Islam Web

  1. Ramadhan
  2. Puasa

Ramadhan Bulan Silaturahim (Bagaian II)

Ramadhan Bulan Silaturahim (Bagaian II)

Segala puji bagi Allah dan shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Dalam tulisan sebelumnya, kita telah menjelaskan pengertian dan keutamaan silaturahim, juga tentang memutuskan hubungan silaturahim, bentuk-bentuknya, dan faktor-faktor yang memicunya. Tulisan ini akan melanjutkan pembahasan tersebut, terkait beberapa faktor yang membantu terjalinnya hubungan silaturahim.

Ada beberapa etika yang mesti kita jaga terhadap kerabat, sehingga bisa membantu kita mengeratkan hubungan silaturahim, di antaranya:

·   Memikirkan hasil positif dari menjalin hubungan silaturahim. Karena mengetahui buah dari sesuatu dan membayangkan dampak positifnya termasuk salah satu faktor yang mendorong kita untuk menjalaninya, menerapkannya, dan mengusahakannya. Sebaliknya, mengetahui akibat negatif dari memutus hubungan silaturahim, yaitu mengingat kesedihan, kegundahan, kekecewaan, dan penyesalan yang akan diakibatkannya, termasuk perkara yang mendorong seseorang untuk menghindari dan menjauhinya;

·         Meminta pertolongan dan taufik dari Allah agar mampu menjalin hubungan silaturahim;

·    Membalas perlakuan buruk kerabat dengan kebaikan. Ini termasuk salah satu faktor yang melanggengkan kasih sayang, menjaga ikatan keluarga, serta meringankan beban yang diderita seseorang akibat sifat buruk kerabatnya.

Pada suatu ketika, seorang laki-laki menemui Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—seraya berkata, "Wahai Rasulullah, aku memiliki seorang kerabat; aku menjalin silaturahim dengan mereka, tapi mereka memutuskannya. Aku berbuat baik kepada mereka, akan tetapi mereka menyakitiku. Aku bersifat lembut kepada mereka, akan tetapi mereka bertindak jahat kepadaku." Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda kepadanya, "Jika benar seperti yang engkau katakan, berarti engkau telah menyiram wajah mereka dengan pasir panas, dan engkau akan senantiasa mendapatkan penolong dari Allah terhadap mereka, selama engkau berbuat demikian." [HR. Muslim]

Ketika menjelaskan hadits ini, Imam An-Nawawi berkata, "Ini adalah pengumpamaan rasa sakit yang akan mereka rasakan, laksana rasa sakit yang diderita oleh orang yang memakan pasir yang panas. Dan tidak ada masalah bagi orang yang berbuat baik ini. Sebaliknya, para kerabatnyalah yang mendapatkan dosa yang besar karena memutuskan hubungan dengannya, dan karena menyakitinya. Ada yang mengatakan bahwa maksud sabda Nabi kepada laki-laki ini adalah: Sesungguhnya dengan berbuat baik kepada mereka, sebenarnya engkau telah merendahkan dan menghinakan mereka dengan sikap mereka sendiri. Karena begitu banyak kebaikanmu, tapi begitu buruk perilaku mereka kepadamu. Kerendahan dan kehinaan itu menimpa mereka laksana orang yang menelan pasir. Ada juga yang mengatakan bahwa maksudnya adalah: Pemberianmu yang mereka makan itu seperti pasir panas yang membakar lambung mereka.

Wallâhu a`lam."

Hadits ini adalah penghibur bagi orang-orang yang memiliki kerabat yang suka membalas kebaikan dengan keburukan. Hadits ini juga mengandung motivasi bagi orang-orang baik agar tetap konsisten di jalan kebaikan mereka. Sesungguhnya Allah bersama mereka, menguatkan, menolong, dan memberi mereka ganjaran pahala.

·         Memaafkan kerabat jika mereka bersalah dan meminta maaf. Di contoh yang indah dalam hal ini dapat kita lihat dalam kisah Yusuf—`Alaihis salâm—dengan saudara-saudaranya. Mereka telah memperlakukannya dengan sangat jahat. Namun ketika mereka meminta maaf, ia menerima permohonan maaf mereka, dan memaafkan mereka dengan tulus. Ia tidak menghardik dan mencaci mereka. Bahkan ia justru mendoakan mereka dan memohonkan ampunan untuk mereka. Adalah baik bagi seseorang memaafkan dan melupakan kesalahan saudaranya, walaupun ia tidak meminta maaf. Ini adalah tanda ketinggian jiwa dan kemuliaan pribadi.

·      Berusaha membantu kerabat dengan tenaga, kedudukan, atau harta, tanpa menyebut-nyebut kebaikan itu kepada mereka atau meminta balasan yang sama. Orang yang menghubungkan tali silaturahim tidak sama dengan orang yang membalas kebaikan dengan yang setimpal. Orang yang berakal dan terhormat selalu melatih diri untuk ridha dengan sedikit hal yang didapatkannya dari kerabatnya. Ia tidak menuntut haknya secara penuh. Ia merasa puas dengan yang sedikit, sehingga dengan demikian, ia bisa menarik hati mereka dan dicintai oleh mereka.

Selanjutnya, karib kerabat seseorang juga memiliki kondisi, tabiat, dan kedudukan yang berbeda-beda. Di antara mereka ada yang merasa puas dengan sedikit hal yang bisa kita lakukan untuknya. Ia merasa puas dengan dikunjungi sekali dalam setahun, atau hanya dengan pembicaraan melalui telepon. Ada juga yang sudah puas dengan wajah cerah atau berhubungan melalui kata-kata saja. Di antara mereka ada yang merelakan seluruh haknya, dan mencari berbagai alasan untuk memaafkan keluarganya. Akan tetapi di antara mereka ada yang tidak puas kecuali dengan dikunjungi secara rutin dan diberikan perhatian yang berkesinambungan. Memperlakukan mereka sesuai dengan tabiat mereka ini akan membantu mengeratkan hubungan silaturahim dan mengekalkan hubungan kasih sayang.

·       Menghindari sikap berlebihan terhadap kerabat, menjauhkan mereka dari rasa tidak nyaman, dan tidak berlebihan dalam menegur mereka. Bila mereka mengetahui sikap mulia ini ada pada diri kerabat mereka, mereka pasti akan terdorong untuk mengunjungi dan menjalin hubungan silaturahim dengannya.

·     Bersabar menerima teguran dari kerabat, serta berusaha menafsirkannya dengan penafsiran yang paling baik. Ini adalah etika orang yang terhormat dan kebiasaan orang cerdas yang memiliki akhlak sempurna dan perilaku mulia. Ini adalah sikap manusia yang selalu memenuhi hati masyarakat dengan rasa kasihnya kepada orang lain, dengan pendidikannya yang bagus, dan dengan keluasan cakrawala berpikirnya. Jika ada seorang kerabat yang menegur atau melontarkan kata-kata kasar kepadanya karena kurang perhatian kepadanya, ia tidak marah dan tidak membalas teguran itu dengan kata-kata serupa. Ia justru membalasnya dengan sikap lembut dan menafsirkan celaan itu dengan penafsiran yang terbaik. Ia anggap kerabat yang mencela itu mencintainya dan menginginkan kedatangannya. Ia pun berterima kasih dan meminta maaf kepada sang kerabat, sehingga emosinya turun dan amarahnya menjadi hilang. Karena ada orang yang menghargai dan mencintai orang lain, tetapi tidak bisa mengungkapkannya kecuali dengan banyak menegur. Orang yang terhormat pandai berinteraksi dengan orang-orang seperti ini. Ia seakan berkata, seandainya engkau salah dalam caramu, namun engkau tidak salah dalam niatmu yang baik.

·      Bersikap wajar dalam bercanda dengan kerabat, serta menghindari pertikaian dan perdebatan yang tidak berguna dengan mereka. Karena pertemuan dengan kerabat sering terjadi, perkumpulan dengan mereka selalu berulang. Orang yang cerdas selayaknya berusaha mengambil hati mereka dan menghindari segala hal yang berpotensi mengeruhkan perasaan cinta antara mereka.

Seandainya ia merasa bahwa ada seorang kerabatnya yang tidak senang atau berprasangka tidak baik kepadanya, ia bersegera menarik hatinya dengan memberi hadiah. Karena hadiah mendatangkan kasih sayang, menghapuskan prasangka buruk, dan mengusir penyakit hati.

·      Selalu mengingat bahwa saudara adalah bagian dari dirinya. Ia membutuhkan mereka dan tidak bisa dipisahkan dari mereka. Kehormatan mereka adalah kehormatan dirinya, dan kehinaan mereka juga merupakan kehinaan dirinya. Orang yang mendapatkan keuntungan dalam memusuhi saudaranya pada hakikatnya adalah rugi, dan orang yang merasa menang terhadap saudara sendiri pada hakikatnya adalah orang yang kalah.

·         Senantiasa mengingat karib kerabat dalam acara-acara dan perayaan yang diadakan. Salah satu cara yang efektif untuk mewujudkan hal itu adalah menulis dan menyimpan nama-nama kerabat beserta nomor telepon mereka, agar senantiasa bisa mengingat dan menghubungi mereka, baik secara langsung maupun melalui telepon dan sebagainya. Jika suatu ketika lupa menghubungi salah seorang dari mereka, hendaklah segera mendatanginya, meminta maaf kepadanya, dan berusaha maksimal melunakkan hatinya.

·         Berusaha memperbaiki hubungan antara sesama kerabat jika terjadi perselisihan. Setiap kekerabatan hendaknya memiliki pertemuan rutin, baik tahunan maupun bulanan dan sebagainya. Setiap kekerabatan sebaiknya juga memiliki buku panduan yang berisi nomor telepon semua anggota kerabat. Buku itu dapat dibuat oleh salah seorang dari mereka, lalu dicetak dan dibagikan kepada seluruh anggota kekerabatan. Hal ini sangat membantu mengeratkan hubungan silaturahim dan mengingatkan seseorang kepada kerabatnya, jika suatu ketika ia ingin mengucapkan selamat atau mengundang mereka.

·         Membuat kotak sumbangan untuk menampung infak para anggota kekerabatan. Kotak ini dikelola oleh sebagian anggota kekerabatan. Jika salah seorang dari mereka membutuhkan sejumlah uang untuk menikah misalnya, atau ditimpa musibah dan sebagainya, mereka dapat mempelajari keadaannya untuk kemudian diberi sumbangan yang sesuai dengan kebutuhannya. Ini termasuk tindakan yang dapat melahirkan rasa cinta antara karib kerabat.

·         Jika ada harta warisan, pembagiannya dilakukan dengan segera, sehingga setiap orang mendapatkan bagiannya. Dengan demikian, tidak banyak terjadi tuntutan dan perselisihan. Juga supaya hubungan antara saudara menjadi bersih dan suci dari segala hal yang berpotensi mengeruhkannya.

·         Seandainya antara kerabat terdapat perserikatan dalam usaha tertentu, hendaklah mereka berusaha sekuat tenaga untuk selalu bersepakat dalam segala hal. Hendaklah semangat cinta, îtsâr (mendahulukan orang lain), musyawarah, kasih sayang, dan kejujuran mendominasi hubungan mereka. Hendaklah setiap mereka menginginkan untuk saudaranya apa yang ia inginkan untuk dirinya sendiri. Masing-masing harus mengetahui hak dan kewajibannya. Di samping itu, mereka semestinya membicarakan permasalahan yang terjadi antara mereka dengan transparan dan terus terang, jauh dari tindakan basa basi, menghindar, dan saling meragukan. Masing-masing harus selalu berusaha ikhlas dalam beramal dan tidak mempersangketakan kesalahan yang dilakukan saudaranya. Sebaiknya mereka juga menulis perkara-perkara yang mereka sepakati. Jika mereka mampu menerapkan semua ini, Syetan akan putus asa memperdaya mereka, kasih sayang akan mewarnai hubungan mereka, rahmat akan turun kepada mereka, dan keberkatan usaha akan mereka dapatkan.

Terakhir, yang perlu diperhatikan terkait silaturahim adalah bahwa hubungan ini harus dijalin dalam rangka ketaatan kepada Allah, ikhlas mengharapkan keridhaan-Nya, menjadi wadah untuk saling membantu dalam kebaikan dan ketakwaan, dan tidak bermaksud untuk mengedepankan fanatisme jahiliah.

 

Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjalin silaturahim. Kami berlindung kepada-Mu dari tindakan memutus hubungan silaturahim, wahai Tuhan semesta alam.

 

Oleh: Muhammad ibnu Ibrahim Al-Hamd

Artikel Terkait