Islam Web

  1. Ramadhan
  2. Fatwa
Cari Fatwa

Ada seseorang meninggal dunia dan masih memiliki kewajiban puasa (yang belum ditunaikan ketika hidupnya); Apa yang harus dilakukan oleh anak perempuannya terhadap hal itu?

Pertanyaan

Beberapa hari yang lalu, saya bermimpi bahwa hari kiamat telah datang. Dan saya bersama keluarga sedang berada di rumah. Satu persatu di antara kami berkata: "Sesungguhnya hari kiamat telah datang dan bagaimana dengan dosa-dosa dan utang kita?," Lalu ayah saya—Semoga Allah merahmatinya—berkata: "Saya berutang dua hari puasa pada bulan Ramadhan." Dan saya sendiri mengatakan: "Aku mempunyai nazar yang belum tertunaikan." Ketika bangun saya bertanya pada ibu: "Apakah ayah sebelum wafatnya mempunyai puasa yang belum ia tunaikan?" Lalu saya dikejutkan dengan jawaban ibu yang menyatakan: "Iya. Dia berutang dua hari puasa pada bulan Ramadhan yang tidak sanggup dikerjakannya karena sakit keras sebelum wafatnya."Pertanyaan saya: Bagaimana cara memenuhi utang ayah saya ini? Dan saya juga mempunyai nazar akan tetapi sejujurnya saya tidak ingat apa bentuk nazar tersebut. Bagaimanakah cara menunaikannya?

Jawaban

Segala puji bagi Allah dan shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan shahabat beliau.

Saya melihat itu adalah sebuah kebaikan, dan—Insyâ Allâh—baik. Nabi—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda, "Mimpi yang benar dari seorang yang shalih merupakan bagian dari 46 di antara tanda-tanda kenabian." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]. Namun satu hal yang perlu Saudari ketahui bahwa mimpi tidak bisa menjadi patokan untuk menetapkan hukum Syar`i dan ia tidak bisa menjadi penyebab adanya taklif (beban) bagi seorang hamba, akan tetapi ia hanya sebagai berita gembira.

Khusus permasalahan tentang dua hari puasa yang tidak dilaksanakan oleh ayah Saudari ketika ia sakit dan belum menggantinya; Jika sakitnya tersebut memang tidak mungkin diharapkan sembuh maka ia harus membayar fidyah sebagai pengganti puasa yang ditinggalkannya. Dalam hal ini Saudari harus memberi makan orang miskin sebanyak 750 gram dan untuk lebih hati-hatinya sebanyak 1 Shâ` (1,5 Kg) tiap harinya. Dan jika Saudari ingin berpuasa untuknya maka diperbolehkan berpuasa dua hari, sebagaimana sabda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam, "Barang siapa yang meninggal dunia dan baginya puasa, maka walinya berpuasa untuknya." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim yang diriwayatkan dari Aisyah—Semoga Allah meridhainya]

Namun apabila penyakitnya ini ada kemungkinan untuk sembuh dan ia wafat sebelum dapat menggantinya maka tidak ada kewajiban baginya dan tidak juga bagi Saudari sekeluarga. Dan apabila ia ada kesempatan untuk menggantinya namun ia wafat sebelum menggantinya maka baginya seperti apa yang telah disebutkan pertama.

Dan khusus untuk nazar Saudari; jika memang Saudari lupa bahwa Saudari pernah mengucapkannya dan Saudari hanya berpatokan pada mimpi maka tidak ada kewajiban bagi Saudari karena sesuai dengan yang telah kami ungkapkan bahwa mimpi tidak bisa menjadi patokan untuk menghukumi sesuatu. Akan tetapi jika Saudari ingat bahwa Saudari memang mempunyai nazar dan tidak mengingat bentuk nazar tersebut maka hal ini sama seperti nazar yang tidak sanggup untuk dilaksanakan. Dalam kondisi ini, Saudari wajib membayar kafarat sumpah sebagaimana sabda Nabi—Shallallâhu `alaihi wa sallam, "Kafarat nazar sama seperti kafarat sumpah." [HR. Muslim dari hadits Uqbah Ibnu `Âmir]

Wallâhu a`lam.

Fatwa Terkait