Islam Web

  1. Ramadhan
  2. Puasa

Jarak Antara Adzan Dan Sahur

Jarak Antara Adzan Dan Sahur

Diriwayatkan dari Anas Ibnu Malik—Semoga Allah meridhainya, dari Zaid Ibnu Tsâbit—Semoga Allah meridhainya, dia berkata, "Kami pernah melakukan sahur bersama Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, kemudian menunaikan shalat Shubuh. Lalu aku bertanya kepada beliau, 'Berapa lamakah jarak antara adzan dan sahur?' Beliau menjawab, 'Selama bacaan 50 ayat." [HR. Al-Bukhâri, Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasâ'i, dan Ibnu Mâjah].

Dalam hadits riwayat Al-Bukhâri disebutkan dari Anas Ibnu Malik—Semoga Allah meridhainya—bahwasannya Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—dan Zaid Ibnu Tsâbit—Semoga Allah meridhainya—pernah melakukan sahur bersama. Kemudian setelah keduanya menyelesaikan sahur Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—berdiri dan melakukan shalat. Kami bertanya kepada Anas, "Berapa lamakah jarak antara sahur sampai keduanya melaksanakan shalat?" Dia menjawab, "Selama seseorang membaca 50 ayat." [HR. Al-Bukhâri]. 

 

 

 

 

Pelajaran Dan Hukum Yang Dapat Diambil Dari Hadits

 

 

 

(Lihat: Syarh An-Nawawi, Fathul Bâri, Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Ibnu Mulaqqin `Alal `Umdah, Aujazul Masâlik Ilâ Muwattha' Mâlik karya Al-Kandahlawi, dan Dzakhîratul `Uqba karya Al-Itsyûbi). 

1. Mengakhirkan sahur hukumnya sunnah. Tujuan dari sahur adalah untuk menguatkan diri. Dengan  mengakhirkan sahur, maka tujuan tersebut lebih berpotensi tercapai. Di samping itu sahur adalah pembeda antara puasa kita dan puasa ahli kitab.

2. Para shahabat mempergunakan semua waktunya untuk ibadah. Oleh karena itu, Zaid Ibnu Tsâbit—Semoga Allah meridhainya—ketika mengukur waktu dia mengukurnya  dengan lamanya bacaan.

3. Bolehnya mengukur waktu dengan sebuah perbuatan yang dilakukan oleh badan. Hal itu konon telah dilakukan oleh bangsa Arab sejak dulu. Mereka mengukur waktu dengan perbutan. Seperti terlihat dalam ucapan mereka, "Seperti lamanya memerah susu kambing atau menyembelih unta, dan lain-lain.

4. Jarak antara adzan dan sahur sebagaimana termuat dalam hadits di atas adalah selama bacaan 50 ayat sedang, tidak panjang, dan tidak juga pendek. Dibaca dengan kecepatan sedang, tidak terlalu cepat, namun tidak juga terlalu pelan. [Lihat: Fathul Bâri, dan Tuhfatul Ahwadzi].

5. Mengakhirkan sahur adalah sunnah, namun yang demikian itu tidak termasuk mengakhirkan senggama. Sebab senggama bukan termasuk penguat stamina badan. Kemudian mengakhirkan senggama dapat menyebabkan wajibnya membayar kafarat dan batalnya puasa. Karena mungkin saja fajar telah terbit, sementara seseorang tersebut karena sedang dikuasai syahwat tidak menghentikan senggamanya.

6. Anjuran untuk bersemangat dalam menuntut ilmu dan  membahas hukum-hukum masalah. Anjuran menelusuri  amalan-amalan sunnah, mengetahui waktu-waktunya, serta menjaganya. Hal itu berdasarkan perkataan Anas, "Berapa lamakah jarak antara sahur dan adzan," serta perkataan Zaid, "Selama bacaan lima puluh ayat."

7. Besarnya kasih sayang Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—terhadap umatnya dengan disyariatkannya sahur agar mereka menjadi kuat dalam menjalankan puasa. Kemudian beliau mengakhirkan sahur agar para shahabat mengikutinya. Seandainya beliau tidak melakukan sahur, niscaya para shahabat pun akan mengikutinya. Hal itu tentu akan menyulitkan mereka. Dan seandainya beliau memajukan sahur pada awal malam atau tengah malam, niscaya maksud dari sahur tidak akan tercapai.

8. Etika ketika bersama Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—, dan bagaimana memilih kata-kata yang baik, seperti ucapan Zaid—Semoga Allah meridhainya, "Kami makan sahur bersama Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam." Dia tidak mengatakan, "Kami dan Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—makan sahur." Lafal yang menyatakan kebersamaan (ma`iyyah) lebih menyiratkan sebuah kepatuhan.

      

Artikel Terkait