Islam Web

  1. Ramadhan
  2. Aqidah Islam

Faktor-faktor Penambah Iman; Berpikir (Merenung)

Faktor-faktor Penambah Iman;  Berpikir (Merenung)

Di antara faktor-faktor penyebab utama bertambahnya keimanan adalah merenungkan makhluk ciptaan Allah—Subhânahu wata`âlâ—dan tanda-tanda kekuasaan-Nya yang menakjubkan, sebagai bukti keagungan dan keesaan-Nya. Allah—Subhânahu wata`âlâ—menamakannya dengan "ayat-ayat" yang berarti tanda-tanda atau bukti-bukti atas keagungan Sang Pencipta dan kesempurnaan kuasa-Nya. Hal itu misalnya termaktub dalam firman-firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya):

·         "Dan sebagian dari ayat-ayat (tanda-tanda) kekuasaan-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan." [QS. Fushshilat: 37];

·         "Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untuk kalian. Dan bintang-bintang itu ditundukkan pula (untuk kalian) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami-(nya)." [QS. An-Nahl: 12];

·         "Dan di antara ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan-Nya) adalah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir. Dan di antara ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan-Nya) adalah penciptaan langit dan bumi dan berlain-lainannya bahasa kalian dan warna kulit kalian. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mengetahui. Dan di antara ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan-Nya) adalah tidur kalian di waktu malam dan siang hari dan usaha kalian mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan Allah) bagi kaum yang mendengarkan. Dan di antara ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan-Nya), Dia memperlihatkan kepada kalian kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan Allah) bagi kaum yang mempergunakan akalnya." [QS. Ar-Rûm: 21-24]

Dalam Al-Quran, Allah—Subhânahu wata`âlâ—telah menyerukan kepada para hamba-Nya untuk merenungkan dan menghayati tanda-tanda yang terdapat di alam semesta, seperti yang tertuang dalam ayat-ayat berikut ini (yang artinya):

·         "Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya." [QS. Ar-Rûm: 8];

·         "Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman selain kepada Al-Quran itu?" [QS. Al-A`râf: 185]

Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menganjurkan para hamba untuk memperhatikan ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah, makhluk-makhluk-Nya, bahkan sesuatu yang paling dekat dengan manusia, yaitu dirinya sendiri. Seandainya ia bersedia untuk memikirkan semua itu, niscaya ia akan menemukan berbagai tanda kekuasaan Allah dan segudang keajaiban luar biasa, seperti tertuang dalam firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Dan (juga) pada diri kalian sendiri, maka apakah kalian tiada memperhatikan?" [QS. Adz-Dzâriyât: 21]

Barang siapa mengira bahwa penciptaan langit dan bumi dengan ketinggian dan keluasannya adalah sekedar permainan tanpa hikmah, tentu itu adalah persangkaan yang sangat keliru. Allah—Subhânahu wata`âlâ—telah berfirman (yang artinya): "Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk Neraka." [QS. Shâd: 27]

Imam Al-Ghazâli—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Dalam Al-Quran, banyak ayat-ayat yang menganjurkan untuk berpikir, merenung, memperhatikan, dan mengambil pelajaran. Tidak dipungkiri bahwa berpikir adalah kunci cahaya dan pondasi pencerahan. Berpikir adalah jaring dan perangkap ilmu-ilmu pengetahuan. Kebanyakan manusia sudah mengetahui keutamaan dan pentingnya berpikir, hanya saja mereka tidak tahu akan hakikat, manfaat, dan sumbernya."

Rasulullah Selalu Berpikir (Merenung)

Ketika Ummul Mu'minîn, 'Aisyah—Semoga Allah meridhainya— ditanya tentang hal yang paling mengagumkan yang pernah ia dapati dalam diri Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, ia berkata, "Pada suatu malam, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—berkata kepadaku, 'Wahai 'Aisyah, biarkan aku malam ini beribadah kepada Tuhanku'. Aku berkata, 'Demi Allah, sesungguhnya aku senang berada di dekatmu dan juga menyenangi apa-apa yang menyenangkanmu'. Lalu beliau pun bangun, bersuci, dan shalat sambil menangis sehingga jenggot beliau basah. Beliau terus menangis hingga air mata beliau membasahi lantai. Kemudian Bilal datang untuk mengumandangkan shalat Subuh. Ketika melihat mata Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—basah karena menangis, Bilal pun bertanya, 'Wahai Rasulullah, untuk apa engkau menangis, bukankah Allah telah mengampuni semua dosamu, baik yang lalu dan yang akan datang?' Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—menjawab, "Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang banyak bersyukur. Dan pada malam itu diturunkan kepadaku ayat yang sungguh celaka orang yang membacanya namun tidak menghayatinya, yaitu firman AllahSubhânahu wa Ta`âlâ(yang artinya): 'Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal'. [QS. Âli `Imrân: 190]."

Perkataan dan Perbuatan Orang-orang Shalih

Umar ibnu Abdul Azîz—Semoga Allah merahmatinya—pernah berkata, "Merenungkan nikmat-nikmat yang diberikan Allah adalah ibadah yang paling agung." Pada suatu hari, ia menangis di hadapan para sahabatnya. Saat ditanya mengapa menangis, ia menjawab, "Aku memikirkan kenikmatan dan kesenangan dunia, lalu aku mengambil pelajaran darinya, bahwa belum sampai kesenangan itu berakhir, kepahitan telah mencemarinya. Kalaupun di dalamnya tidak ada pelajaran bagi orang yang mengambil pelajaran, maka di dalamnya terdapat nasihat-nasihat bagi orang yang ingat."

Âmir ibnu Qais berkata, "Aku telah mendengar lebih dari satu, atau lebih dari dua, bahkan lebih dari tiga orang shahabat Muhammad—Shallallâhu `alaihi wasallam—mengatakan, 'Sesungguhnya cahaya keimanan adalah berpikir'."

Imam Al-Hasan—Semoga Allah merahmatinya—pernah berkata, "Berpikir sesaat adalah lebih baik daripada ibadah sepanjang malam."

Abdullah ibnu 'Utbah berkata, "Aku pernah bertanya kepada istri Abu Ad-Dardâ', 'Apa ibadah Abu Ad-Dardâ' yang paling utama?' Ia menjawab, 'Merenung dan mengambil pelajaran'."

Dalam kitab Ihyâ' 'Ulûmiddîn, Imam Al-Ghazâli—Semoga Allah merahmatinya—menyebutkan bahwa Luqman sering duduk merenung lama sendirian. Ketika tuannya lewat dan bertanya, "Wahai Luqman, mengapa engkau sering duduk merenung lama sendirian? Padahal, jika engkau duduk bersama orang banyak, tentu akan lebih menghiburmu." Luqman menjawab, "Sesungguhnya kesendirian dalam waktu lama dapat membuatku merenung lebih baik. Dan lama dalam merenung adalah jalan menuju Surga."

Ibnu Abbâs—Semoga Allah meridhainya—pernah berkata, "Dua rakaat yang dilaksanakan dengan penuh perenungan adalah lebih baik daripada ibadah semalam suntuk tanpa hati."

Imam Al-Hasan—Semoga Allah merahmatinya—pernah menulis surat kepada Umar ibnu Abdul Azîz. Dalam surat itu ia mengatakan, "Ketahuilah bahwa merenung dapat membawa seseorang kepada kebaikan dan mengamalkannya. Sedangkan menyesal atas perbuatan yang jelek dapat membawa kepada meninggalkan kejelekan itu. Dan tidaklah sesuatu yang fana itu—sebanyak apa pun—bisa menyamai sesuatu yang kekal, kendati mencarinya sangat sulit. Bersabar terhadap kelelahan sesaat demi menghasilkan kesenangan yang panjang adalah lebih baik daripada segera menikmati istirahat sementara tapi menghasilkan penderitaan abadi."

Wahab ibnu Munabbih berkata, "Dan tidaklah seseorang itu berpikir kecuali ia akan mengerti. Dan tidaklah seseorang itu mengerti kecuali akan mengamalkannya."

Imam Asy-Syâfi`i—Semoga Allah merahmatinya—pernah berkata, "Kuatkanlah ucapan dengan diam, dan mantapkanlah istinbâth (menyimpulkan hukum suatu perkata) dengan berpikir. Memandang permasalahan dengan benar adalah pintu keselamatan dari tipu daya. Pendapat yang kuat adalah jalan keselamatan dari kelalaian dan penyesalan. Berpendapat dan berpikir adalah penyingkap kekuatan dan kecerdasan. Bermusyawarah dengan para ahli hikmah adalah sumber keteguhan dalam jiwa dan kekuatan naluri. Karena itu, berpikirlah sebelum bertekad, renungkanlah sebelum bertindak, dan bermusyawarahlah sebelum melangkah."

Fudhail ibnu 'Iyâdh—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Berpikir laksana cermin yang memperlihatkan kebaikan dan kejelekanmu."

Abu Sulaiman berkata, "Biasakanlah mata kalian untuk menangis, dan biasakanlah hati kalian untuk berpikir."

Sebagai penutup atas kajian kita tentang berpikir sebagai salah satu faktor penambah iman ini, saya kutipkan sebuah perkataan dari Ibnul Qayyim—Semoga Allah merahmatinya—berikut ini:

"Obat yang paling mujarab adalah menyibukkan hati untuk memikirkan hal-hal yang bermanfaat bagi dirimu. Sebab, memikirkan sesuatu yang sia-sia adalah pintu semua keburukan. Barang siapa memikirkan sesuatu yang tidak bermanfaat niscaya akan kehilangan hal-hal yang bermanfaat dan disibukkan oleh sesuatu yang tidak bermanfaat. Pikiran, ide, keinginan, dan semangat adalah hal yang paling berhak untuk diperbarui dalam dirimu. Sesungguhnya ini semua adalah karateristik dan hakikat dirimu. Ini semualah yang menentukan jauh dekatnya engkau dari Tuhanmu yang engkau sembah, yang tidak ada kebahagian bagimu kecuali berada di dekat-Nya dan dalam keridhaan-Nya. Dan kebinasaanlah yang akan menimpamu ketika engkau jauh dari-Nya dan mendapat murka-Nya. Barang siapa yang pikirannya berisi hal-hal yang jelek dan rendah, maka semua urusannya juga akan seperti itu."

Mari kita bersama-sama berdoa kepada Allah, memohon diberikan karunia-Nya. Walhamdulillâhi Rabbil 'âlamîn.

 

 

Artikel Terkait