah contoh hati yang dermawan dan jiwa pemurah yang telah Allah tundukkan sebagai penolong bagi orang-orang fakir. Melalui tangannya, kesengsaraan dan kesusahan orang lain terobati. Pemilik hati seperti ini laksana sungai yang mencurahkan air pemberian, menolong orang-orang lemah, segera bangkit meraih tangan mereka yang kesulitan, merelakan hutang orang yang kesulitan, dan membantu mereka mengusir kesulitan itu. Merekalah makhluk pilihan Allah dan orang yang paling Dia cintai.

AllahSubhânahu wa Ta`âlâmembalasi seorang hamba sesuai dengan amalannya. Dan sudah menjadi hukum alam bahwa balasan biasanya sesuai dengan jenis amalan yang dilakukan. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—membalas pedagang dalam hadits di atas dengan memudahkan urusannya di Akhirat. Beginilah setiap pelaku amalan mendapatkan balasan amalannya. Orang yang melakukan kebaikan akan mendapat balasan setimpal, dan orang yang melakukan kejahatan juga akan mendapat hukuman serupa. Memang, siapa yang menanam duri tidak akan memetik anggur.

Banyak sekali dalil-dalil dari Al-Quran maupun Sunnah yang menjelaskan bahwa balasan sesuai dengan jenis amalan yang diperbuat. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "(Mereka mendapatkan) balasan yang sesuai." [QS. An-Naba': 26]. Artinya, sesuai dengan amalan mereka. Dan hukum ini telah ditetapkan oleh Syariat dan hukum alam. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—juga berfirman (yang artinya): "Adakah balasan kebaikan kecuali kebaikan (yang serupa)?" [QS. Ar-Rahmân: 60]

Sementara dalil-dalil dari hadits RasulullahShallallâhu `alaihi wasallam—dalam hal ini begitu banyak, di antaranya adalah sabda beliau:

·         "Siapa yang melepaskan seorang mukmin dari satu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskannya dari satu kesulitan di Akhirat. Dan siapa yang memudahkan kesusahan seseorang, Allah akan memudahkan kesulitannya di dunia dan Akhirat. Siapa yang menutup (aib) seorang muslim, Allah juga akan menutup (aibnya) di dunia dan Akhirat." [HR: Muslim]

·         "Sesungguhnya Allah menyayangi orang-orang yang penyayang di antara hamba-hambaNya." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

·         "Sesungguhnya Allah akan mengazab orang-orang yang suka menganiaya orang lain di dunia." [HR. Muslim]

Masih banyak hadits-hadits lain yang menunjukkan bahwa balasan sesuai dengan jenis amalan yang diperbuat oleh seseorang.

Karena itu, wahai saudaraku yang berkelapangan harta, mudahkanlah orang yang kesulitan, baik dengan memaafkan utangnya, menagih utangnya dengan cara yang baik, maupun dengan memberikan tangguhan waktu untuk membayar utangnya. Dan ini merupakan amalan mulia yang akan Allah balasi dengan kemudahan bagi Anda di Akhirat kelak. Hari di mana Anda sangat membutuhkan kasih sayang, rahmat, dan ampunan dari-Nya.

Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang bertakwa, dan jadikan kami termasuk orang-orang yang memudahkan orang yang kesulitan, dan mudahkan pulalah kami di Akhirat kelak, âmîn.

_____________________________________________

[Sumber: www.saaid.net, dengan sedikit perubahan]

 

 

Artikel Terkait

Keutamaan Haji