Islam Web

  1. Ramadhan
  2. Tips & Saran

Pesan untuk Puasa Anak-anak

Pesan untuk Puasa Anak-anak

Ramadhan adalah bulan yang paling tepat untuk melatih anak Anda untuk mengendalikan kebutuhan-kebutuhan tubuhnya, di samping meningkatkan kemampuannya untuk memikul tanggung jawab.

Telah terbukti bahwa bulan Ramadhan merupakan waktu paling tepat untuk melatih anak-anak untuk menunaikan kewajiban-kewajiban Agama sejak usia dini. Imam Al-Bukhâri dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa dahulu para shahabat melatih anak-anak mereka yang masih kecil untuk berpuasa. Berbagai kajian serta penelitian modern terhadap beberapa kelompok anak-anak yang biasa berpuasa di bulan Ramadhan juga menunjukkan bahwa perkembangan psikis dan fisik mereka jauh lebih baik daripada anak yang lain. Selain itu, mereka juga lebih mampu memikul tanggung jawab.

Umur sepuluh tahun merupakan usia paling tepat untuk anak berpuasa. Karena seorang anak sudah bisa berpuasa pada usia ini, dan puasa tidak akan membuatnya merasakan masalah kesehatan apa pun. Di sini, kami juga mengingatkan akan bahaya bila anak berpuasa pada usia tujuh tahun atau sebelumnya. Karena pada usia ini, ia masih sangat membutuhkan makanan dan dengan porsi tertentu untuk mengejar pertumbuhan fisiknya yang cepat serta menjaganya dari berbagai penyakit yang mungkin menimpanya.

Ada dua metode untuk puasa anak:

Metode Pertama: menunda waktu sarapan pagi anak. Bila biasanya anak mengkonsumsi sarapan pagi pada pukul tujuh pagi, kita tunda sampai jam dua belas siang. Kemudian setelah itu, anak berpuasa sampai berbuka bersama keluarganya pada waktu azan Maghrib (artinya, ia telah berpuasa sekitar lima jam). Itu untuk beberapa hari. Pada hari-hari berikutnya, kita menunda sarapan pagi sampai jam sebelas pagi, kemudian jam sembilan pagi, dan seterusnya.

Metode Kedua: anak berpuasa mulai dari ia menyantap hidangan sahur bersama keluarganya, kemudian berbuka ketika azan zuhur (artinya, ia telah berpuasa sekitar tujuh jam). Itu untuk jangka waktu sepuluh hari. Kemudian kita tambahkan waktu puasa pada sepuluh hari kedua, dengan cara berpuasa sejak sahur sampai azan ashar (artinya, ia telah berpuasa selama sepuluh jam). Kemudian si anak diajar berpuasa pada sepuluh hari terakhir seperti anggota keluarganya yang lain, yakni mulai dari sahur sampai azan Maghrib. Dengan demikian, anak dapat berpuasa satu hari penuh di bulan Ramadhan. Dan ketika datang Ramadhan berikutnya, Insyâallah, ia akan mampu berpuasa penuh.

Bagaimana Anda Mengawasi Anak?

Pertama, ibu harus memantau anaknya selama berpuasa. Bila ibu merasa si anak jelas terlihat kelelahan, atau si anak sakit dan tidak mampu menahan puasa, ia harus mempercepat waktu berbuka anak. Ada beberapa penyakit yang menghalangi anak berpuasa. Khususnya adalah penyakit ginjal, karena anak secara permanen membutuhkan cairan. Begitu juga diabetes, TBC, anemia, sakit maag, dan penyakit-penyakit lain yang dinyatakan oleh dokter spesialis.

Kedua, bertahap dalam mendidik anak berpuasa. Semakin bertahap jumlah jam puasa anak, hari demi hari dan tahun demi tahun, maka itu akan semakin menghasilkan keseimbangan tubuh terhadap perubahan fisiologis yang terjadi akibat puasa. Sehingga anak pun dapat berpuasa dalam kondisi kesehatan yang baik, tanpa mengalami kelelahan atau kepayahan, dibarengi dengan keimanan dan kekhusyukan.

Ketiga, ibu tidak perlu mengkhawatirkan anaknya untuk berpuasa dengan alasan masih kecil. Karena ia akan dikejutkan oleh semangat anaknya yang begitu antusias berpuasa, karena meniru kedua orang tua dan saudara-saudaranya yang sudah besar. Apalagi pada bulan mulia ini ada berbagai kebiasaan dan tradisi yang menyenangkan, terutama berkumpulnya keluarga di sekitar hidangan berbuka dan sahur. Belum lagi tradisi-tradisi kerakyatan yang hanya ada pada bulan Ramadhan di setiap negara muslim.

Keempat, kita harus menyegerakan berbuka dengan memakan beberapa butir kurma segar, kurma kering, jus buah, atau air manis, dalam jumlah sedikit dan secara perlahan-lahan, mengikuti contoh Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam. Sebuah hadits diriwayatkan dari Anas—Semoga Allah meridhainya—ia berkata, "Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—senantiasa berbuka dengan beberapa butir kurma segar sebelum melaksanakan shalat. Jika tidak ada kurma segar, beliau memakan kurma kering. Jika kurma kering juga tidak ada, beliau meminum beberapa teguk air." [HR. Abû Dâwûd]

Jangan sampai anak langsung meminum air dingin pada waktu berbuka. Karena hal tersebut dapat mengacaukan dan mengganggu sistem pencernaan. Yang dianjurkan adalah meminum cairan hangat seperti sup atau bubur sebagai pembuka, karena itu dapat membuat perut siap menerima makanan.

Kelima, menu berbuka mesti seimbang, dan anak harus memperoleh kalori yang ia perlukan. Disarankan agar hidangan berbuka mengandung protein, seperti fûl (kacang parang), daging, dan unggas, yang dapat membantu terbangunnya jaringan baru menggantikan jaringan-jaringan yang rusak. Di samping juga harus ada sayuran, buah-buahan, karbohidrat (seperti roti, nasi, dan pasta), dan sedikit sekali lemak.

Keenam, sebisa mungkin melambatkan waktu sahur, mengikuti contoh Baginda Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—yang telah bersabda, "Umatku akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka." [HR. Imam Ahmad]

Hidangan sahur harus padat, mengenyangkan, dan mengandung protein, gula, dan lemak, seperti: telur, fûl, yoghurt, sayuran, dan buah-buahan. Di sini disarankan untuk meminum susu, karena susu tinggi kandungan protein, lemak, dan cairan yang dapat menyediakan seluruh kebutuhan anak. Susu juga merupakan gizi lengkap dan dapat memberi ketahanan cukup lama dari rentang waktu puasa.

Ketujuh, hendaknya hidangan sahur juga dijaga agar bebas dari jenis asinan (acar) dan bahan-bahan pedas, karena dapat menyebabkan haus pada hari berikutnya. Sebaiknya, usahakan meminum cairan dalam jumlah sedikit namun sering, terutama jus buah disertai air untuk menggantikan kekurangan cairan sepanjang hari. Jika memang harus memakan kue-kue manis khas Ramadhan (konafa, qatayef, dan lain-lain), maka sebaiknya dimakan setelah memakan hidangan berbuka, bukan pada waktu sahur, sehingga tidak menyebabkan anak merasa haus pada hari berikutnya.

Kedelapan, aktivitas fisik anak selama masa puasa harus dibatasi. Adapun aktivitas otak (pikiran), itu diperbolehkan. Oleh karena itu, belajar tidaklah menguras energi. Anak-anak tetap bisa belajar dan menimba ilmu, khususnya pada waktu sebelum berbuka puasa.

Kesembilan dan yang terakhir, ibu harus berupaya selalu membangunkan anaknya pada waktu sahur dan membiasakan anak melihat seluruh anggota keluarga menjalankan aktivitas keagamaan yang agung ini, sehingga anak memahami pokok-pokok ajaran Agama yang berlaku pada bulan mulia ini. Ibu juga mesti memanfaatkan kesempatan bulan Ramadhan untuk mengharuskan anak, di samping berpuasa, melaksanakan shalat tepat pada waktunya dan mengajarinya membaca Al-Quran. Dan ibu tidak boleh lupa mengajarkan kepada anak makna-makna puasa yang luhur agar tertanam kuat di dalam dirinya dasar-dasar kasih sayang kepada orang yang lemah dan fakir miskin.

 

Artikel Terkait