Islam Web

  1. Ramadhan
  2. Fatwa
Cari Fatwa

Hukum tidak berpuasa di bulan Ramadhan untuk menjaga kebugaran tubuh demi suami

Pertanyaan

Saya akan melangsungkan pernikahan pada hari kedua Idul Fitri. Tubuh saya kurus kering. Saya bekerja sepanjang hari. Apakah saya boleh tidak berpuasa Ramadhan sebelum melangsungkan pernikahan?

Jawaban

Segala puji bagi Allah. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Kami nasihatkan kepada Saudari untuk bertakwa kepada Allah—`Azza wajalla, untuk selalu merasa dalam pengawasan-Nya, dan ingat dengan keagungan-Nya. Perlu saudari ketahui bahwa meninggalkan puasa Ramadhan dengan disengaja tanpa ada udzur merupakan dosa besar yang melebihi zina, mencuri, minum khamar, dan membunuh. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah—Semoga Allah merahmatinya—pernah berkata, "Barang siapa yang meninggalkan puasa Ramadhan dengan disengaja tanpa ada udzur, perbuatannya itu termasuk dosa besar."

Al-Hâfizh Adz-Dzahabi berkata, "Telah menjadi ketetapan bagi orang-orang mukmin bahwa orang yang meninggalkan puasa Ramadhan tanpa ada udzur dan tidak karena sakit, ia itu lebih buruk dari pezina, pemungut harta suap, dan pecandu khamr. Bahkan keislamannya diragukan, dan ia dianggap telah melakukan perbuatan zindiq dan menyimpang."

Keringanan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan hanya Allah berikan kepada orang yang bepergian, atau orang yang sakit sehingga puasa dapat membahayakan dan memberatkannya. Sedangkan saudari bukan termasuk salah satu dari keduanya. Dan alasan yang saudari sebutkan bukan termasuk udzur yang dapat membolehkan saudari melakukan apa yang diharamkan Allah. Jika dirasa puasa dapat mengurangi kebugaran tubuh saudari, sehingga saudari tidak siap untuk melangsungkan pernikahan pada hari kedua Idul Fitri, maka hendaknya saudari mengundurkan waktu pernikahan tersebut. Adapun meninggalkan puasa untuk menjaga kebugaran tubuh dan kecerahan wajah hukumnya sama sekali tidak boleh.

Perlu saudari ketahui bahwa yang harus saudari lakukan adalah bagaimana menyambut nikmat Allah dengan penuh rasa syukur. Dan rasa syukur itu tentunya harus diwujudkan dalam bentuk ketaatan kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ—. Dengan bersyukur nikmat tidak akan pergi. Dan dengan bersyukur pula nikmat akan datang. Allah—Subhânahu wata`âlâ—telah berfirman (yang artinya): "Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." [QS. Ibrâhîm: 7]

Wallâhu a`lam.

Fatwa Terkait