Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. KELUARGA DAN MASYARAKAT
  4. Anak-Anak

Anak Anda dan Penyakit (Bag. 5)

Anak Anda dan Penyakit (Bag. 5)

Kecemburuan

Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya. (Yaitu) ketika mereka berkata, 'Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah ia kesuatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayah tertumpah kepada kalian saja, dan sesudah itu hendaklah kalian menjadi orang-orang yang baik (bertaubat dan mengerjakan amal shalih)'." [QS. Yûsuf: 7-9]

Orang yang mengkaji kisah Nabi Yûsuf—`Alaihis salâm—dan saudara-saudaranya akan melihat dengan jelas bahwa kecemburuan akibat cinta Ya`qûb yang lebih kepada Yûsuf—`Alaihimâs salâm—merupakan motif yang kuat bagi saudara-saudaranya ketika berpikir untuk membunuh dan menyingkirkannya. Kecemburuan adalah problem yang tidak boleh dianggap remeh. Kecemburuan tergolong perkara alamiah pada anak, dan mungkin memiliki dampak positif yang mendorongnya untuk menjadi lebih unggul dan lebih baik dari sebelumnya. Tetapi dalam beberapa kasus, kecemburuan dapat melampaui batas kewajaran sehingga sering menimbulkan banyak masalah bagi anak. Bahkan tidak jarang kecemburuan menyebabkan perkelahian dan aksi menyakiti anak lain.

Di antara ekspresi kecemburuan adalah: "marah" dengan berbagai modelnya, seperti memukul, mencela, merusak, memberontak, dan lain-lain. Bentuk ekspresi lain adalah kecenderungan untuk diam, menyendiri, introver (bersifat tertutup), atau kehilangan nafsu makan. Dampak psikologis Kecemburuan ini terkadang tercermin pada kesehatan fisik anak. Kadang-kadang berat badannya menurun, sering merasa lelah, atau sakit kepala.

Di antara hal yang dapat menimbulkan kecemburuan pada anak adalah pembedaan pola interaksi orang tua terhadap dirinya dibandingkan terhadap saudara-saudaranya. Oleh karena itu, Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—melarang hal ini. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas —Semoga Allah meridhainya, dicerirtakan bahwa seorang laki-laki suatu ketika berada di dekat Nabi. Lalu datanglah anak laki-lakinya, dan ia langsung mencium dan mendudukkan anaknya di pahanya. Setelah itu, datanglah anak perempuannya. Tetapi laki-laki itu hanya mendudukkannya di hadapannya. Melihat itu, Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Mengapa tidak engkau samakan perlakuanmu terhadap anak-anakmu?!" [HR. Al-Bazzâr dan Al-Haitsami]

Kecemburuan juga dapat terjadi dengan membanding-bandingkan anak dengan anak lainnya. Pembandingan ini akan menyebabkan terbentuknya rasa rendah diri pada anak, sekaligus melemahkan kepercayaan dirinya. Hal yang bisa saja membuatnya merasa frustrasi. Jenis kecemburuan yang paling berpengaruh pada anak adalah yang muncul akibat perasaan rendah diri, terutama jika rasa perasaan itu disebabkan oleh cacat fisik atau mental.

Pengobatan: Jika perasaan cemas, rasa takut, lemah kepercayaan diri, dan pembedaan pola interaksi merupakan faktor utama yang melahirkan rasa cemburu anak, maka menghilangkan penyebab munculnya perasaan-perasaan tersebut merupakan langkah awal untuk mengobati rasa cemburu itu. Menjadi sangat penting untuk memulihkan atau meningkatkan rasa percaya diri anak, memberinya tugas-tugas yang mampu ia kerjakan, serta memujinya jika ia berhasil menjalankannya.

Seorang pendidik dan orang tua harus bijaksana dalam mendidik anak; yaitu dengan menggunakan sarana paling efektif dalam menghilangkan fenomena cemburu pada anak. Jika kedatangan bayi baru di dalam keluarga biasanya akan menyebabkan anak merasa kehilangan cinta orang tuanya, maka orang tua harus berusaha keras membuatnya merasa bahwa cinta itu tetap ada dan tidak akan hilang. Karena mengutamakan saudaranya dari dirinya dalam pola interaksi atau dalam pemberian akan membuatnya marah, dan pada gilirannya akan melahirkan kecemburuan dalam dirinya. Maka orang tua harus bersikap adil dan memberikan kesetaraan di antara anak-anaknya.

Mengobati iri hati dan cemburu adalah hal yang diperintahkan oleh Islam, karena kecemburuan dan iri hati memiliki bahaya besar bagi masyarakat. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Manusia akan selalu berada dalam kebaikan selama mereka tidak saling iri hati." [HR. Ath-Thabrâni]

Masalah Gizi

Nafsu makan anak merupakan salah satu indikasi kesehatan mental dan fisik anak, selama ia mengkonsumsi makanan dalam batas yang wajar, tidak berlebihan dari kebutuhan tubuhnya.

Ibu memiliki peran penting dalam mendidik anaknya memiliki kebiasaan makan yang sehat. Ketenangan ibu ketika memberi makan anaknya akan menghindarkan anak dari gangguan perilaku dan psikologis.

Beberapa masalah yang terkait dengan makan anak adalah: sedikit makan, makan berlebihan dan ekstrim, makan sangat lambat, kehilangan nafsu makan dan tidak ada keinginan mengkonsumsi makanan, rewel dan tertekan ketika makan, serta muntah dan mual.

Tidak Ada Keinginan untuk Makan: Sebabnya bisa jadi adalah hal-hal berikut:

- Masalah-masalah organ, seperti penyakit mulut, gigi, dan sistem pencernaan;

- Keinginan anak untuk menjadi fokus perhatian ibu dan seluruh keluarga, sehingga ia bersikap seperti itu untuk menarik perhatian;

- Menyiapkan makanan dengan cara yang salah, memberi makanan yang tidak familiar, atau tidak ada usaha serius untuk menyediakan makanan dan membuat variasi masakan;

- Memaksa anak untuk memakan makanan jenis tertentu, serta terlalu banyaknya saran dan campur tangan ibu tentang cara makan anak;

- Keterkaitan antara makan dengan pengalaman-pengalaman menyakitkan, seperti cercaan, omelan, dan perintah-perintah saat makan, atau ibu pernah menaruh obat di dalam makanan anak;

- Anak makan tidak pada waktunya, sehingga membuatnya tidak mau makan ketika waktu makan tiba.

Lambat Makan: Ada anak yang menghabiskan waktu yang lama ketika makan, atau makan sangat sedikit sehingga tidak berguna dalam melindunginya dari penyakit gizi buruk. Lambat makan terkadang juga disebabkan oleh cedera pada gigi atau rahang anak, sehingga membuatnya kesulitan dalam mengunyah makanan. Selain itu, memaksa anak makan walau sudah kenyang atau tidak suka kepada jenis makanan tertentu bisa menyebabkan anak lambat makan.

Mual dan Muntah: Masalah ini dapat disebabkan oleh masalah organ tubuh, seperti penyakit. Dalam kondisi seperti ini, muntah biasanya hanya bersifat sementara, akan hilang dengan hilangnya penyakit. Muntah juga bisa terjadi karena alasan psikologis. Seringkali itu terjadi sebagai akibat perilaku orang tua memaksa anak memakan makanan yang tidak ia sukai.

Ada kemungkinan muntah adalah cara anak untuk menarik perhatian supaya ia menjadi fokus perhatian keluarga, karena ia merasa kehilangan kasih sayang dan perhatian mereka. Gangguan emosional atau merasa jijik terhadap jenis makanan tertentu juga merupakan salah satu sebab anak merasa mual saat makan.

Bulimia (penyakit rakus dan selalu merasa lapar): Jika ibu merasa khawatir ketika anaknya susah makan, ia juga biasanya merasa was-was ketika mendapatkan anaknya makan melebihi kapasitasnya, lebih dari yang seharusnya.

Penyakit cacingan, gangguan kelenjar endokrin, atau yang lainnya, sering menjadi faktor anak menjadi rakus makan. Penyebab lain adalah masalah psikologis. Anak yang suka dimanja tidak akan dapat melawan keinginan-keinginannya. Demikian juga dengan anak miskin, biasanya akan rakus ketika makan. Selain itu, anak-anak yang menderita gangguan psikologi biasanya mengalami depresi, sehingga mereka menjadikan makan sebagai sarana untuk melarikan diri dari masalah psikologis mereka. Bulimia juga dapat terjadi karena panjangnya waktu kosong sehingga anak merasa bosan dan monoton. Akibatnya, makan pun menjadi hobinya.

Pengobatan: Ada beberapa sarana pengobatan masalah gizi pada anak-anak, di antaranya:

- Konsultasi dengan dokter untuk memastikan bahwa anak tidak menderita penyakit yang menyebabkannya tidak mau makan;

- Berusaha agar gizi makanan anak sempurna, serta menjauhi makanan berlemak yang menghilangkan nafsu makan;

- Mengobati tekanan-tekanan emosional pada anak untuk mewujudkan rasa aman dan ketenangan baginya;

- Memvariasikan menu makanan dan menyajikannya dengan cara yang menarik;

- Memundurkan waktu makan anak untuk beberapa saat jika ia menolak untuk makan;

- Tidak menggunakan hukuman dan cara pemaksaan terhadap anak jika ia menolak untuk makan;

- Berusaha menjadikan waktu makan anak sebagai waktu-waktu yang menyenangkan.

Artikel Terkait