Islam Web

Haji & Umrah

  1. Haji & Umrah
  2. Bulan Rahmat

Ramadhan Pembuka Pintu-Pintu Surga

Ramadhan Pembuka Pintu-Pintu Surga

 

Oleh: Abdullah As-Sa`di Az-Zahrâni

Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah yang tiada nabi setelahnya, dan kepada orang-orang yang menjadi shahabat beliau dan memperoleh kebahagiaan karenanya.

Manusia berdiri penuh heran melihat cepatnya zaman berlalu, dan lembaran-lembaranya dilipat begitu cepat. Lihatlah betapa hari-hari dan malam-malam dalam setahun penuh ini telah berlalu dan dilipat dalam lembaran masa lalu dengan segala kejadian di dalamnya, baik yang menyenangkan atau menyedihkan. Manusia tak mungkin berharap hari-hari dan malam-malam yang telah diatur oleh Allah—Subhânahu wata`âlâ—tersebut dapat kembali.

Itulah hari-hari yang diputar oleh Allah—Subhânahu wata`âlâ—di antara manusia. Maka apakah Anda mengambil pelajaran dari apa yang telah berlalu? Ataukah hari-hari itu pergi begitu saja bagai awan di atas seoarang musafir yang berjalan di padang pasir, bertarung melawan dahaga dan lapar, tiada naungan yang melindunginya dari panas matahari yang terik, lantas ia merasa dirinya akan mampu mengatasi dan mengalahkannya? Itulah gambaran perjalanan hidup manusia di alam dunia ini menuju Allah—Subhânahu wata`âlâ.

Apakah Anda mengabaikan semua amalan yang Anda kerjakan di dalam hari-hari tersebut?

Jika amalan Anda adalah kebaikan, dan Anda tidak menginginkan pujian atasnya, supaya dapat melihat balasannya pada hari yang di dalamnya harta benda dan keturunan tidak lagi memberikan manfaat, dan supaya Anda tidak merasa ujub, sombong, dan riya' sehingga Anda merugi karenanya, maka tidak masalah Anda melupakannya.

Adapun jika amalan Anda adalah sebaliknya, maka kenapa Anda melupakannya? Kenapa Anda mengabaikannya? Dan kenapa Anda membebani diri Anda sendiri dengan hutang maksiat dan dosa, sehingga Anda harus membayarnya dengan amalan baik Anda, sementara Anda tidak memiliki pengganti bagi amal baik Anda itu? Kenapa Anda menunda-nunda, bermalas-malasan, lemah, dan tidak berdaya? Anda sekarang sedang berada di negeri kebaikan, dan di bumi keberuntungan, maka bertanamlah, supaya Anda dapat memanen buah dari taufik Allah kepada Anda. Manfaatkanlah dengan baik hari-hari, malam-malam, menit-menit, dan detik-detik Anda. Beristigfar dan bertaubatlah kepada Rabb Anda atas segala bujukan syetan yang Anda kerjakan, atas kesenangan sementara bersamanya, hingga ia (syetan) membuat Anda menderita.

Sesungguhnya Nabi kita Muhammad—Shallallâhu `alaihi wasallam—selalu beristigfar dan bertaubat kepada Allah lebih dari tujuh puluh kali, bahkan seratus kali dalam sehari.

Berbarislah di shaf orang-orang yang mendapat hidayah dengan mengikuti petunjuk sebaik-baik rasul—Shallallâhu `alaihi wasallam—, meneladani orang-orang shiddîq, dan berteman dengan orang-orang shalih lagi bertakwa. Dan kejarlah gelar syahid, supaya Anda menjadi teman mereka. Lalu mohon ampunlah atas segala keterbatasan Anda dalam menunaikan hak Rabb Anda yang telah menganugerahkan kehidupan kepada Anda, dan memberi Anda kesehatan dan nikmat yang tiada terhitung.

Bertakwalah kepada Allah dalam mengendalikan hawa nafsu Anda. Giringlah ia dengan menggunakan tali kekang rasa takut kepada Allah. Berhati-hatilah terhadapnya. Karena Andalah yang harus menggiringnya ke surga, atau ia yang akan mencampakkan Anda ke dalam dasar neraka.

Inilah Anda yang telah diberi tenggang oleh Allah, dan diberi kesempatan lagi yang mungkin tidak didapatkan oleh orang lain, untuk berjumpa kembali dengan bulan yang penuh ampunan ini. Di dalamnya Anda dapat kembali menikmati anugerah-anugerah Allah, berdzikir, membaca Al-Quran, berpuasa, dan menjalankan qiyâmul lail. Allah—Subhânahu wata`âlâ—telah menyeru Anda dengan firman-Nya (yang artinya): "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa." [QS. Al-Baqarah: 183]. Apakah yang dimaksud dengan takwa yang merupakan buah dari puasa tersebut? Takwa di sini maksudnya adalah menaati Allah dan tidak bermaksiat kepada-Nya, mengingat-Nya dan tidak melupakan-Nya, serta bersyukur dan tidak kufur terhadap nikmat-Nya.

Setelah seruan dalam ayat di atas, Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian. Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur." [QS. Al-Baqarah: 185]

Kemudian Allah—Subhânahu wata`âlâ—melanjutkan ayat di atas dengan firman-Nya yang menjelaskan bahwa Dia Maha Dekat, mengabulkan permohonan siapa saja yang bersandar kepada-Nya. Dia berfirman (yang artinya): "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." [QS. Al-Baqarah: 186]

Dengan ayat ini seolah-olah Allah—Subhânahu wata`âlâ—memberikan isyarat kepada Anda bahwa setelah Anda menyempurnakan puasa, hendaknya Anda mengangkat kedua tangan Anda untuk mensyukuri nikmat-Nya, memohon rahmat-Nya, mengharap kemaafan dan ampunan-Nya, meminta surga-Nya, dan memohon perlindungan dari Neraka-Nya.

Tujuan utama berpuasa adalah takwa kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ. Maksud dari takwa di sini adalah takut kepada Yang Maha Agung, mengamalkan ajaran Al-Quran, ridha dengan yang sedikit, dan bersiap-siap menghadapi hari kepergian dari alam dunia. Betapa indahnya puasa. Ia mendidik jiwa, mengangkat, dan meninggikan kedudukannya hingga sampai pada derajat jiwa yang suci. Hal itu, karena puasa adalah sebab diampuninya dosa, dan dilipatgandakannya pahala. Bahkan Allah—Subhânahu wata`âlâ—menisbatkan langsung pahala ibadah ini kepada diri-Nya, sehingga semakin menambah kemuliaannya.

Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—telah bersabda, meriwayatkan dari Rabbnya, "Semua amal ibadah manusia itu adalah miliknya, satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat, hingga tujuh ratus kali lipat. Kecuali puasa, ia adalah milik-Ku dan Akulah yang akan membalasnya (langsung)." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]. Dan dalam riwayat lain, "Setiap amal (kebaikan) adalah pelebur dosa, dan puasa adalah milik-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya." [HR. Al-Bukhâri]. Kemudian Allah—Subhânahu wata`âlâ—melanjutkan dengan firman-Nya (dalam sebuah hadits qudsi), "Semua amal ibadah manusia itu adalah miliknya, kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah milik-Ku." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]. Maka siapakah yang lebih asih dalam memberi, dan lebih menepati janjinya dari pada Allah—Subhânahu wata`âlâ? Maha Suci Allah yang memiliki anugrah dan pemberian.

Lihatlah peran iman dalam esensi puasa pada bulan yang mulia ini, yaitu bulan Ramadhan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya—, dari Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—, beliau bersabda, "Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap ridha Allah,maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]. Beliau juga bersabda, "Barang siapa yang mendirikan qiyâm Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap ridha Allah, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Maka, di manakah orang-orang yang menyinsingkan lengan bajunya, yang mengejar keuntungan bertransaksi dengan Rabb semesta alam?

Di dalam bulan yang mulia ini terdapat malam Lalilatul Qadr yang lebih baik dari seribu bulan. Dan orang yang mendirikan shalat pada malam itu dengan panuh iman dan mengharap ridha Allah, dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.

Kepada Andalah Rabb Anda memberikan anugrah-anugrah berikut ini, supaya Anda mengikhlaskan niat dan memperoleh kemuliaan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya—bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Jika datang bulan Ramadhan pintu-pintu surga dibuka lebar, pintu-pintu neraka dikunci rapat, dan syetan-syetan dibelenggu." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]. Dalam Riwayat lain, juga dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya—bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Apabila tiba bulan Ramadhan, pintu-pintu rahmat di buka lebar, pintu-pintu Jahannam ditutup rapat, dan syetan-syetan dirantai." [HR. Muslim]

Demi Allah, adalah suatu yang menyenangkan dan menggembirakan hati dapat menghirup wewangian surga dari sela-sela pintunya, lalu membukanya dengan ketaatan kepada Rabb semesta alam. Termasuk hal yang menggembirakan juga adalah ditutupnya pintu-pintu neraka, serta dibelenggunya para pembantu orang-orang yang tertipu, dan penyeru kepada kejahatan-kejahatan besar, yaitu syetan yang terkutuk.

Kita berhenti sejenak untuk melihat bagaimana umat Nabi Muhammad—Shallallâhu `alaihi wasallam—menyambut datangnya Ramadhan. Mereka terbagi dalam dua kelompok:

1. Orang yang lupa dan lalai.

Dia menyiapkan segala perlengkapan, menyibukkan keluarganya, mengencangkan bajunya untuk menyangga perutnya, lalu menimbun semua jenis makanan dan minuman hingga cukup untuk memenuhi kebutuhannya sampai tahun kabisat. Seolah-olah rasa lapar yang Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—memohon perlindungan Allah darinya dalam sebuah doa beliau dimulai dengan masuknya awal malam bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan disia-siakannya dengan mengubahnya menjadi bulan perlombaan dan muktamar untuk penggemukan badan, dan menyajikan berbagai macam makanan yang istimewa. Subhânallâh!

Dia lantas berusaha membagi agendanya dalam sebulan penuh menjadi aktivitas seputar makan dan minum, menghabiskan siang harinya dengan tidur, dan malam harinya dengan bergadang. Tidak lupa ia membeli perabot-perabot rumah, pakaian-pakaian indah untuk berbangga-banggaan di akhir bulan puasa. Lalu, di manakah ia letakkan maksud dan tujuan puasa Ramadhan yang mulia? Dari pada ikut merasakan beban kebutuhan orang-orang miskin dan orang-orang yang kelaparan, serta menyayangi mereka, ia justru memilih sebaliknya. Dia lupa bahwa dalam rasa kasih sayang terhadap setiap makhluk yang bernyawa terdapat pahala. Dia hanya kasihan pada diri sendiri, hingga berusaha untuk selalu mengenyangkannya, bersikap takabur, berlebihan, dan boros, haula walâ quwwata illâ billâh.

Dia memenuhi perutnya, hingga membuatnya malas dan hanya nyaman dengan bantal. Tidurnya pun berat, shalatnya terlambat, kalapun tidak menginggalkannya sama sekali. Dia meninggalkan Al-Quran di waktu-waktu yang paling mulia, jauh dari aktivitas menyucikan diri, banyak bercanda, mengghibah dan menfitnah orang lain. Dia pun gemar makan daging manusia (dengan melakukan ghibah), dan tidak cukup baginya hanya memakan daging hewan. Dia lupa dengan firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Dan janganlah kalian saling meng-ghibah. Adakah seorang di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya." [QS. Al-Hujurât: 12]

Dia memuaskan hawa nafsunya yang selalu menyuruh kepada keburukan, menonton film-film dan sinetron-sinetron, belum lagi selalu berpindah-pindah dari channel yang satu ke channel yang lain. Padahal tahukah Anda apa yang ditayangkan channel-channel televisi tersebut? Dia menikmati tontonan yang tidak layak, ejekan, celaan, dan cemoohan yang ditayangkan oleh channel-channel tersebut. Anda akan menjumpai jika ia tidak punya aktivitas, maka ia akan balik siang harinya menjadi malam hari. Dia tidur sepanjang siang hingga melalaikan seluruh shalatnya. Jika ia seorang pelajar, ia akan berangkat ke sekolahnya dengan lesu, dan telah siap untuk tidur di atas meja kelasnya. Jika ia pegawai, ia akan datang ke tempat kerjanya dengan bermalas-malasan, dada sempit, dan tidak perhatian terhadap pekerjaannya, dengan alasan ia sedang berpuasa. Dia menampakkan seolah-olah puasa telah membuatnya lemah. Dia lupa bahwa Ramadhan adalah bulan aktivitas dan kesungguhan. Bahkan bulan jihad di jalan Allah.

Dulu para pendahulu kita, dipelopori oleh Rasulullah Muhammad—Shallallâhu `alaihi wasallam—sangat rindu berjihad di jalan Allah, khususnya pada bulan Ramadhan. Tidak tahukah Anda dengan Perang Badar? Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Sungguh Allah telah menolong kalian dalam peperangan Badar, padahal kalian adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kalian mensyukuri-Nya." [QS. Âli `Imrân: 123]. Lupakah Anda dengan Penaklukan Kota Makkah (Fathu Makkah)? Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan." [QS. An-Nashr: 1]. Dan apakah Perang `Ain Jâlût telah terhapus dari memori zaman kita yang sakit ini? Apakah Penaklukan Andalusia telah dilupakan? Dan banyak lagi peperangan lainnya, cukup yang kami sebutkan di sini sebagai contoh. Semua peperangan tersebut terjadi pada bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Saya seolah melihat kepala-kepala para syahid itu berterbangan, dan darah-darah mereka mengalir membasahi bumi, apakah puasa telah menghalangi para pahlawan yang mulia itu? Tidak seorangpun dari mereka yang menunda atau menarik diri dari jihad di jalan Allah. Ketika mereka diseru untuk jihad, maka ungkapan mereka terhadap kehidupan adalah, "Sungguh ini adalah kehidupan yang panjang, kalau aku harus menunggu sampai kurma-kurma ini habis aku makan." Atau, "Bakh, bakh." (kata untuk mengungkapkan rasa heran).

Sementara, sekarang ini Anda hanya duduk tertidur dan berdiri gelisah, tidak mengerjakan tugas yang merupakan amanah yang Anda pikul. Betapa aneh logika dan prinsip yang sakit seperti ini!

Kesungguhan di bulan Ramadhan diharapkan dapat mendatangkan pahala dan ridha Allah.

Saya menyeru Anda, jika Anda tergolong dalam kelompok orang yang menyia-nyiakan Ramadhan, atau berencana untuk bergabung dengan kelompok ini, maka segeralah untuk kembali sebelum terlambat. Janganlah Anda di awal bulan puasa Anda ini disibukkan dengan makanan, di tengah-tengahnya disibukkan dengan bergadang dan obrolan yang tidak bermanfaat, dan di akhirnya disibukkan dengan berpindah-pindah dari satu pasar ke pasar lainnya untuk membeli pakaian dan perabot rumah, hingga Ramadhan pun berlalu dengan membawa serta kemah keberkahannya. Dengan begitu Anda pun kehilangan anugerah dan ridha Allah, kehilangan ampunan-Nya, dan kehilangan kesempatan untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan segala cinta.

2. Orang yang terbangun dan sadar.

Dia berdoa selama enam bulan supaya Allah mempertemukannya dengan bulan Ramadhan. Dia berjanji pada dirinya akan memperlihatkan kepadanya apa yang akan ia kerjakan di bulan Ramadhan. Maka ia pun menggiring dirinya dengan kendali rindu menuju anugerah Yang Maha Penyayang, dan menjanjikan padanya ampunan dari-Nya. Sehingga ia pun dipenuhi rasa gembira untuk bertemu dengan Ramadhan, guna mendirikan shalat Tarawih di malam harinya, berpuasa di siang harinya, membaca Al-Quran, dan berdzikir sepanjang malam dan siang. Tidurnya pun sedikit, dan ia manfaatkan waktunya untuk mendekatkan diri kepada Rabbnya. Ia selalu dalam keadaan bersyukur dan berdzikir. Maka beruntunglah orang yang dirinya seperti ini.

Apakah Anda telah melakukan introspeksi diri, sebelum nantinya Anda dihisab (ditimbang amal perbuatan Anda) dan diazab, serta sebelum pintu ditutup, jika Anda termasuk orang-orang yang berpikir.

Waspadalah terhadap syetan.

Waspadalah terhadap tipu daya syetan yang mengajak Anda untuk menyia-nyiakan waktu dengan tenggelam dalam perbuatan-perbuatan yang melalaikan dari ketaatan kepada Allah. Hindarilah berkata, "Saya akan melakukannya (ibadah) nanti." Hindarilah berpindah-pindah masjid lantaran mencari imam yang suaranya merdu, sehingga Anda shalat Isyâ' di suatu masjid, lalu shalat Tarawih di masjid yang lain. Terkadang Anda melalaikan shalat wajib demi mengejar yang sunnah, sehingga Anda lebih memperhatikan amalan biasa daripada amalan yang utama. Anda meninggalkan masjid yang dekat dengan Anda, padahal masjid itu memiliki hak bertetangga dengan Anda, sehingga Anda kehilangan nikmatnya waktu-waktu menanti shalat di masjid-masjid terdekat. Terkadang mobil Anda mogok atau rusak, sehingga Anda pun ketinggalan ibadah wajib dan sunnah bersama jamaah kaum muslimin. Terkadang Anda tidak menemukan tempat kecuali di shaf-shaf terakhir, sehingga Anda termasuk golongan orang-orang yang selalu diakhirkan, sebagaimana sabda Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Sekelompok kaum dari umatku selalu saja terlambat dalam shalat, sehingga Allah menjadikan mereka selalu di akhir."

Wahai saudariku, hamba Allah, Anda adalah permata yang terjaga dan intan yang tersimpan. Saya berpesan kepada Anda agar mengikhlaskan niat dengan mengharap ridha Allah di setiap usaha keras Anda dalam berbakti kepada kedua orangtua, taat kepada suami, mendidik anak-anak, dan mengurus pekerjaan rumah. Ibadah Anda kepada Rabb Anda adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Rabb. Janganlah dapur Anda menyibukkan Anda dari ketaatan kepada Allah, atau Anda disibukkan dengan pamer berbagai macam makanan. Akan tetapi seimbangkanlah antara menjalankan ketaatan dan melaksanakan kewajiban. Tujuan Ramadhan bukanlah makan sampai kenyang. Melainkan bagaimana kita ikut merasakan kebutuhan orang yang tidak menemukan apa yang dapat ia makan, apalagi sampai kenyang.

Berpeganglah pada ketakwaan, karena ia merupakan tangga keselamatan dari neraka. Jika Anda diberi kesempatan mulia oleh Allah untuk melakukan shalat berjamaah bersama kaum muslimin, maka saya sarankan agar Anda keluar dari rumah Anda dengan penuh ikhlas. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Barang siapa yang datang ke masjid untuk sesuatu hal maka itulah bagiannya." [HR. Abû Dâwud]. Kemudian minta izinlah kepada suami untuk keluar. Jika ia tidak mengizinkan, maka tidak usah keluar. Hendaknya Anda keluar dengan aurat tertutup, sopan, dan tidak terbuka kedua tangan dan kaki. Janganlah Anda keluar dengan memakai wewangian, supaya orang tidak berprasangka buruk kepada Anda. Jauhilah menggunakan wewangian di masjid. Hindarilah makan bawang putih, bawang merah, atau makanan-makanan yang berbau tidak enak. Keluarlah dengan ditemani mahram untuk menjaga Anda dari orang-orang yang hatinya sakit. Tundukkanlah pandangan Anda. Rendahkanlah suara Anda. Jangan membawa anak-anak, supaya jamaah shalat tidak terganggu, sehingga membuat Anda berdosa.

Pastikan jalan ke masjid aman. Ambillah posisi shalat di belakang kaum laki-laki. Jangan berdesak-desakan atau bercampur dengan mereka. Janganlah Anda berdiam di masjid jika sedang haidh atau nifas. Dan hendaklah Anda keluar dari masjid lebih dulu dari kaum laki-laki. Kesimpulan dari semua itu adalah bahwa shalat Anda di rumah lebih utama daripada di masjid, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam.

Hindarilah pasar-pasar, dan kegemaran menyia-nyiakan waktu di sana. Karena ada yang nilainya jauh lebih mahal dari itu semua, yaitu surga yang ditawarkan kepada Anda selama bulan Ramadhan, supaya Anda masuk dari pintu-pintunya yang terbuka lebar.

 

Artikel Terkait

Keutamaan Haji