Islam Web

  1. Ramadhan
  2. Puasa

Pintu Surga Telah Dibuka, Maukah Kita Memasukinya?

Pintu Surga Telah Dibuka, Maukah Kita Memasukinya?

Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dahulu (masuk Surga)." [QS. Al-Wâqi`ah: 10]

Segera kejar kafilah ini. Segera susul rombongan ini. Ikutlah bersama kami menaiki bahtera keselamatan. Percepat langkah dan gerak Anda, agar Anda selamat dari kebinasaan.

Sejak bangun dari tidur, sesungguhnya Anda senantiasa bertempur dengan Syetan, berperang dengan pengaruh sahabat-sahabat yang tidak baik, berperang dengan nafsu, obsesi palsu, dan imajinasi yang menipu.

Bukalah buku catatan Anda selepas Subuh, lalu susunlah jadwal Anda pagi ini. Tuliskan rencana untuk selalu mendapat shaf pertama saat shalat berjemaah, karena itu adalah simbol perjanjian dan ikrar Anda kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ. Ikrarkan untuk menghafal dua atau tiga ayat-ayat Al-Quran, karena itu adalah tanda cinta dan simpati. Tulis pula rencana untuk memperbarui tobat dan istigfar Anda, karena itu adalah tiket penerimaan Anda di hadapan Allah. Mohonlah kepada Allah hal-hal yang bermanfaat, karena itu adalah tanda keberuntungan. Bersedekahlah kepada fakir miskin, dirikan shalat dua rakaat di waktu sahur dan dua rakaat di waktu Dhuha sebagai bukti penghambaan kepada Dzat Yang Maha Mengetahui yang gaib. Zuhudlah terhadap kemewahan dunia, antusiaslah mencari Akhirat yang abadi, karena itu pertanda kemuliaan diri.

Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk, dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal." [QS. Az-Zumar: 18]

Tobat

Mari menemui Allah dan berbicaranya dengan-Nya di hamparan kedamaian. Tidak perlu berlelah-lelah, tidak perlu bersulit-sulit, dan tidak perlu penderitaan panjang untuk itu. Ia bisa dilakukan melalui jalan yang paling dekat dan mudah.

Anda sesungguhnya berada di antara dua waktu, dan itulah hakikatnya umur dan hidup Anda. Waktu Anda sekarang diapit oleh masa yang telah lalu dan masa yang akan datang. Hari yang berlalu dapat Anda perbaiki dengan tobat, penyesalan, serta permintaan ampun kepada Allah. Dan itu tidak membuat lelah, tidak perlu penderitaan, dan tidak berat untuk ditunaikan. Ia adalah amalan hati.

Selanjutnya, tahanlah diri dari dosa-dosa untuk masa yang akan datang. Menahan dari perbuatan dosa berarti meninggalkannya. Ini pun bukanlah amalan fisik yang berat untuk Anda tunaikan. Ia hanya memerlukan tekat dan niat yang membaja. Dan itu akan melapangkan fisik, hati, dan jiwa Anda.

Yang berlalu dapat Anda perbaiki dengan tobat, sementara yang akan datang dapat Anda atasi meninggalkan dosa, berazam, dan berniat. Untuk melakukan itu, tidak ada tugas tubuh untuk merasakan kelelahan dan keberatan. Tetapi yang penting adalah umur Anda yang ada di antara dua waktu itu. Apabila Anda menyia-nyiakannya, berarti Anda telah menyia-nyiakan kebahagiaan dan keselamatan Anda. Tetapi apabila Anda mampu menjaganya, dibarengi dengan memperbaiki kedua waktu yang melingkupinya (masa lalu dan masa akan datang), niscaya Anda akan meraih kejayaan dan kemenangan, sukses merangkul kenikmatan dan kebahagiaan. Menjaganya adalah lebih berat daripada memperbaiki apa yang sudah lalu dan yang akan datang. Karena menjaganya berarti memaksa diri untuk memilih apa yang paling baik, paling bermanfaat, dan paling efektif menciptakan kebagiaan untuk Anda. Dan dalam dalam hal ini, manusia berbeda-beda jalan antara satu dengan yang lain.

Demi Allah, ia tidak lain adalah waktu Anda untuk mempersiapkan perbekalan menuju tempat kembali Anda; Surga atau Neraka. Jika Anda menempuh jalan menuju Allah dalam tempo yang sangat singkat ini, niscaya Anda akan mencapai kebahagiaan tertinggi dan kemenangan terbesar untuk selamanya. Tetapi jika Anda memilih syahwat, berleha-leha, permainan, dan gurauan, percayalah waktu itu akan berlalu sangat cepat. Selepas itu, Anda akan merasakan derita yang teramat sangat, penderitaan yang demikian berat, sulit, dan pasti lebih lama dibandingkan derita bersabar menahan diri dari hal-hal yang diharamkan Allah, serta bersabar dalam melakukan ketaatan dan menjauhkan diri dari nafsu.

Manfaat Meninggalkan Dosa

Berikut ini beberapa faedah yang didapatkan dari usaha meninggalkan dosa. Subhânallâh, bila tidak ada manfaat lain yang didapatkan selain dari ini semua niscaya itu sudah cukup:

1.    Terjaganya diri dan kehormatan;

2.    Terpeliharanya kedudukan;

3.  Terjaganya harta yang Allah jadikan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan dunia dan Akhirat;

4.    Terwujudnya cinta sesama makhluk;

5.    Terciptanya kebaikan hidup, kenyamanan fisik, kekuatan hati, kesehatan jiwa, dan kelapangan dada;

6.    Munculnya rasa aman dari ancaman orang-orang jahat;

7.    Minimnya kesedihan, kebimbangan, dan maksiat;

8.    Terbukanya jalan keluar dari kesempitan yang biasa menimpa pelaku maksiat dan dosa;

9.    Mudahnya rezeki dari arah yang tidak terduga;

10. Mudahnya berbagai kesulitan yang biasa dirasakan oleh para pelaku maksiat;

11. Ringannya melakukan ketaatan;

12. Mudahnya mendapat ilmu;

13. Lahirnya pujian dan nama yang baik di tengah manusia;

14. Mulianya wajah dan harga diri;

15. Terwujudnya wibawa di tengah masyarakat;

16. Mengalirnya pertolongan dan perlindungan masyarakat terhadapnya apabila ia disakiti, dizalimi, dinodai kehormatannya, atau digunjingkan oleh orang lain;

17. Mustajabnya doa;

18. Membaiknya hubungan antara dirinya dengan Allah;

19. Kedekatan dengan para Malaikat dan jauh dari Syetan, baik dari kalangan Jin maupun manusia;

20. Berlombanya manusia memberikan bantuan dan pelayanan kepadanya dengan penuh cinta dan kasih;

21. Tidak adanya rasa takut mati, justru gembira menjemput maut karena itu berarti akan menemui Tuhan-Nya;

22. Kecilnya dunia dan agungnya Akhirat di hadapannya, sehingga ia begitu antusias mencari kenikmatan Akhirat yang lebih besar dan kejayaan yang agung di sana;

23. Terasanya kemanisan ibadah dan keimanan;

24. Didoakan oleh para Malaikat penjaga 'Arsy dan seluruh Malaikat yang ada di sekelilingnya;

25. Kegembiraan Malaikat pencatat amal dan doa mereka untuknya di setiap waktu;

26. Bertambahnya keimanan, kebijaksanaan, dan makrifatnya;

27. Kesuksesan mendapat cinta, penerimaan, serta kegembiraan- Allah—Subhânahu wata`âlâ—dengan tobatnya.

28. Ganjaran kegembiraan dan kebahagiaan yang tidak dapat dibandingkan dengan kesenangan yang ia dapatkan ketika melakukan maksiat.

Demikianlah sebagian manfaat di dunia yang dirasakan oleh orang yang meninggalkan maksiat. Apabila ia meninggal dunia, ia akan menerima kabar gembira dari para Malaikat, yaitu nikmat Surga dari Tuhan-nya, tidak akan pernah merasakan takut dan kesedihan, serta berpindah dari penjara dan kesempitan dunia ke taman Surga yang akan dinikmatinya hingga hari Kiamat. Dan kelak di Akhirat, saat manusia merasakan panas dan bermandi keringat, ia justru berada di bawah keteduhan 'Arsy. Ketika manusia telah berlalu dari hadapan Allah, ia akan digiring ke dalam kenikmatan bersama orang-orang bertakwa dan golongan yang beruntung. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar." [QS. Al-Hadîd: 21]

Larangan dan Perintah untuk Anggota Badan

Sesungguhnya Allah memiliki perintah dan larangan untuk seorang hamba pada setiap anggota badannya. Karena Allah telah memberikan nikmat melalui semua anggota badan itu, serta mengaruniakan kelezatan dan manfaat di dalamnya. Apabila ia menunaikan kewajibannya kepada Allah dalam anggota-anggota badan itu dan menjauhkannya dari maksiat, berarti ia telah memenuhi kewajiban syukur untuk anggota badan tersebut, sekaligus telah memenuhi usaha untuk menyempurnakan kelezatan dan manfaatnya. Tetapi jika ia melalaikan perintah dan larangan Allah tersebut, Allah pun akan meniadakan manfaat pada anggota badan itu, bahkan menjadikannya sebagai faktor terbesar bagi kemunculan rasa sakit dan penderitaannya.

Allah—Subhânahu wata`âlâ—juga memiliki kewajiban ibadah dalam setiap waktu seorang hamba, sehingga ia dapat mendekatkan dan menghadapkan waktu-waktu itu kepada Allah. Apabila seseorang menyibukkan waktunya dengan ibadah, berarti ia semakin maju (mendekat) kepada Tuhannya. Namun jika ia menyibukkan waktunya dengan nafsu dan kesenangan sementara, berarti ia akan semakin mundur (jauh) dari-Nya. Dan setiap hamba akan terus berada dalam kondisi mendekat atau menjauh dari Allah—Subhânahu wata`âlâ, tidak pernah berhenti di tengah jalan. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "(Yaitu) bagi siapa di antara kalian yang berkehendak untuk maju atau mundur." [QS. Al-Muddatstsir: 37]

Bentuk-bentuk Empati kepada Orang-Orang Mukmin

Empati kepada orang-orang beriman dapat dilakukan dengan beberapa bentuk, misalnya: menunjukkan empati dengan harta, dengan kedudukan, dengan fisik dan pertolongan, dengan nasihat dan petunjuk, dengan doa dan permohonan ampun untuk mereka, serta dengan ikut bersedih bersama mereka.

Rasa empati berbanding lurus dengan kadar keimanan; semakin lemah keimanan akan semakin lemah pula rasa empati, dan semakin meningkat keimanan akan semakin kuat pula empati. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—adalah sosok yang paling berempati kepada semua shahabat beliau. Maka rasa empati dan kepedulian para pengikut beliau pun sesuai dengan kadar kesetiaan mereka meneladani beliau.

Suatu ketika, orang-orang menemui Basyar Al-Hâfi di hari yang sangat dingin, sementara ia saat itu tidak memakai pakaiannya. Orang-orang berkata kepadanya, "Mengapa engkau melakukan ini, wahai Abu Nashr?" Ia menjawab, "Aku terkenang orang-orang miskin yang berada dalam kedinginan, sementara aku tidak memiliki apa-apa untuk berempati bersama mereka. Karena itu, aku ingin bersama dengan mereka merasakan kedinginan."

Artikel Terkait