Islam Web

  1. Ramadhan
  2. Puasa

Kondisi Muslim di Bulan Ramadhan

Kondisi Muslim di Bulan Ramadhan

Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) pada bulan itu, hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian. Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur." [QS. Al-Baqarah: 185]

Bulan mulia ini adalah bulan yang diberkahi oleh Allah, musim yang agung, penuh kebaikan, keberkahan, serta peluang ibadah dan ketaatan. Ya, Ramadhan adalah bulan yang agung dan mulia, tempat pahala kebaikan dilipatgandakan, tempat nilai dosa-dosa juga menjadi lebih berat, saat pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup, dan tobat para pendosa diterima oleh Allah—Subhânahu wata`âlâ. Ini merupakan bulan yang awalnya rahmat, pertengahannya ampunan, dan di akhirnya pembebasan dari api Neraka.

Marilah bersyukur kepada Allah atas karunia waktu-waktu penuh kebaikan dan keberkahan, jalan-jalan kemuliaan, dan berbagai nikmat lainnya yang Dia limpahkan kepada kita. Sepatutnya kita memanfaatkan waktu-waktu mulia itu untuk melakukan berbagai amal shalih dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan. Sehingga kita dapat meraih kehidupan yang baik di dunia ini dan berbahagia kelak setelah meninggal.

Bagi seorang mukmin yang bersungguh-sungguh, semua bulan adalah waktu untuk melakukan ibadah, bahkan setiap detik dari usianya adalah waktu untuk melakukan ketaatan. Hanya saja, di bulan Ramadhan, keinginannya untuk melakukan kebaikan menjadi berlipat ganda, hatinya lebih semangat untuk melakukan ibadah dan ketaatan kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ. Dan Allah Yang Maha Pemurah, dengan kedermawanan-Nya, juga memberikan anugerah kepada orang-orang mukmin yang berpuasa. Dia melipatgandakan pahala mereka. Dia limpahkan pemberian dan imbalan amal shalih yang mereka lakukan di bulan yang mulia ini.

Sungguh tiada berbeda kondisi hari ini dengan kondisi kemarin. Hari-hari begitu cepat berlalu, seakan-akan hanya berlangsung sekejap saja. Saat ini, kita menyambut Ramadhan, namun tidak lama lagi kita sudah harus melepasnya, kemudian tidak lama lagi kita akan kembali menyambutnya. Oleh karena itu, kita harus bersegera melakukan amal shalih di bulan yang mulia ini. Kita juga harus bersungguh-sungguh memenuhinya dengan hal-hal yang diridhai oleh Allah, menghiasinya dengan segala amalan yang akan membuat kita bahagia ketika kita berjumpa dengan-Nya kelak.

Bagaimana Kita Bersiap-siap Menyambut Ramadhan?

Persiapan menyambut Ramadhan adalah dengan melakukan muhasabah atau evaluasi diri. Dengan muhasabah ini, kita dapat mengetahui kekurangan kita dalam mengejawantahkan Dua Kalimat Syahadat, dalam menunaikan kewajiban-kewajiban, serta dalam meninggalkan hawa nafsu atau syubhat yang tidak bermanfaat sama sekali.

Seorang hamba diharapkan dapat memperbaiki perilakunya, agar kemudian memasuki bulan Ramadhan dengan kondisi keimanan yang tinggi. Karena iman senantiasa bertambah dan berkurang. Ia bertambah dengan ketaatan, dan berkurang dengan kemaksiatan. Ketaatan pertama yang hendaknya diwujudkan oleh seorang hamba adalah realisasi penghambaan hanya kepada Allah, menyatakan di dalam dirinya bahwa tidak ada yang layak disembah kecuali Allah semata. Kemudian mempersembahkan semua bentuk ibadah untuk Allah, tanpa menyekutukan-Nya dengan apa pun. Di samping itu, seorang hamba juga hendaknya meyakini bahwa apa pun yang telah ditakdirkan harus menimpa dirinya pasti tidak akan meleset, dan apa pun yang ditakdirkan tidak menimpa dirinya pasti tidak akan menyentuhnya. Ia harus benar-benar meyakini bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

Kita disuruh menghindari semua hal yang bertentangan dengan hakikat Dua Kalimat Syahadat, yaitu dengan meninggalkan semua bentuk bid`ah dan hal-hal baru yang tanpa landasan dalam Agama ini. Termasuk juga di dalamnya usaha merealisasikan prinsip al-walâ' wal barâ', yaitu kesetiaan membela orang-orang mukmin, memusuhi orang-orang kafir dan munafik, serta merasa senang dengan kemenangan orang-orang muslim atas musuh-musuh mereka. Selain itu, kita harus senantiasa meneladani Nabi —Shallallâhu `alaihi wasallam—dan para shahabat, mengikuti Sunnah beliau dan sunnah para Khulafâ`urrâsyidîn, mencintai Sunnah beliau dan orang-orang yang berpegang teguh kepadanya, serta berusaha membela sunnah itu di mana pun kita berada dan kebangsaan apa pun yang kita miliki.

Setelah itu, kita harus mengevaluasi diri kita atas kekurangan kita dalam melakukan ketaatan, seperti kekurangan dalam melakukan shalat berjemaah, zikir mengingat Allah, serta menunaikan hak para tetangga, karib kerabat, dan kaum muslimin secara umum. Termasuk juga kekurangan dalam menyebarkan salam, amar makruf nahi mungkar, saling menasehati dalam kebaikan, bersabar dalam menjalani semua kebaikan itu, bersabar dalam menghindari perbuatan mungkar, serta bersabar melakukan ketaatan dan menerima takdir Allah—`Azza wajalla.

Kemudian kita harus melakukan evaluasi terhadap semua bentuk perbuatan maksiat dan kecenderungan menuruti hawa nafsu, lalu segera menghentikannya, baik maksiat yang kecil maupun besar, baik maksiat itu dilakukan oleh mata dengan memandang objek-objek yang haram, telinga dengan mendengarkan musik-musik jahiliah, kaki dengan berjalan kepada hal-hal yang tidak diridhai Allah, tangan dengan melakukan hal yang tidak disukai-Nya, maupun mulut dengan memakan riba, suap, dan jenis-jenis lain yang masuk ke dalam kategori memakan harta orang-orang dengan batil.

Hendaknya kita senantiasa ingat dan menyadari bahwa Allah—Subhânahu wata`âlâ—selalu membuka tangan-Nya di siang hari untuk menerima tobat para pelaku dosa di malam hari, kemudian Dia membuka tangan-Nya di malam hari untuk menerima tobat pelaku dosa di siang hari.

Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya):

·         "Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhan kalian dan kepada Surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (harta mereka), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarah mereka dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat kepada Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya adalah ampunan dari Tuhan mereka dan Surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal." [QS. Âli `Imrân: 133-136];

·         "Katakanlah, 'Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang'." [QS. Az-Zumar: 53];

·         "Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. An-Nisâ': 110]

Dengan evaluasi, tobat, dan istighfar inilah kita wajib menyambut Ramadhan, karena dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Syaddad ibnu Aus—Semoga Allah meridhainya—disebutkan: "Orang yang cerdas adalah orang yang mengevaluasi (mengontrol) dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya lalu berangan-angan mendapatkan ampunan dari Allah." [Menurut Al-Albâni: Dha`îf]

Sesungguhnya bulan Ramadhan merupakan bulan tempat seorang hamba memperoleh limpahan keuntungan. Pedagang yang cerdas tentu akan memanfaatkan saat-saat berlipatgandanya keuntungan. Karena itu, manfaatkanlah semaksimal mungkin bulan ini untuk ibadah, memperbanyak shalat, membaca Al-Quran, memaafkan orang lain, berbuat kebajikan kepada orang lain, dan bersedekah kepada orang-orang fakir. Karena, di bulan Ramadhan ini, pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup, Syetan-syetan dibelenggu, dan di setiap malam Malaikat akan menyeru, "Wahai pencari kebaikan bersegeralah. Wahai pencari keburukan berhentilah."

Wahai hamba-hamba Allah, jadilah Anda semua orang-orang yang senantiasa melakukan kebaikan, meneladani para salafushshalih dan mengikuti petunjuk sunnah Nabi kita, sehingga kita keluar dari bulan mulia ini dengan dosa yang telah diampuni dan amal shalih yang diterima.

Ketahuilah, bahwa bulan Ramadhan merupakan bulan terbaik. Ibnul Qayyim berkata, "Di antaranya—yaitu bentuk perbedaan keutamaan antar berbagai ciptaan Allah—adalah pengutamaan bulan Ramadhan dibandingkan bulan-bulan lain, dan pengutamaan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dibandingkan malam-malam yang lain." [Zâdul Ma`âd]

Bulan Ramadhan melebihi bulan-bulan lain karena empat hal:

Pertama: Di dalamnya terdapat satu malam terbaik dibanding malam-malam lainnya, yaitu malam Lailatul Qadar. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada Malam Lailatul Qadar (Malam Kemuliaan). Dan tahukah engkau apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu, turun Malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhan mereka untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." [QS. Al-Qadr: 1-5]. Artinya, ibadah di malam itu lebih baik dibandingkan ibadah selama seribu malam.

Kedua: Di bulan ini diturunkan Kitab Suci terbaik kepada Nabi terbaik pula. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya):

·         "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)." [QS. Al-Baqarah: 185];

·         "Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam yang diberkahi, dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu, dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul." [QS. Ad-Dukhân: 3-5]

Sebuah hadits diriwayatkan dari Wâtsilah ibnul Asqa`—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Shuhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan, Taurat diturunkan pada hari keenam bulan Ramadhan, Injil diturunkan pada hari ketiga belas bulan Ramadhan, Zabur diturunkan pada hari kedelapan belas bulan Ramadhan, dan Al-Quran diturunkan pada hari kedua puluh empat bulan Ramadhan." [HR. Ahmad dan At-Thabarâni, menurut Al-Albâni: hasan]

Ketiga: Di bulan ini, pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Jahanam ditutup, dan Syetan-syetan dibelenggu, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits berikut:

·         Diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah merahmatinya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Apabila tiba bulan Ramadhan, pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup, dan Syetan-syetan dibelenggu." [HR. Muslim]

·         Diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Apabila tiba bulan Ramadhan, pintu-pintu rahmat dibuka, pintu-pintu Jahanam ditutup, dan Syetan-syetan dibelenggu." [HR. An-Nasâ'i; Menurut Al-Albâni: shahih]

·         Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Apabila datang malam pertama bulan Ramadhan, Syetan-syetan dan Jin-jin pembangkang akan diikat, pintu-pintu Neraka ditutup sehingga tidak ada satu pintu pun yang terbuka, pintu-pintu Surga dibuka sehingga tidak ada satu pintu pun yang tertutup, dan ketika itu, penyeru berkata, 'Wahai pencari kebaikan bersegeralah, wahai pencari keburukan berhentilah'. Di setiap malam dari bulan itu terdapat orang-orang yang dibebaskan oleh Allah dari Neraka." [HR. At-Tirmidzi, Ibnu Mâjah, dan Ibnu Khuzaimah; Menurut Al-Albâni: hasan]

Jika ada orang yang bertanya, "Mengapa kita masih melihat berbagai keburukan dan maksiat banyak terjadi di bulan Ramadhan, padahal jika Syetan benar telah dibelenggu, tentu semua itu tidak akan terjadi lagi?" Jawabannya adalah, "Keburukan dan maksiat itu hanya berkurang dari mereka yang menjaga syarat-syarat dan adab-adab puasa. Atau maksud dari hadits-hadits di atas adalah bahwa yang terikat hanya sebagian Syetan saja, yaitu Syetan-syetan pembangkang, bukan semuanya. Atau maksudnya adalah tindak kejahatan (dosa) berkurang di bulan ini, dan ini adalah fakta yang dapat kita saksikan dengan mata kepala kita. Dibelenggunya semua Syetan pun tidak harus berdampak kepada tidak adanya keburukan dan maksiat sama sekali. Karena ada sebab-sebab lain bagi terjadinya dosa dan maksiat itu selain Syetan, seperti jiwa-jiwa manusia yang kotor, kebiasan-kebiasan buruk, dan Syetan-syetan dari kalangan manusia sendiri." [Fathul Bâri]

Keempat: Di bulan mulia ini terdapat banyak ragam ibadah, sebagiannya tidak terdapat di bulan-bulan lain. Di antara ibadah-ibadah itu adalah puasa, shalat Tarawih, memberi makan untuk orang lain, iktikaf, sedekah, dan membaca Al-Quran.

Semoga Allah Yang Mahatinggi dan Maha Agung memberi taufik kepada kita semua untuk melakukan semua ibadah ini. Semoga Allah membantu kita untuk berpuasa, melakukan shalat Tarawih, melakukan berbagai ketaatan, dan meninggalkan semua kemungkaran. Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.

[Sumber: www.islamqa.info]

Artikel Terkait