Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Akhlak Tercela

Sifat Boros dan Mubazir

Sifat Boros dan Mubazir

Sesungguhnya harta merupakan salah satu nikmat dari Allah untuk manusia. Ia merupakan salah satu perhiasan dalam kehidupan dunia ini, sebagaimana disinyalir dalam firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—(yang artinya): "Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, akan tetapi amal-amal yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu, serta lebih baik untuk menjadi harapan." [QS. Al-Kahf: 46]

Benar, bahwa harta adalah faktor yang penting untuk keberlangsungan hidup dan maslahat manusia. Orang-orang yang berpikir pasti menyadari hakikat ini. Karena itu, mereka tidak membuang harta mereka untuk sesuatu yang tidak bermanfaat bagi dunia atau Akhirat mereka.

Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—juga menyuruh manusia mencari harta yang halal lagi baik, seperti disinyalir dalam firman-Nya (yang artinya): "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi…" [QS. Al-Baqarah: 186]. Pada saat yang sama, Allah melarang manusia menyia-nyiakan harta dan memberikannya kepada orang-orang bodoh, sehingga berakibat kepada hilangnya berbagai kemaslahatan dan datangnya kemiskinan. Hal itu disampaikan oleh Allah dalam firman-Nya (yang artinya): "Dan janganlah kalian berikan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan." [QS. An-Nisâ': 5]

Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Sesungguhnya Allah membenci tiga hal pada kalian… di antaranya: "Menyia-nyiakan (membuang-buang) harta."

Oleh sebab itu, Allah mengharamkan kezaliman terhadap harta dalam segala bentuknya. Di antaranya, disebutkan dalam firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—(yang artinya): "Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kalian dengan jalan yang batil. Dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim agar kalian dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain melalui jalan yang berdosa, sedangkan kalian mengetahui." [QS. Al-Baqarah: 188]

Allah juga mengharamkan pecurian, serta menetapkan hukum potong tangan bagi pelakunya, jika ia terbukti melakukan tindakan haram ini. Mengenai hal ini, Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." [QS. Al-Mâ'idah: 38]. Masih ada dalil-dalil lain yang mengharamkan penyalahgunaan dan penyia-nyiaan harta.

Di antara bentuk perilaku menyia-nyiakan harta adalah berbuat boros. Berbuat boros artinya membelanjakan harta melebihi kebutuhan. Perilaku boros sebagaimana terjadi pada orang kaya, juga terjadi pada orang miskin. Karena itu, Sufyân Ats-Tsauri―Semoga Allah meridhainya―mengatakan, "Harta yang engkau belanjakan untuk sesuatu yang tidak termasuk ketaatan kepada Allah adalah pemborosan, meskipun sedikit."

Ibnu Abbâs―Semoga Allah meridhainya―juga pernah berkata, "Barang siapa yang menafkahkan satu dirham saja tidak pada tempatnya, maka ia telah melakukan pemborosan."

Syariat Melarang Pemborosan

Karena pemborosan termasuk akhlak buruk yang mendatangkan berbagai mudharat bagi pelakunya, bagi masyarakat, dan bagi sekalian umat, maka Allah melarang hamba-hamba-Nya melakukan perbuatan ini. Hal itu disinyalir oleh Allah dalam firman-Nya (yang artinya): "Hai anak Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) mesjid. Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." [QS. Al-A`râf: 31]

Allah memuji orang-orang yang seimbang dalam masalah nafkah, tidak pelit tetapi juga tidak boros. Hal itu dapat kita temukan dalam firman-Nya (yang artinya):

· "Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan yang benar itu) di tengah-tengah yang demikian." [QS. Al-Furqân: 68];

· "Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (pelit), dan janganlah pula engkau terlalu mengulurkannya (boros), karena itu akan membuatmu menjadi tercela dan menyesal." [QS. Al-Isrâ': 29]

Dalam sebuah hadits, Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—juga bersabda, "Makan, minum, dan bersedekahlah dengan tidak boros dan juga tidak kikir."

Dalil-dalil mengenai masalah ini sangatlah banyak, selain yang telah disebutkan di atas.

Faktor Penyebab Sifat Boros

Sifat boros dan mubazir disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya:

1. Tidak mengetahui ajaran Islam yang melarang umatnya berperilaku boros dengan segala bentuknya.

Padahal,

akibat yang bisa dirasakan di dunia akibat sifat boros ini adalah kekecewan dan penyesalan, sebagaimana disinyalir dalam firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—(yang artinya): "Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (pelit), dan janganlah pula engkau terlalu mengulurkannya (boros), karena itu akan membuatmu menjadi tercela dan menyesal." [QS. Al-Isrâ': 29]. Sedangkan di Akhirat, seorang yang boros akan mendapatkan azab yang pedih, seperti disinyalir dalam firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—(yang artinya): "Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu? (Mereka) berada dalam (siksaan) angin yang sangat panas, dan air panas yang mendidih, dan dalam naungan asap yang hitam, tidak sejuk dan tidak pula menyenangkan. Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah (boros)." [QS. Al-Wâqi`ah: 42-45]

Di antara akibat dari ketidaktahuan terhadap syariat Islam adalah seseorang akan mengonsumsi makanan secara berlebihan. Perilaku seperti ini dapat menyebabkan penyakit obesitas dan kesulitan mengendalikan syahwat. Selanjutnya, si pelaku pun akan terjangkiti virus malas, suka menunda tugas, dan boros. Dalam sebuah riwayat, Umar ibnul Khaththâb pernah berkata, "Hindarilah oleh kalian kekenyangan karena makanan atau pun minuman, karena hal itu bisa merusak badan, mendatangkan penyakit, dan membuat seseorang malas mendirikan shalat. Hendaklah kalian bersikap sedang dalam makan dan minum, karena hal itu lebih baik untuk badan dan lebih jauh dari perilaku boros."

2. Lingkungan yang membesarkan.

Ada kalanya seseorang bersifat boros lantaran pengaruh lingkungan yang membesarkannya. Seorang yang dibesarkan di tengah keluarga yang hidup glamor dan mewah, biasanya akan meniru dan mengikuti pola hidup seperti itu.

3. Tidak menyadari tabiat kehidupan dunia.

Ini juga bisa menyebabkan seseorang berbuat boros. Padahal, menurut tabiatnya, kehidupan dunia tidak pernah bertahan dalam satu kondisi tertentu. Karena itu, adalah wajib bagi kita membelanjakan nikmat Allah pada tempatnya, sekaligus menjadikan harta dan kesehatan yang berlebih dari kebutuhan sekarang sebagai tabungan untuk kebutuhan kita di masa yang akan datang.

4. Mendapatkan kelapangan rezeki setelah sebelumya menderita kesempitan, atau mengalami kemudahan setelah kesusahan.

Banyak orang yang saat hidup dalam kesempitan, kesulitan, dan kesusahan mampu bersabar dan ikhlas. Namun ketika kondisinya berubah dengan turunnya kelapangan dan kemudahan rezeki, kadang sulit bagi mereka untuk hidup dalam kewajaran dan kesederhanaan. Sebaliknya, mereka hidup dengan gaya yang sama sekali berlawanan dengan kehidupan awal mereka, yaitu dengan kehidupan glamor dan penuh kemubaziran.

5. Berteman dengan orang-orang yang boros.

Ada kalanya seseorang hidup boros karena berteman dan bergaul dengan orang-orang yang memiliki pola hidup seperti itu. Karena secara umum, manusia biasanya berperilaku seperti perilaku teman dan orang yang ia pergauli. Ini sesuai dengan sabda Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Seseorang itu tergantung kepada agama (perilaku) teman dekatnya. Karena itu, hendaklah setiap kalian memperhatikan (memilih) siapa yang ia jadikan teman dekat."

6. Suka pamer dan membanggakan diri.

Perilaku boros kadang juga disebabkan oleh kecintaan seseorang terhadap ketenaran dan berbangga-bangga kepada orang lain, karena dorongan sifat riya, sum'ah, serta perasaan lebih dari orang lain. Orang seperti ini ingin menunjukkan kepada orang lain bahwa ia adalah seorang yang dermawan dan pemurah, sehingga ia membelanjakan hartanya setiap saat dan dalam kondisi apa pun. Tujuannya hanya mendapatkan pujian dan sanjungan orang banyak. Ia tidak peduli bahwa ia telah menghambur-hamburkan hartanya dan melakukan perkara yang dilarang oleh Allah.

7. Meniru dan ikut-ikutan.

Ada juga orang yang berperilaku boros lantaran ikut-ikutan dan meniru orang lain, agar tidak dituduh pelit. Untuk tujuan itu, ia menghambur-hamburkan hartanya dengan segala cara, tanpa mempertimbngkan akibat dari apa yang ia lakukan.

Beberapa Bentuk Perilaku Boros

Banyak perilaku keseharian sebagian orang yang jika kita lihat dari sudut pandang Syariat, termasuk ke dalam kategori boros, mubazir, dan melampaui batas. Abul Hasan Al-Mâwardi menyinggung masalah ini dalam perkataannya, "Di antara bentuk perilaku mubazir adalah membelanjakan harta untuk sesuatu yang tidak mendatangkan manfaat di dunia dan tidak juga pahala di Akhirat. Justeru yang didapatkan hanya celaan di dunia dan dosa di Akhirat. Contohnya adalah membelanjakan harta untuk hal-hal haram, membeli khamar, berzina, memberi hadiah kepada para penyanyi, penghibur, pelawak, dan sebagainya. Juga termasuk perbuatan mubazir adalah menggunakan harta untuk mengurus villa-villa (rumah) yang tidak dibutuhkan, dan bahkan mungkin tidak akan ditempati, atau rumah-rumah yang dibangun untuk kepentingan musuh, atau rumah yang ia bangun untuk para perusak yang mungkin akan membunuhnya dan merampas hartanya. Termasuk juga kategori mubazir adalah menggunakan harta untuk membeli berbagai perabot rumah tangga yang mewah dari bahan emas dan perak misalnya, yang kadang juga tidak sempat ia nikmati."

Selanjutnya, Al-Mâwardi berkata, "Segala yang dibelanjakan oleh manusia untuk mendatangkan pahala dari Allah dan mengangkat derajatnya di sisi Allah, atau membuatnya dipuji oleh orang-orang alim dan para cendikiawan, merupakan bentuk kedermawanan, meskipun harta yang ia belanjakan itu banyak. Sebaliknya, apa yang ia belanjakan untuk mendurhakai Allah, dan menyebabkannya mendapatkan dosa dari Allah, serta celaan dari orang-orang alim, berarti merupakan tindakan mubazir, meskipun yang ia belanjakan itu sedikit."

Membelanjakan uang untuk rokok, narkoba, dan minuman keras adalah salah satu bentuk kemubaziran yang paling parah. Membelanjakan harta untuk membeli makanan dan minuman yang tidak dibutuhkan, apalagi membuang makanan ke tempat sampah merupakan bentuk tindakan pemborosan dan kemubaziran. Namun, anehnya, di sebagian negara-negara Islam, jumlah makanan yang dibuang di tempat sampah mencapai angka 45%. Bukankah ini sebuah kemubaziran?

Di antara bentuk perilaku boros dan mubazir adalah mengikuti mode, menyibukkan diri dengan trend pakaian, serta mengikuti propaganda iklan yang menyebabkan banyak orang membeli sesuatu yang tidak mereka butuhkan.

Kesimpulannya, bentuk-bentuk perilaku boros dan mubazir sangatlah banyak. Semoga Allah memelihara kita dan seluruh kaum muslimin dari keburukan sifat ini, serta menjauhkan kita dari segala bentuk keburukan.

Walhamdulillâhirrabbil `âlamîn

Artikel Terkait