Islam Web

  1. Ramadhan
  2. Fatwa
Cari Fatwa

Setelah Makan Pagi Diberitahu Bahwa Hari Itu Awal Ramadhân, Namun Tidak Berpuasa di Sisa Hari Tersebut

Pertanyaan

Syaikh yang terhormat, saya ingin mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang masalah yang saya hadapi. Beberapa tahun yang lalu, di suatu pagi, setelah kami terlanjur sarapan, ada orang yang menyampaikan kepada kami bahwa hari itu adalah awal Ramadhân. Lalu semua orang meninggalkan makan dan minum kecuali saya. Saya ketika itu tetap melanjutkan makan. Apakah saya wajib membayar kafarat? Apa jenis kafarat itu? Apakah puasa dua bulan atau memberi makan 60 orang miskin? Ataukah saya hanya wajib meng-qadhâ' puasa tersebut?

Jawaban

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Kewajiban Anda saat ini adalah segera bertobat kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ—dengan tobat nasuha. Karena kewajiban Kaum Muslimin apabila di siang hari mengetahui bahwa hari itu telah masuk bulan Ramadhân adalah meninggalkan makan dan minum pada sisa hari tersebut, berdasarkan firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Maka barang siapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) pada bulan itu hendaklah ia berpuasa pada bulan itu." [QS. Al-Baqarah: 185]

Selain itu, Anda juga wajib meng-qadhâ' puasa hari itu menurut pendapat jumhur (mayoritas) ulama, dikarenakan terlewatnya niat puasa di malam hari. Tetapi Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah memilih pendapat hanya wajibnya meninggalkan makan dan minum pada sisa hari itu tanpa wajib meng-qadhâ'-nya. Karena jika seorang muslim meninggalkan makan dan minum ketika itu, berarti ia telah melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya. Ibnu Taimiyah berdalil dengan hadits yang menyebutkan bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—pada hari `Âsyûrâ' mengutus seseorang yang mengumumkan: "Barang siapa yang di pagi hari ini telah berpuasa hendaklah melanjutkan puasanya, dan barang siapa yang (di pagi ini) tidak berpuasa hendaklah meninggalkan makan-minum pada sisa hari ini." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]. Dalam hadits ini, Nabi tidak menyuruh mereka yang terlanjur makan dan minum di pagi hari itu untuk meng-qadhâ'.

Tapi tentu tidak diragukan lagi bahwa pendapat jumhur ulama, yaitu kewajiban meng-qadhâ' dalam kondisi ini, jelas lebih aman dan lebih melepaskan diri dari kewajiban. Di dalam kitab Ar-Raudh Al-Murbi` dan Hâsyiah (catatan tambahan)-nya karya Ibnul Qâsim terdapat penjelasan tentang masalah ini, yaitu apabila orang-orang mengetahui pada siang hari bahwa hari itu telah masuk bulan Ramadhan:

"Apabila telah ada bukti pada siang hari bahwa hilal (bulan baru) sudah terlihat pada malam sebelumnya, maka Kaum Muslimin langsung diwajibkan berpuasa (ketika itu), dan diwajibkan meng-qadhâ' puasa hari tersebut bagi setiap orang yang telah memenuhi persyaratan wajib puasa saat itu, berdasarkan pendapat mazhab kita

(Hambali) yang sejalan dengan mazhab Imam yang Tiga dalam hal ini. Alasannya, karena sudah terbukti bahwa hari itu termasuk bagian dari bulan Ramadhân, sementara mereka tidak melaksanakan puasa secara benar (karena belum memasang niat sebelum terbit fajar), sehingga mereka wajib meng-qadhâ'-nya. (Kewajiban) meninggalkan segala yang membatalkan puasa pada sisa hari itu merupakan konsekuensi dari karakteristik Ramadhân. Al-Muwaffaq Ibnu Qudâmah dan para ulama lainnya berkata: 'Setiap orang yang berbuka tanpa halangan, dan orang yang mengira bahwa fajar belum terbit padahal telah terbit, atau mengira bahwa matahari telah tenggelam padahal belum, begitu juga orang yang lupa berniat, dan semacam mereka, wajib menahan diri dari semua yang membatalkan puasa (pada hari itu), tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentangnya. Dan telah dijelaskan sebelumnya pendapat Syaikhul Islâm—terkait kewajiban qadhâ' puasa hari itu dalam kondisi seperti ini, di mana menurut beliau tidak wajib qadhâ. Demikian pula jika seseorang tidak mengetahui terbitnya hilal (bulan baru) kecuali setelah tenggelam matahari. Dan di antara syarat sahnya puasa adalah meninggalkan makan, minum, dan jimak, berdasarkan ijmâ` (kesepakatan) ulama."

Sengaja makan dan minum setelah mengetahui telah masuknya bulan Ramadhân adalah dosa besar yang mengharuskan seseorang bertobat kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ. Selain itu, orang yang melakukannya diwajibkan meng-qadâ' puasa hari tersebut, tetapi tidak diwajibkan membayar kafarat.

Di samping itu, Anda juga wajib memberi makan satu orang miskin atas keterlambatan Anda meng-qadhâ' puasa hari itu tanpa ada halangan hingga masuk bulan Ramadhân berikutnya, jika Anda telah mengetahui keharaman menunda qadhâ'.

Wallâhu a`lam.

Fatwa Terkait