Islam Web

Haji & Umrah

  1. Haji & Umrah
  2. RAMADHAN

Makna Benang Putih dan Benang Hitam

Makna Benang Putih dan Benang Hitam

Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): ".Dan makan minumlah hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar." [QS. Al-Baqarah: 187]

Diriwayatkan dari `Adi Ibnu Hâtim—Semoga Allah meridhainya—ia berkata, "Ketika ayat (yang artinya): 'hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam', aku mengambil tali berwarna hitam dan putih dan menaruhnya di bawah bantalku. Lalu aku melihatnya pada malam hari, namun tidak jelas (perbedaan warna) kedua tali itu. Esok harinya aku pergi menghadap Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—dan menceritakan hal itu. Kemudian beliau bersabda: '(Yang dimaksud) oleh ayat itu sesungguhnya adalah gelapnya malam dan terangnya siang (fajar)'." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Kandungan Hadits dan hukum-Hukum

1.    Semangat para shahabat—Semoga Allah meridhai mereka—untuk merealisasikan perintah Allah dan bersegera melaksanakan petunjuk dan ajaran Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam. Di dalam beberap riwayat hadits disebutkan bahwa Adi Ibnu Hâtim—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah melaksanakan semuanya yang telah engkau pesankan kepadaku selain "Benang putih dari benang hitam". Malam kemarin saya bermalam dengan membawa dua tali, sesekali melihat ke tali yang ini dan sesekali melihat ke tali yang ini." Lalu Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—tersenyum dan bersabda: 'Sesungguhnya yang dimaksud 'Benang putih dari benang hitam' adalah yang ada di langit." [HR. Ath-Thabrâni]. Semangat dan perhatian `Adi—Semoga Allah meridhainya—terhadap masalah ini yang membuatnya menaruh dua tali di bawah bantalnya (Al-Mufhim: 148-150/3. Di buku ini disebutkan bahwa tambahan ayat ”minal fajr” yang merupakan penjelas ungkapan ayat tentang “benang puti dan benang hitam" itu baru turun setahun setelahnya).

2.    Para shahabat—Semoga Allah meridhai mereka—tidak pernah berlebihan dalam bertanya, kecuali jika mereka masih belum memahami beberapa perkara yang berhubungan dengan ibadah mereka. Oleh karena itu mereka berijtihad dalam memahami ayat-ayat Al-Quran. Ketika mereka tidak memahaminya, baru mereka bertanya kepada Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam. Hal inilah yang seharusnya dilakukan oleh setiap muslim, guna menjalankan ajaran nas-nas Agama. Tidak berlebihan dalam bertanya. Hanya menanyakan perkara-perkara yang tidak ia mengerti, yang berhubungan dengan amal perbuatan, yang ia gunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ.

3.    Sesungguhnya makna firman Allah—Subhânahu wata`âlâ: ".Dan makan minumlah hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar." adalah, sampai terlihat terangnya siang dari gelapnya malam, dan maksud keterangan ini adalah terbitnya fajar shâdiq (Tafsir Ibni Katsîr: 222/1, Fathul Bâri: 134/4).

4.    Sesungguhnya perkara-perkara yang sulit dipahami dan lafaz-lafaz yang maknanya masih belum jelas, harus ditanyakan kepada para ulama yang dalam ilmunya.

5.    Dalam nas-nas di atas terdapat petunjuk bahwa waktu setelah fajar terbit, bukanlah termasuk malam hari (Syarah An-Nawawi: 102/7, Fathul Bâri: 134/4).

6.    Sesungguhnya batas waktu terakhir dibolehkannya makan dan minum adalah terbitnya fajar. Kalau fajar telah terbit sementara ia sedang makan dan minum, kemudian ia segera berhenti maka puasanya sah. Tapi kalau ia meneruskan makan dan minumnya, maka puasanya tidak sah (Fathul Bâri: 134/4).

 

Artikel Terkait

Keutamaan Haji