Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Akhlak Tercela

Bakhil; Sumber Segala Kekurangan

Bakhil; Sumber Segala Kekurangan

Sifat bakhil (pelit) merupakan tanda kurangnya akal dan buruknya pengaturan diri seseorang. Sifat ini juga menjadi sumber dari begitu banyak karakter buruk, serta menjerumuskan seseorang kepada akhlak yang tercela. Bakhil tidak dapat bersatu dengan keimanan. Bahkan ia dapat mencelakakan manusia dan menghancurkan akhlak. Tidak hanya itu, sifat bakhil juga merupakan bukti buruknya prasangka seseorang kepada Allah—`Azza Wa Jalla. Sehingga pelakunya pun menjadi jauh ketinggalan dari sifat-sifat para Nabi dan orang-orang yang shalih.

Sifat bakhil diharamkan di dunia dan akan diberi balasan siksa di Akhirat kelak. Ia merupakan perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah—`Azza Wa Jalla—dan sangat dicela oleh manusia. Ada peribahasa mengatakan: "Kedermawanan seseorang membuat ia dicintai oleh lawan-lawannya, dan kebakhilan seseorang membuat ia dibenci oleh anak-anaknya."

Pribahasa lain mengatakan: "Sifat bakhil berarti menghapus sifat-sifat kemanusiaan dan mengokohkan tradisi kebinatangan." Bisyr Al-Hâfi pernah berkata, "Orang yang bakhil tidak ada dosa menggunjingkannya."

Suatu kali, ada seorang wanita yang dipuji di dekat Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam. Mereka mengatakan tentangnya, "Ia adalah wanita yang rajin berpuasa dan qiyâmullail, tetapi ia mempunyai sifat bakhil." Mendengar itu, Rasulullah bersabda, "Kalau demikian, tidak ada kebaikan pada dirinya."

Makna bakhil terkadang meluas sampai juga mencakup ketidakbersediaan seseorang untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ. Di antara manusia ada yang bakhil untuk memberikan dirinya, hartanya, dan waktunya. Bahkan terkadang ia tidak mau menunaikan hak-hak Allah, atau hak-hak dirinya, atau hak-hak orang lain. Al-Jâhizh mengungkapkan, "Bakhil adalah akhlak yang sangat dibenci oleh semua orang, kecuali bakhil pada wanita. Bakhil pada kaum wanita tidak terlalu dibenci. Malah mereka dianjurkan untuk bakhil (dalam menggunakan harta suami-suami mereka, kecuali setelah diizinkan untuk mendermakannya). Adapun untuk manusia secara umum, sifat bakhil merupakan aib. Terlebih bagi para raja dan para pembesar, bakhil menjadi sifat yang sangat dibenci, lebih dibenci dari kebakhilan rakyat atau orang awam. Sifat bakhil akan merusak citra kepemimpinan mereka, karena ia membuat orang lain merasa tidak butuh kepada mereka, sekaligus membuat rakyat benci kepada mereka."

Dalam istilah bahasa arab, ada kosakata lain yang berarti "bakhil" yaitu "asy-syuh". Namun "asy-syuh" lebih tercela daripada bakhil, karena ia mengggabungkan antara sifat bakhil dengan rakus. Ada kalanya juga manusia bakhil terhadap milik pribadinya. Namun yang paling parah lagi adalah seseorang yang menyuruh orang lain untuk berbuat bakhil. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Orang-orang yang bakhil dan menyuruh orang lain berbuat bakhil." [QS. An-Nisa: 37]

Terkadang sifat bakhil ini sampai kepada derajat kebakhilan terhadap diri sendiri. Misalnya, tidak mau berobat ketika sakit. Sebaliknya, derajat kedermawanan tertinggi adalah apa yang disebut dengan istilah "Îtsâr" (mendahulukukan kepentingan orang lain), yaitu kemampuan seseorang mendermakan sesuatu untuk orang lain, padahal ia juga sangat membutuhkannya.

Ayat-ayat Al-Quran yang Mencela Sifat Bakhil:

Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya):

· "Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di leher mereka pada hari Kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan." [QS. Âli 'Imrân: 180];

· "(Yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh orang lain berbuat kikir, serta menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan." [QS. An-Nisâ: 37];

· Ketika mencela orang-orang munafik, Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: 'Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh'. Lalu setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, serta berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya, dan (juga) karena mereka selalu berdusta." [QS. At-Taubah: 75-77];

· Allah—`Azza Wa Jalla—juga menjelaskan bahwa kebakhilan seseorang itu akan kembali kepada dirinya sendiri. Sebagaimana tercantum dalam firman-Nya (yang artinya): "Ingatlah, kalian ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (harta kalian) pada jalan Allah. Maka di antara kalian ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya ia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah Yang Mahakaya sedangkan kalian adalah orang-orang yang membutuhkan-(Nya); dan jika kalian berpaling niscaya Dia akan mengganti (kalian) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kalian (ini)." [QS. Muhammad: 38];

· "(Yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barang siapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Mahakaya lagi Maha Terpuji." [QS. Al-Hadîd: 24];

· Tentang akibat bakhil, Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan adapun orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar." [QS. Al-Lail: 8-10]

Hadits-hadits Tentang Celaan Terhadap Sifat Bakhil:

· Di antara doa-doa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—adalah: "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegundahan dan kesedihan, aku berlindung kepadaMu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepadaMu dari sifat pengecut dan bakhil, dan aku berlindung kepadaMu dari lilitan hutang dan paksaan orang lain." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim];

· "Selemah-lemah manusia adalah orang yang tidak bisa (tidak mau) berdoa dan sebakhil-bakhil manusia adalah orang yang bakhil mengucapkan salam." [HR. Ath-Thabrâni];

· Diriwayatkan bahwa Ya'lâ ibnu Munabbih Ats-Tsaqafî—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Suatu ketika, Al-Hasan dan Al-Husein datang berkejar-kejaran ke arah Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam, kemudian beliau memeluk mereka dan bersabda, 'Sesungguhnya anak adalah faktor yang membuat (orang tuanya) bakhil, membuat (orang tuanya) pengecut, dan membuat (orang tuanya) sedih'." [HR. Ibnu Mâjah dan Al-Hâkim];

· Diriwayatkan dari Al-Husein ibnu Ali—Semoga Allah meridhai mereka berdua—bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda, "Orang yang paling bakhil adalah orang yang apabila aku disebut di dekatnya ia tidak mengucapkan shalawat untukku." [HR. Ahmad dan At-Tirmidzi. Menurut At-Tirmidzi: hasan shahîh]

· Diriwayatkan bahwa Abu Dzar—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Suatu hari, aku keluar menemui Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam, dan beliau bersabda, 'Maukah kalian aku beri tahu tentang siapa orang yang paling pelit?' Para shahabat menjawab, 'Tentu, wahai Rasulullah'. Beliau bersabda, 'Yaitu orang yang apabila aku disebut di sisinya, ia tidak bershalawat untukku. Itulah orang yang paling bakhil'."

· Diriwayatkan dari Abdullah ibnu 'Amru ibnul 'Âsh—Semoga Allah meridhainya—bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallambersabda, "Kezhaliman adalah kegelapan pada hari Kiamat. Dan jauhilah perbuatan dan perkataan keji, karena Allah tidak menyukai kekejian dan perilaku keji (kotor). Jauhilah pula sifat bakhil, karena bakhil inilah yang telah menyebabkan orang-orang sebelum kalian binasa. Sifat itu menyuruh mereka untuk memutuskan silaturahim, mereka pun memutuskannya. Sifat itu menyuruh mereka untuk pelit, mereka pun melakukannya. Sifat itu juga menyuruh mereka untuk berbuat maksiat, mereka pun melakukannya." [HR. Ahmad dan Abû Dâwûd];

· Sa'ad ibnu Abi Waqqâsh—Semoga Allah meridhainya—menyuruh untuk berlindung dari lima perkara, dan ia meriwayatkan itu semua dari sabda Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam: "Ya Allah, aku berlindungan kepada-Mu dari kebakhilan, aku berlindung kepada-Mu dari kebodohan, aku berlindung kepada-Mu dari kepikunan, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia, dan aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur." [HR. Al-Bukhâri];

· Diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mas'ud—Semoga Allah meridhainya—bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda, "Orang yang mempunyai harta dan tidak menunaikan hak hartanya itu, kelak akan dililitkan di lehernya seekor ular jantan berkepala putih (karena banyaknya racun yang disimpannya). Orang itu berusaha lari, tetapi ular itu terus mengejarnya." Kemudian beliau membaca firman Allah (yang artinya): "Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di leher mereka pada hari Kiamat." [QS. Âli 'Imrân: 180]. [HR. Ibnu Mâjah dan An-Nasâi. Menurut Al-Albâni: shahih];

· Diriwayatkan bahwa Zaid ibnu Arqam—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Aku tidak mengatakan kepada kalian kecuali seperti apa yang pernah dikatakan oleh RasulullahShallallâhu `alaihi wasallam. Beliau pernah bersabda, 'Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, dari kebodohan dan kebakhilan, dari kepikunan dan azab kubur. Ya Allah, berikanlah kepada diriku ketakwaan dan sucikanlah ia, karena Engkaulah sebaik-baik yang menyucikannya, Engkau pulalah wali dan pemiliknya. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusuk, dari nafsu yang tidak pernah puas, dan dari doa yang yang tidak dikabulkan." [HR. Muslim];

· Diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya—bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Nazar tidak bisa mendatangkan kepada anak Adam sesuatu yang tidak ditakdirkan untuknya. Nazar hanya mengantarkannya kepada takdir yang telah ditetapkan untuknya. (Melalui nazar) itu, Allah mengeluarkan (harta/milik) orang yang bakhil, dengan cara memberikan kepada mereka sesuatu yang belum diberikan sebelumnya." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

· Diriwayatkan bahwa Abdullah ibnu Al-Syikhkhîr—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Aku pernah mendatangi NabiShallallâhu `alaihi wasallamketika beliau sedang membaca firman Allah (yang artinya): 'Sikap bermegah-megahan telah melalaikan kalian'. Beliau ketika itu bersabda, 'Anak adam biasa berkata, 'hartaku, hartaku!' Padahal, apakah kalian sejatinya memiliki harta kecuali apa yang telah kalian makan hingga kalian habiskan, atau apa yang kalian pakai hingga lusuh, atau apa yang kalian sedekahkan hingga kalian abadikan (untuk Akhirat kalian)?'." [HR. Muslim];

· Diriwayatkan dari Anas ibnu Mâlik—Semoga Allah meridhainya—bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Ada tiga perkara yang menyelamatkan manusia: (Pertama), takut kepada Allah, baik di tengah keramaian maupun ketika sendirian. (Kedua), berbuat adil, baik di saat ridha maupun di saat marah. (Ketiga), hemat, baik di saat kaya maupun di saat miskin. Dan ada tiga perkara yang menghancurkan: (Pertama), hawa nafsu yang diperturutkan. (Kedua), kekikiran yang dipatuhi. (Ketiga), kebanggaan dengan diri sendiri." [HR. At-Thabrâni dan Al-Bazzâr. Menurut Al-Albâni: shahih];

· Diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya—bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallambesabda, "Sifat paling buruk pada diri seorang laki-laki adalah kikir yang membuat takut berinfak, dan kepengecutan yang membuat takut menghadapi orang lain." [HR. Ahmad dan Ibnu Hibbân. Menurut Ahmad Syâkir: sanadnya shahih];

· Diriwayatkan bahwa 'Aisyah—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Hindun Ummu Mu'awiyah pernah berkata kepada Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, 'Sesungguhnya Abu Sufyan (suaminya) adalah lelaki yang sangat pelit. Berdosakah aku jika mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya?' Rasulullah menjawab, 'Ambillah olehmu dan anak-anakmu sekedar untuk mencukupi kebutuhanmu secara layak'." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim];

· Diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya—bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—bersabda, "Tidak ada satu hari pun yang dilewati paginya oleh para hamba Allah kecuali ada dua Malaikat yang turun ketika itu. Malaikat yang pertama berkata, 'Ya Allah, berilah ganti untuk orang yang bersedekah'. Dan Malaikat yang kedua berkata, 'Ya Allah, berilah kerugian untuk orang yang pelit'." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim];

· Diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya—bahwa RasulullahShallallâhu `alaihi wasallam—bersabda (tentang tanda-tanda Kiamat), "Waktu semakin pendek, amal (kebaikan) semakin berkurang, kekikiran merajalela, dan keributan begitu banyak. Para Shahabat bertanya, "Keributan apa itu, wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab, "Bunuh-membunuh." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Beberapa Perkataan Shahabat yang Mencela Sifat Bakhil:

· Ali ibnu Abi Thâlib—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Akan datang kepada manusia suatu zaman yang sangat dahsyat. Orang kaya pada zaman itu mencengkeram erat harta yang ada di tangannya, padahal ia tidak disuruh untuk melakukan itu (justru disuruh melakukan sebaliknya), sebagaimana firman Allah (yang artinya): "Janganlah kalian lupa keutamaan sesama kalian (untuk saling memberi)." [QS. Al-Baqarah: 237];

· Thalhah ibnu Ubaidillah—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Sebenarnya kami merasakan pada harta kami apa yang dirasakan oleh orang-orang bakhil (rasa sulit berinfak), akan tetapi kami berusaha untuk bersabar menghadapi itu."

· Suatu hari, seorang lelaki berkata kepada Abdullah ibnu Ja'far—Semoga Allah meridhainya, "Mengapa engkau menawar harga hanya demi uang satu dirham, sementara engkau menyumbangkan hartamu sedemikian banyak?" Abdullah pun menjawab, "Yang satu adalah hartaku yang aku sumbangkan dengan lapang dada, sementara yang satu lagi adalah akalku yang aku bakhil di dalamnya."

· Muhammad ibnul Munkadir—semoga Allah merahmatinya—berkata, "Pernah ada ungkapan yang mengatakan, 'Jika Allah menginginkan keburukan pada sebuah kaum, Allah akan mengangkat orang-orang jahat sebagai pemimpin mereka dan menjadikan harta mereka dikuasai oleh orang-orang yang bakhil di antara mereka'."

· Ketika menafsirkan firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—(yang artinya): "Sesungguhnya Kami akan jadikan di leher mereka rantai besi." [QS. Yâsîn: 8], Adh-Dhahhâk—semoga Allah merahmatinya—berkata, "Maksud ayat ini adalah orang yang bakhil. Allah menahan tangan mereka dari berinfak di jalan Allah sehingga mereka tidak mampu melihat kebenaran."

· Ummul Banîn, saudara perempuan Umar ibnu Abdul Azîz—semoga Allah merahmatinya—berkata, "Celakalah bagi orang yang bakhil. Andai saja bakhil itu sebuah pakaian, pasti aku tidak akan memakainya. Dan andai ia adalah sebuah jalan, pasti aku tidak akan melaluinya."

· Asy-Sya'bi—semoga Allah merahmatinya—berkata, "Aku tidak tahu mana di antara dua sifat ini yang paling dalam letak (pelaku)-nya di neraka Jahanam: bakhil atau dusta."

· Abu Hanifahsemoga Allah merahmatinya—berkata, "Aku berpendapat untuk tidak menyatakan adil (berperilaku baik) seorang yang bakhil. Karena seorang yang bakhil akan sangat perhitungan, sehingga ia terdorong untuk mengambil sesuatu melebihi haknya karena khawatir ditipu (merugi). Orang yang seperti ini tentu tidak bisa dipercaya untuk memegang amanah."

Oleh karena itu, hindarilah kebakhilan. Karena kini Anda telah tahu betapa tercelanya sifat ini. Latihlah diri Anda agar selalu pemurah dan dermawan. Bayangkanlah bahwa Anda sedang bertransaksi dengan Tuhan Yang Mahamulia yang tidak melupakan sebesar atom pun kebaikan hamba-Nya. Dengan itu, Anda akan memiliki kecerdasan yang cukup untuk terlepas dari kehancuran di dunia dan Akhirat.

Kami tutup dengan ucapan Alhamdulillâhi Rabbil 'Âlamîn.

Artikel Terkait