Islam Web

Haji & Umrah

  1. Haji & Umrah
  2. Puasa

EMPAT LANGKAH UNTUK MEMETIK BUAH RAMADHÂN

EMPAT LANGKAH UNTUK MEMETIK BUAH RAMADHÂN

Oleh: `Amr Shalih

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada RasulullahShallallâhu `alaihi wasallambeserta keluarga dan para shahabat beliau.

Ramadhân adalah taman para pecinta, kebun para perindu, dan lapangan para mujahid.

Betapa para ahli ibadah menanti-nanti kedatangannya. Betapa orang-orang beriman mempersiapkan diri untuk menggunakan kesempatan, untuk meraih hadiah-hadiah dan pahala yang sangat besar.

Mereka telah menunggu lama, dan mereka mengiginkan lebih banyak lagi.

Betapa orang-orang berdosa dan ingin kembali kepada Allah juga menunggu kedatangannya. Mereka ingin berdiri di sana untuk mendengarkan izin masuk dan mencium wangi Surga. Inilah janji Tuhan segenap manusia.

Mereka meminta pertolongan dari-Nya—Subhânahu wata`âlâ, berharap pemberian dan anugerah agung-Nya yang disebutkan oleh Nabi-Nya, manusia pilihan-Nya, Nabi Muhammad—Shallallâhu `alaihi wa sallam. Beliau pernah bersabda, "Apabila datang bulan Ramadhân, pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup, Syetan-syetan dibelenggu, dan sang penyeru memanggil: wahai orang yang mengharapkan kebaikan, datanglah, wahai orang yang mengharapkan keburukan, berhentilah'. Dan di dalamnya, Allah membebaskan orang-orang tertentu dari Neraka, dan itu terjadi setiap hari."

Ya, mereka dapat mendengar, merasakan, bahkan mencium aroma itu. Lalu mereka pun mempersiapkan diri dan bersiap untuknya…

Tapi ada pula orang yang lalai dari anugerah yang agung ini, lupa akan kesempatan yang mulia ini, namun menipu dirinya dengan angan-angan palsu. Ia membiarkan dirinya menjadi mainan di tangan Syetan manusia dan Jin.

Ada pula manusia jenis lain yang tidak tahu jalan. Ia mendambakan kebaikan dan bertanya tentang jalan menuju tempat mulia yang telah dicapai orang-orang terdahulu.

Untuk mereka semua. para kekasihku, aku persembahkan tulisan ini. Empat Langkah Amal Ketaatan bagi Orang yang Ingin Memetik Buah yang Ranum di Taman Ramadhân.

Langkah Pertama: Memantapkan amal walaupun sedikit.

Sang penghulu manusia, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda, "Wahai Abu Dzar, mantapkanlah perahumu, karena lautan begitu dalam…"

Perahu apa dan laut apa yang beliau maksud?

Dengarkanlah perkataan Ali ibnu Abi Thalib berikut ini:

"Allah mempunyai hamba-hamba cerdas yang menceraikan dunia dan takut kepada fitnah.

Mereka melihat dunia, lalu mereka tahu bahwa ia bukanlah tanah air abadi bagi orang hidup.

Mereka menjadikannya sebagai samudera dan menjadikan amal shalih sebagai perahu."

Memantapkan amalan merupakan salah satu hal yang dicintai oleh Allah—Subhânahu wata`âlâ. Oleh karena itu, Nabi—Shallallâhu `alaihi wa sallam—selalu mewasiatkan kepada umat beliau untuk melakukan amalan sebaik mungkin. Contohnya, pada suatu hari, seorang laki-laki datang, lalu mengerjakan shalat dan kemudian duduk. Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—lalu berkata kepadanya, "Kembalilah kerjakan shalat, karena engkau belum mengerjakannya." Beliau lalu mengajarinya bagaimana melakukan shalat secara benar, di antara petunjuk itu adalah: "Rukuklah sampai engkau tenang dalam rukukmu."

Lihatlah betapa pentingnya beramal secara baik (sempurna).

Ya, oleh karena itu, Nabi—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda, "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat." Bagaimana shalat beliau? Apabila melewati ayat yang berisi tasbih, beliau bertasbih kepada Allah. Apabila melewati ayat yang berisi permintaan, beliau meminta kepada Allah. Dan apabila melewati ayat yang menyebutkan azab, beliau berlindung kepada Allah dari azab.

Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang yang beramal dengan baik."

Setelah memantapkan amalan, barulah datang langkah kedua:

Langkah Kedua: Memperbanyak amal-amal shalih.

Nabi—Shallallâhu `alaihi wa sallam—berbicara tentang hal ini dalam sabda beliau, "Perbanyaklah bekal, karena perjalanan begitu panjang."

Ya, ini merupakan perjalanan yang sangat panjang. Panjangnya perjalanan ini ditambah dengan kegelapan berlapis-lapis yang harus dilewati. Kegelapan ketika mati, kegelapan di dalam kubur, kegelapan pada Hari Berhimpun, dan kegelapan di atas jembatan Shirât. "Dan barang siapa yang tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah ia mempunyai cahaya sedikit pun." [QS. An-Nûr: 40]

Ini benar-benar merupakan perjalanan yang sangat panjang. Manusia membutuhkan bekal yang banyak untuk melaluinya. Dan ketika hari-hari berlalu, kita akan merasakan penyesalan mendalam atas sekian banyak kesempatan yang kita lewatkan di dalamnya.

Ibnu Mas`ud—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Aku tidak pernah menyesali sesuatu melebihi penyesalanku atas suatu hari di saat mataharinya terbenam dan umurku berkurang, tetapi amalanku tidak bertambah di dalamnya."

Ya, saudaraku, pergunakanlah kesempatan yang ada.

Langkah Ketiga: Mencari ridha Allah dalam memberikan semua hak kepada pemiliknya masing-masing.

Hal ini sangat mudah dilakukan di bulan Ramadhân, karena iman manusia mengalami peningkatan dengan melakukan berbagai amal ketaatan, sehingga ia mudah mengeluarkan hak-hak walaupun banyak.

Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—telah mewasiatkan hal itu kepada Abu Dzar dalam sabda beliau, "Ringankanlah beban di pundakmu, karena bukit yang harus didaki begitu tinggi."

Ya, betapa banyaknya beban di hari Kiamat, pada saat Allah menumpahkan kemarahan-Nya karena manusia datang pada hari itu dengan seluruh apa yang pernah mereka kerjakan.

Adapun hamba yang mendapatkan bimbingan untuk menaati Tuhannya akan memanfaatkan kesempatan di musim suci ini, serta menunaikan semua hak-hak yang ada dalam tanggungannya. Sehingga ia pun keluar dari Ramadhân dengan membawa ampunan atas semua perbuatannya yang terdahulu.

Langkah Keempat: Langkah terakhir ini adalah penyejuk mata para pecinta, yaitu ikhlas beramal hanya karena Tuhan semesta alam.

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda tentang hal ini, "Ikhlaskan amalan, karena Yang Mengawasi amalan kita Maha Melihat."

Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman dalam sebuah Hadits Qudsi: "Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan persekutuan. Barang siapa beramal dengan menginginkan balasan dari selain-Ku maka amalan itu adalah untuk selain-Ku."

Mahasuci Dzat Yang Mahakaya.

Ibnu Abbas pernah berkata, "Riya di dalam Umat ini bagaikan semut hitam yang berjalan di kegelapan malam di atas batu hitam."

Maka waspadalah saudaraku, jangan sampai terjerumus ke dalam lubang gelap ini, memalingkan ibadah kepada selain Allah, sehingga Anda termasuk orang-orang yang merugi.

Inilah, saudaraku, wasiat-wasiat sang kekasih untuk orang-orang yang dicintainya. Semoga para pecinta berkumpul dengan kekasih yang mereka cintai.

Sebagai penutup, Nabi—Shallallâhu `alaihi wa sallam—pernah bersabda, "Barang siapa meniru suatu kaum berarti ia termasuk ke dalam golongan mereka. Barang siapa yang meniru suatu kaum niscaya kelak akan dikumpulkan bersama mereka."

Hanya kepada Allah kita berdoa agar menjadikan kita semua sebagai bagian orang-orang yang dibebaskan dari Neraka. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita yang terdahulu dan yang akan datang, sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala yang dikehendaki-Nya.

Mahasuci Tuhanmu, Tuhan Yang Mahamulia, dari segala yang mereka sifatkan. Salam sejahtera senantiasa tercurah kepada para rasul, dan segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta.

Ditulis oleh hamba yang berharap ampunan Tuhannya: `Amr Shalih

Dai di Yayasan Ahlul Qur'ân, Kairo.

Artikel Terkait

Keutamaan Haji